Oleh: Eneng Susanti
(Alumni STAI DR KHEZ Muttaqien Purwakarta)
ALQURAN merupakan kalamullah yang diwahyukan kepada Nabi Muhammad SAW untuk disampaikan kepada umatnya. Kitab ini berisi pesan. Petunjuk dari Allah sebagai pedoman bagi hidup manusia.
Agar dapat mengetahui petunjuk tersebut, manusia haruslah membaca serta memahami isinya. Walaupun Alquran (mushaf) itu tertulis dalam bahasa Arab, tetapi bukan berarti petunjuk dalam Alquran tersebut hanya diperuntukan bagi sebagian golongan umat atau satu bangsa saja. Islam merupakan rahmatan lil alamin, jadi kitab suci Alquran pun diperuntukan bagi seluruh umat manusia. Tetapi, dalam kenyataannya ada manusia yang merima, ada pula yang menolak kebenaran Alquran tersebut.
Hal itu tidak hanya terjadi pada masa sekarang saja, tetapi pada masa nabi pun hal itu sudah terjadi. Dan salah satu alasan mengapa Alquran dibahasakan dengan bahasa Arab adalah agar manusia dapat mudah memahaminya sekaligus sebagai tantangan dan pembuktian bagi kaum yang menolak kebenarannya bahwa Alquran adalah sungguh merupakan kalamullah yang tidak ada satu manusia pun yang dapat membuat tandingannya.
Alasan mengapa Alquran dibahasakan dengan bahasa Arab sangatlah tepat dan rasional, sebab Alquran diturunkan sebagai wahyu kepada Nabi Muhammad SAW yang notabene adalah orang Arab. Maka, seyogyanya sebuah pesan, wahyu yang berupa perkataan tuhan itu pun dikomunikasikan dengan suatu bahasa yang dapat dipahami oleh penerimanya. Sehingga kemudian dengan bahasa tersebut lah pesan tadi dikomunikasikan kembali oleh si penerima kepada orang lain (disebarluaskan).
Sehubungan bahwa Alquranbukan hanya diperuntukan bagi bangsa arab atau satu golongan saja, apalagi seiring dengan berjalannya waktu, sejarah mencatat bahwa ajaran islam telah tersebar ke berbagai belahan dunia, maka hal ini tentu menunjukan bahwa Alquranbeserta pesan didalamnya pun telah ikut tersebar ke berbagai bangsa dan berbagai golongan umat manusia. Ketika hal ini terjadi, maka ada sebuah permasalahan yang muncul, yaitu mengenai perbedaan dalam memahami isi atau pesan yang terdapat dalam Alquran. Hal ini pulalah yang kemudian memicu lahirnya berbagai karya-karya tafsirul quran. Tafsir Alquran merupakan sebuah usaha yang dilakukan manusia dalam hal pengambilan makna untuk dapat memahami isi atau pesan di dalam Alquransecara benar melalui berbagai metodologi sesuai kadar kemampuannya.
Ada berbagai metode yang digunakan para muffasir dalam menafsirkan al qur’an, antara lain tafsir bil ma’tsur (bil riwayat) dan tafsir bil ra’yun. Sedangkan pada perkembangannya, metodologi tafsir dipengaruhi pula oleh berbagai hal.
Tafsir bil riwayah sangatlah memperhatikan aspek kehati-hatian dan ketelitian sehingga tafsir ayat-ayatnya pun banyak yang diambil dari hadis yang dapat dipertanggungjawabkan riwayatnya (sanad dan rawinya jelas). Tafsir bil riwayat juga banyak mengkaitkan ayat dengan asbabun nuzul-nya. Sebab wahyu, seyogyanya sebuah pesan, tidak lah serta merta turun atau diberikan tanpa alasan tertentu yang melatarbelakanginya. Walaupun sampai saat ini, belum dapat diketahui dengan pasti asbabun nuzul dari beberapa ayat Alquran ataupun jawaban untuk pertanyaan apakah semua ayat turun berdasarkan asbabun nuzul tertentu atau tidak. Namun, pada masa sekarang, asbabun nuzul sering diartikan dengan kata ‘konteks’. Untuk dapat memahami pesan yang terkandung atau maksud dari kalamullah yang termaktub dalam Alquran(tekstual), tentu diperlukan kajian terhadap konteks tersebut terlebih dahulu.
Pada perkembangannya, perbedaan pun muncul ketika memahami konteks tersebut. Perpedaan pemahaman ini dipengaruhi oleh berbagai faktor, terutama faktor subjektivitas. Karena, Alquran ditafsir oleh seorang muffasir yang notabene adalah manusia. Seperti yang diketahui bahwa setiap orang (muffasir) tentu memiliki latar belakang kehidupan dan pengetahuan yang berbeda-beda serta tidak lepas dari sifat alami manusia yang memiliki berbagai keterbatasan. Hal ini dapat terlihat dari banyaknya karya-karya tafsir dengan berbagai tema, aliran, metode, dan lain-lain yang notabene menunjukan isi pemikiran para muffasirnya.
Banyaknya karya-karya tafsir yang ada baik itu yang klasik maupun kontemporer yang jelas menunjukan adanya perbedaan pemikiran dalam memahami makna dan pesan dalam Alquran, tetapi perbedaan tersebut justru menjadi kekayaan tersendiri bagi khsanah keislaman. Tafsir Alquran kemudian muncul bukan hanya sebagai produk yaitu karya-karya berupa kitab, tetapi juga melahirkan berbagai pemikiran baru dan perkembangan dalam hal metodologinya.
Meski demikian, kajian tafsirul quran pada akhirnya tidak hanya berfokus pada literatur, melainkan pula pada pengembangan ilmu pengetahuan. Tepapi, yang paling utama adalah mengenai pemahaman terhadap ‘pesan’ Allah di dalam Alquran. Karena, pemahaman inilah yang pada akhirnya akan sangat mempengaruhi manusia dalam menjalani kehidupannya. Bukan hanya berkaitan dengan aspek ibadah, istinbad hukum dan lain-lain, tetapi juga mengarah pada prilaku keagamaannya dalam kehidupan sehari-hari. Prilaku inilah yang pada hakikatnya paling dipengaruhi oleh pemahaman tadi. Sehingga, tidak heran bahwa banyak ditemui di kehidupan masyarakat mengenai adanya perbedaan dalam tata cara ibadah maupun kebiasaan.
Alquran memang multitafsir, tetapi perbedaan yang ada seyogyanya tidak menjadi alasan untuk saling menyalahkan ataupun memaksakan kebenaran pihak yang satu terhadap pihak yang lainnya. Sebab, masing-masing pihak tentu memiliki landasan atas apa yang diyakininya sebagai kebenaran. Kebenaran Alquran adalah mutlak, sedangkan kebenaran tafsir itu nisbi atau relatif, maka pihak manapun haruslah berpegang pada yang mutlak yaitu Alqurandan bukanya memaksakan yang nisbi menjadi mutlak.
Pada intinya, tafsirul quran menjadi sebuah usaha yang dilakukan manusia agar dapat lebih memahami kebenaran dan berpegang teguh terhadap keyakinannya tersebut. Sebagaimana kandungan Alquranyang berisi ajaran ketauhidan, maka tafsirul quran pun diharapkan mampu menghantarkan manusia kepada ketauhidan dan dapat lebih menguatkan keimaman manusia kepada allah SWT. []