AKHIR-akhir ini, sering kita dapatkan sikap-sikap tidak terpuji dari sebagian pihak, terhadap para ulama’ dan para da’i/ustadz di jalan Allah.
Mudah mencaci, menghina, melecehkan dan memberi gelar-gelar buruk kepada mereka, saat berbeda pendapat, atau saat mereka terjatuh dalam kekeliruan. Ini sebagai salah satu bentuk penyimpangan dari manhaj salaf.
Al-Imam Abu Ja’far Ath-Thohawi –rahimahullah- (wafat : 321 H) berkata:
علماء السلف من السابقين، ومن بعدهم من التابعين أهل الخير والأثر وأهل الفقه والنظر، لا يذكرون إلا بالجميل، ومن ذكرهم بسوءٍ فهو على غير السبيل
BACA JUGA: Pendapat Umar Sama dengan Pendapat Rasulullah
“Ulama’ salaf dari orang-orang yang telah mendahului kita, serta para ulama’ setelah mereka dari kalangan pengikut mereka, yang ahli dalam kebaikan, atsar, ahli fiqh dan nadzor (ahli dalam mengamati dan meneliti berbagai masalah agama), tidaklah mereka disebut kecuali dengan keindahan/kebaikan. Barang siapa yang menyebut mereka dengan kejelekan, maka dia telah berada di atas selain jalan (Islam).” [ Al-Aqidah Ath-Thohawiyyah : 58 ].
Al Imam Ibnu Abil ‘Izzi Al-Hanafi -rahimahullah- (wafat : 792 H) menjelaskan: “Maka wajib atas setiap muslim setelah memberikan loyalitas kepada Alloh dan rosul-Nya, untuk memberikan loyalitas kepada orang-orang yang beriman, sebagaimana telah dinyatakan oleh Al Qur’an. Terkhusus kepada orang-orang yang merupakan pewaris para nabi (ulama’)…maka jika didapatkan sebuah pendapat dari salah satu mereka, dimana telah datang sebuah hadits yang menyelisihinya, maka harus kita tinggalkan pendapat itu dengan tetap memberikan udzur (dispensasi/toleransi) terhadapnya (yang berpendapat).” [ Syarh Al-Aqidah Ath-Thohawiyyah : 491 ].
BACA JUGA: Hati-hati dari Suatu Pendapat yang Menyelisihi Madzhab yang Empat
Penjelasan Ibnu Abi ‘Izzi di atas, diambil dari ucapan syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah -rahimahullah- dalam “Majmu’ Fatawa” : 20/231. []
Facebook: Abdullah Al Jirani