Oleh: Nina Marlina
Ibu rumah tangga, tinggal di Rancaekek, Bandung, saadahwaqash@gmail.com
BEGITU banyak nikmat yang telah Allah berikan kepada kita, dan itu wajib kita syukuri terutama nikmat iman dan islam. Begitu pula dengan momen kemerdekaan yang selalu diperingati pada tanggal 17 Agustus adalah momen yang harus kita syukuri.
Sebagaimana kita ketahui Hari Kemerdekaan ini diproklamirkan oleh Ir. Soekarno dan Moch. Hatta pada tanggal 17 Agustus 1945, bertepatan dengan hari Jum’at tanggal 9 Ramadhan yang mana Jum’at adalah sayyidul ayyaam (raja nya hari) dan Ramadhan adalah sayyidussyuhur (raja nya bulan).
Lalu bagaimana cara kita mensyukuri nikmat ini? Caranya yaitu kita mensyukurinya dengan hati, lisan, dan perbuatan.
Mensyukuri dengan hati yakni dengan meyakini bahwa nikmat kemerdekaan itu datangnya dari Allah SWT. Mensykuri dengan lisan yakni dengan mengucapkan bahwa nikmat itu datangnya dari Allah SWT, bahwa kemerdekaan ini adalah hasil perjuangan dan tetesan keringat para syuhada, alim ulama, asatidz, dan para santri.
Adapun mensyukuri dengan perbuatan yaitu dengan melakukan aktivitas-aktivitas yang menunjukkan rasa syukur kita kepada Allah SWT. Bukan mengisinya dengan kemaksiatan tapi justru dengan amalan ketakwaan. Maka perlu kita evaluasi bagaimana cara bersyukur kita selama ini, jangan sampai ada cara-cara keliru yang kita lakukan.
Namun ternyata kemerdekaan yang kita rasakan saat ini yakni baru merdeka atau terbebas dari penjajahan dan dominasi dari bangsa-bangsa lain secara fisik saja. Lantas apakah kita sudah merasakan kemerdekaan yang hakiki atau sebenarnya? Karena pada faktanya hegemoni bangsa lain saat ini masih ada di negeri kita tercinta, contohnya penguasaan dalam bidang ekonomi, pendidikan, politik, dan sosial budaya.
Nyatanya negara kita belum memiliki kedaulatan penuh. Negeri ini masih dicengkram oleh kekuasaan asing. Lalu apa makna dari kemerdekaan hakiki? Kemerdekaan hakiki adalah ketika kita benar-benar bebas, merdeka, berdaulat agar hanya menghamba kepada Allah SWT semata seperti do’a yang sering kita baca dalam shalat:
“Sesungguhnya shalatku, ibadahku, hidupku, dan matiku, hanya bagi Allah Tuhan Semesta Alam.”
Selain itu Allah SWT memerintahkan manusia hanya untuk mengabdi kepada-Nya saja. Firman Allah SWT dalam QS. Adz-Dzariyat ayat 56 yang artinya: “Dan tidaklah Aku Menciptakan jin dan manusia kecuali agar mereka menyembah-Ku (beribadah kepada-Ku).”
Agar seluruh aktivitas manusia dapat bernilai ibadah di mata Allah SWT seperti dalam bidang sosbud, pendidikan, ekonomi, dan politik, maka haruslah semua aktivitas tersebut diatur dengan aturan-aturan dari Allah SWT bukan dengan menggunakan aturan buatan manusia.
Maka dari itu, perjuangan kita saat ini adalah berjuang untuk bisa meraih kemerdekaan hakiki dengan dapat menerapkan aturannya dalam seluruh aspek kehidupan, sehingga kita dapat menjadikan negeri ini baldatun toyyibatun ghafur (negeri yang penuh dengan berkah dan ampunan Allah SWT).
Caranya tiada lain yakni kita sebagai umat Islam harus saling membantu dan menguatkan dalam kebenaran, bukan malah menjadi penjegal atau penghalang kebenaran.
Selain itu, kita harus siap dan ikhlas dalam mengorbankan apa pun yang ada pada diri kita untuk memperjuangkan Islam ini agar tegak di muka bumi menjadi rahmat bagi seluruh alam. Wallohu a’lam bi ash-shawab. []