BAGAIMANA cara meraih shalat khusyu? Allah Ta’ala berfirman :
” قَدْ أَفْلَحَ الْمُؤْمِنُـونَ الَّذِينَ هُمْ فِي صَلَاتِهِمْ خَاشِعُونَ “(المؤمنون : 1-2)
Sesungguhnya beruntunglah orang-orang yang beriman, (yaitu) orang-orang yang khusyu dalam shalatnya, (Al-Mu’minun ; 1-2 )
Ayat ini menjelaskan bahwa di antara sifat-sifat yang dimiliki oleh orang-orang mu’min, yang akan menyebabkan mereka beruntung, adalah kekhusyu’an dalam shalat mereka.
Ayat ini juga memberi isyarat, bahwa orang-orang mu’min yang khusyu’ dalam shalatnya, adalah benar-benar menjadi orang-orang yang beruntung. Mafhumnya, orang-orang mu’min yang tidak khusyu’ dalam shalatnya, adalah orang-orang yang merugi alias celaka. Apalagi orang-orang yang tidak shalat, dan orang-orang kafir tentunya lebih celaka lagi.
Pengertian khusyu’
Ada beberapa pengertian tentang khusyu’ yang diungkapkan oleh para ulama, antara lain:
1. Perasaan tenang, thuma’ninah, perlahan-lahan dan rendah hati, yang kesemuanya muncul dari rasa takut kepada Allah, dan merasa selalu diawasi oleh-Nya. (Tafsir Ibnu Katsir ; III/414)
2. Perasaan tunduk dalam hati dan merasa rendah diri di hadapan Allah (Madarij as-Saalikiin ; I/520)
Khusyu itu tempatnya di hati dan direalisasikan dengan gerak tubuh. Karena gerakan anggota tubuh senantiasa mengikuti hati. Apabila kekhusyuan yang ada dalam hati itu rusak, disebabkan kelalaian dan godaan syetan, maka rusak pula ibadah anggota tubuh yang lainnya.
Sesungguhnya hati itu ibarat seorang raja, sementara anggota tubuh yang lain ibarat prajurit-prajuritnya. Maka seluruh anggota tubuh itu mengikuti perintah hati, dan sesuai dengan perintah hatilah seluruh anggota tubuh melakukan satu perbuatan.
Hukum khusyu’
Khusyu’ dalam shalat hukumnya wajib. Allah berfirman :
” وَاسْتَعِينُوا بِالصَّبْرِ وَالصَّلَاةِ وَإِنَّهَا لَكَبِيرَةٌ إِلَّا عَلَى الْخَاشِعِينَ ” ( البقرة :45)
“Dan mintalah pertolongan (kepada Allah) dengan sabar dan (mengerjakan) shalat. Dan sesungguhnya yang demikian itu sungguh berat, kecuali bagi orang-orang yang khusyu,” (Al-Baqarah ; 45)
Syaikhul Islam berkata : “Ayat ini mengandung celaan terhadap orang-orang yang tidak khusyu’, dan menunjukkan wajibnya khusyu’ dalam shalat.
Keutamaan khusyu’
1. tentang khusyu dalam shalat wajib :
” خَمْسُ صَلَوَاتٍ افْتَرَضَهُنَّ اللَّهُ تَعَالَى مَنْ أَحْسَنَ وُضُوءَهُنَّ وَصَلَّاهُنَّ لِوَقْتِهِنَّ وَأَتَمَّ رُكُوعَهُنَّ وَخُشُوعَهُنَّ كَانَ لَهُ عَلَى اللَّهِ عَهْدٌ أَنْ يَغْفِرَ لَهُ ” (رواه أحمد وأبو داود)
“Lima shalat yang Allah Ta’ala wajibkan, barang siapa yang menyempurnakan wudhunya dan melaksanakannya tepat pada waktunya, serta menyempurnakan ruku’ dan khusyu’nya, maka Allah berjanji kepadanya untuk mengampuninya.” (H.R. Ahmad dan Abu Daud)
2. tentang khusyu’ dalam shalat sunnat :
” مَا مِنْ مُسْلِمٍ يَتَوَضَّأُ فَيُحْسِنُ وُضُوءهُ ثُمَّ يَقُومُ فَيُصَلِّي رَكْعَتَيْنِ مُقْبِلٌ عَلَيْهِمَا بِقَلْبِهِ وَوَجْهِهِ إِلَّا وَجَبَتْ لَهُ الْجَنَّةُ ” (رواه مسلم)
“Tidaklah seorang muslim berwudlu, dan menyempurnakan wudlunya lalu ia shalat dua raka’at, ia menghadap sepenuhnya dalam dua raka’at ini dengan hati dan wajahnya, kecuali telah pasti baginya surga.” (H.R. Muslim)
Sulitnya khusyu’ dalam shalat
Khusyu’ dalam shalat itu tidak mudah, Rasulullah shalallahu alaihi wasallam bersabda, “Perkara yang pertama kali diangkat dari umat ini adalah khusyuk sampai tak terlihat orang yang khusyuk di dalam shalatnya.” (HR. Ath-Thabrani, dengan sanad hasan. Lihat Shahih At-Targhib wa At-Tarhib, 1:288).
Rasulullah shalallahu alaihi wasallam bersabda, “Ada yang selesai dari shalatnya, tetapi ia hanya mendapatkan sepersepuluh, sepersembilan, seperdelapan, sepertujuh, seperenam, seperlima, seperempat, sepertiga, dan separuhnya.” (HR. Abu Daud, no. 796; An-Nasai dalam Al-Kubra, 1:316; Ahmad, 31:189)
BACA JUGA: Tidak Khusyu saat Shalat, Apakah Diterima Allah?
Sahabat Hudzaifah Radhiyallahu anhu berkata : “Yang pertama kali hilang dari agama kalian adalah khusyu’, dan yang terakhir kali hilang dari agama kalian adalah shalat. Kadang-kadang seseorang yang shalat tidak ada kebaikannya, dan hampir-hampir engkau masuk masjid tanpa menjumpai di dalamnya seorang pun yang khusyu’”. (al-Madarij 1/521).
Tidak semua orang bisa khusyu’ dalam shalatnya. Orang yang mampu mengosongkan hatinya hanya untuk shalat, ia sibuk dengan shalatnya, berpaling dari selainnya, ia pun mendahulukan urusan shalat dari urusan yang lainnya, maka ketika itulah shalat menjadi istirahat dan sumber kebahagiaannya. Hanya orang seperti inilah yang mampu merasakan ni’matnya khusyu’ dalam shalat.
Orang-orang yang khusyu’ dalam shalatnya.
Rasulullah adalah teladan utama kita, dalam mencapai kesempurnaan khusyu’ dalam shalat. Beliau telah berhasil menjadikan shalat sebagai penyejuk hati, pencipta kedamaian, pelepas kepenatan. perhatikanlah sabdanya :
” وَجُعِلَ قُرَّةُ عَيْنِي فِي الصَّلَاةِ “
“Dan telah dijadikan kebahagiaanku, di dalam shalat.” (HR. An-Nasai)
Maka janganlah heran, bila Rasulullah biasa shalat berlama-lama, karena memang beliau telah merasakan ni’matnya shalat, karena kekhusyuannya.
Aisyah radhiyallahu anhaa menceritakan :
” أَنَّ نَبِيَّ اللَّهِ كَانَ يَقُومُ مِنَ اللَّيْلِ حَتَّى تَتَفَطَّرَ قَدَمَاهُ ” (رواه البخاري)
“Sesungguhnya Nabi shalallahu alaihi wasallam selalu berdiri (shalat) di malam hari, sampai bengkak kedua kakinya.“ (H.R. Bukhari)
Para shahabat Rasulullah pun memberi contoh kepada kita, akan ni’matnya shalat dalam kekhusyuan mereka.
Abdullah bin Abbas adalah sepupu Rasulullah, putra Abbas bin Abdul Muththalib. Beliau senantiasa shalat malam sampai shubuh, sambil menangis mentadabburi ayat-ayat yang ia baca.
Kadang ia hanya shalat dua raka’at saja semalaman, dengan mengulang-ulang surat Al-Ikhlash sambil menangis, sampai datang waktu shubuh. Ia berpesan kepada kita: “Shalat dua raka’at dengan penuh tadabbur, adalah lebih baik daripada shalat semalam suntuk, tapi hatinya lalai”
Abdullah bin Zubair adalah putra dari Zubair bin Awwam dan Asma binti Abu Bakr. Bila ia sedang shalat, ia berdiri bagaikan bambu yang menancap, karena khusyu’nya. Pernah ia sujud, kemudian beberapa ekor burung hinggap di punggungnya, ia sedikitpun tidak bergerak.
Pada suatu hari, ketika ia sedang shalat di Hijr Isma’il (di depan Ka’bah), tiba-tiba sebuah batu manjaniq (senjata sejenis ketepel) mengenai tubuhnya, namun ia tidak bergeming.
BACA JUGA: Ini 5 Tingkatan Khusyuk dalam Shalat
Dari kalangan ulama setelah generasi shahabat, banyak pula diriwayatkan tentang kekhusyuan mereka. Di antara mereka adalah Imam Muhammad bin Isma’il al-Bukhari, yang lebih dikenal dengan nama Imam Bukhari, pengarang kitab hadits shahih Bukhari.
Suatu ketika ia shalat bersama murid-muridnya. Setelah selesai shalat, ia berkata kepada salah seorang muridnya: “Coba lihat ada apa di punggung saya! Ketika shalat tadi saya merasa seperti ada yang menyengat.”
Ketika dilihat oleh muridnya, ternyata di punggung Imam Bukhari, ada seekor zanbur (sejenis lebah), dan terlihat di kulit punggungnya itu, sekitar tujuh belas lobang sengatan.
Wallahu a’lam. []
Sumber: Sebagian besar dikutip dari tulisan ustadz Dr. Ade Hermansyah, Lc. M.Pd. (Mudir ‘aam pesantren Al-Ma’tuq)