TIDAK dapat dipungkiri lagi do’a bagi seorang muslim merupakan ibadah yang sangat agung dan utama. Ia adalah ibadah yang jika dilaksanakan akan mendatangkan kebaikan, keberuntungan dan kebahagiaan. Mulai dari Nabi pertama Adam a’alaihissalam hingga penutup nabi al-amiin Rasulullah shallallahu’alaihi wasallam pernah dan bahkan sering menjadikan do’a sebagai kebutuhan yang harus dipenuhi sehari-hari.
Allah Subhanahu Wata’ala berfirman: “…Berdo’alah kepadaku, niscaya akan Aku kabulkan do’amu…” (QS.al-Mukmin:60)
Berdo’a adalah hak Allah yang harus dipenuhi. Ia merupakan inti ibadah seorang muslim, sebab dengan do’alah manusia akan menunjukkan betapa fakir dan tak berdayanya dirinya tanpa pertolongan dari Allah Ta’ala. Dengan berdo’a pula kita akan melihat bagaimana seorang hamba merasa rendah diri dan hina serta tidak mampu mendatangkan manfaat bagi diri dan dan lingkungan sekitarnya kecuali atas kehendak Allah Ta’ala. Dan dengan berdo’alah seorang hamba akan merasakan lebih dekat kepada Rabbnya.
Dalam hadist shahih Rasulullah shallallahu’alaihi wasallam berdo’a dan beliau ingin agar segera dikabulkan. Seperti do’a meminta hujan atau do’abeliau ketika perang badar dan lain-lain.
Rasulullah shallallahu’alaihi wasallam bersabda “Do’a seorang hamba akan senantiasa dikabulkan selama isi permintaannya tidak bersifat maksiat (dosa) atau untuk memutus tali silaturahmi dan selama ia tidak tegesa-gesa”. Ada yang bertanya: Wahai Rasulullah apakah yang dimaksud dengan tergesa-gesa?” Rasululah shallallahu’alaihi wasallam bersabda:” Seseorang berkata: “Aku telah berdo’a dan terus berdo’a, namun sampai sekarang doa’ku belum juga dikabulkan,” kemudian ia merasa putus asa dan akhirnya meninggalkan do’anya.”
Al-Hafidz Ibnu Hajar rahimahullah berkata: “Hadist ini mengajarkan tentang adab berdo’a yang harus dimiliki oleh setiap muslim dan setiap orang yang berdo’a agar jangan berputus asa dengan doa’nya. Akan tetapi,hendaklah tetap berserah diri dan menampakkan bahwa dirinya sangat memerlukan sesuatu yang sedang dimintanya.”
Akan tetapi pada realitanya, akan ada saja ditemukan banyaknya ibadah berupa permohonan, permintaan, pengharapan (do’a) yang tidak diijabah oleh Sang Pemilik langit dan bumi Allah Azza Wajalla baik berupa permintaan agar disembuhkan dari segala penyakit, bebas dari penderitaan atau permintaan-permintaan lainnya yang bersifat duniawi seperti penambahan harta, kenaikan pangkat dan yang lainnya. Apalagi barangkali saja do’a yang dipanjatkan telah benar-benar khusyu dan ikhlas. Akan tetapi mengapa do’a itu bisa tidak terkabul?
Salah satu sebabnya adalah karena manusia memiliki sifat tidak sabar dan tergesa-gesa. Sebagaimana Allah Ta’ala berfirman: “Manusia telah dijadikan (bertabiat) tergesa-gesa,” (QS.al-Anbiyaa’:37).
Syaikh Salim bin ‘Ied Al-Hilali hafidzahullah menjelaskan perihal hal tersebut bahwa “manusia adalah makhluk yang suka tergesa-gesa dan tergesa-gesa ini akan membuat sesuatu itu dipandang lambat. Sehingga mengakibatkan munculnya perasaan hilang harapan dan putus asa pada diri orang yang suka tergesa-gesa. Akhirnya ia tidak lagi berdo’a hingga mengakibatkan dirinya berpaling dari sebuah kebaikan.”
Sikap mental seperti cepat berputus asa terhadap permohonan yang dipanjatkan dalam doa merupakan ciri-ciri hamba yang tergesa-gesa dalam mencapai hasil dan tidak menghargai proses itu sendiri (do’a). Lihatilah contoh dari Nabi Musa a’alaihissalam yang berdoa kepada Allah Azza Wajalla ketika menghadapi kekejaman Fir’aun yang tidak sedikitpun menunjukkan keputus asaan dimana beliau berdoa dan hal tersebut termaktub di dalam surah Yunus:88
“Wahai Tuhan kami, sesungguhnya Engkau telah memberi kepada Fir’aun dan pemuka-pemuka kaumnya perhiasan dan hart kekayaan dalam kehidupan dunia. Wahai Tuhan kami (akibatnya) mereka menyesatkan (manusia) dari jalan-Mu. Wahai Tuhan kami, binasakanlah harta benda mereka, dan kunci matilah hati mereka, sehingga mereka tidak beriman sampai mereka melihat adzab yang pedih.”
Kemudian saudaranya Nabi Harun a’alaihissalam mengamini do’a Nabi Musa a’alaihissalam dan Allah pun menerima do’a keduanya dengan firman-Nya: “Dia (Allah) berfirman; Sesungguhnya telah diperkenankan permohonan kamu berdua, sebab itu tetaplah kamu berdua pada jalan yang lurus dan janganlah sekali-kali kamu berdua mengikuti jalan orang-orang yang tidak mengetahui.”(QS.Yunus:89)
Para ulama tafsir mengatakan bahwa jarak antara berdo’a dan dikabulkannya do’a Nabi Musa a’alaihissalam adalah terpaut rentang waktu selama 40 tahun lamanya. Masyaa Allah jarak waktu antara do’a dan dikabulkannya terpaut begitu lama, tetapi bagaimana Nabi Musa a’alaihissalam menunjukkan sifat sabar dan tidak tergesa-gesa dalam berdo’a.
Seorang muslim yang berdo’a tidak akan pernah jenuh menengadahkan tangannya, tersungkur bersujud, menggantungkan harapan dan permohonan kepada Allah Ta’ala ketika esok, lusa atau tahun depan do’anya belum terkabulkan. Sebab Allah Ta’ala mencintai orang-orang yang istiqomah dalam do’a walaupun permintaan yang diinginkan terebut belum terijabah. Seperti kisah-kisah para Nabi yang tiada bosan untuk berdo’a. Sebab ketika permohonan atau permintaan itu tidak dikabulkan di dunia boleh jadi di akhirat kelak. Atau Allah akan mengganti do’a itu dengan pahala lainnya. Dan juga boleh jadi Allah menunda pengabulan do’a tersebut agar kita semakin giat berdo’a kepadaNya. Allah Ta’ala sangat suka kepada hambaNya yang merasa rendah dan tidak memiliki kekuatan apapun kecuali atas keMaha KuasaanNya.
Wallahu a’la. []