DUBAI–Bulan suci Ramadhan memiliki tempat khusus bagi para ekspatriat di Dubai. Walau bukan Muslim, mereka ikut berpuasa selama beberapa tahun terakhir ini.
Dilansir dari Khaleej Times, Minggu (4/6/2017), mereka mengikuti puasa secara keseluruhan, berpantang makanan dan air dari fajar sampai senja. Selain itu, mereka menikmati aktivitas filantropi yang makin aktif selama Ramadhan.
Salah satunya Debbie Rogers, dara asli Inggris yang sudah di Uni Emirat Arab selama delapan tahun, dan sudah menemui Ramadhan empat pekan setelah tiba di Dubail. Keceriaan warga Dubai yang menyambut Ramadhan menarik rasa ingin tahunya.
“Saya kagum, ada pesta mewah, beberapa merayakannya bersama keluarga dan teman mereka, itu membuat saya berpikir dan ingin mencobanya sendiri,” kata Debbie.
Ia terlibat dalam kegiatan sukarela selama Ramadhan, dan akhirnya ikut menjalankan puasa. Pengalaman puasa pertamanya diakui begitu berat sampai tidak bisa memarkirkan mobilnya sendiri, dan pesimis kalau ia cuma bertahan dua hari saja.
Tapi, Debbie ternyata mampu melanjutkan puasanya ke hari ketiga, dan berlanjut selama bertahun-tahun. Bahkan, ia menentang, gagasan pemborosan makanan saat iftar, dan lebih suka berbuka bersama teman-teman Muslimnya karena lebih bermakna.
“Puasa telah membuat saya lebih menghargai makanan, saya selalu menurunkan berat badan selama Ramadhan, membagikan makanan kepada yang membutuhkan membuat saya merenungkan kenyataan betapa beruntungnya kita,” ujar Debbie.
Serupa, Ramadhan memberi kesan khusus bagi ekspatriat cantik asal Filipina, Marsha Liezl Urbi, yang sudah tinggal di Dubai selama 10 tahun. Berawal dari rasa menghargai teman sekamarnya, tahun ini jadi tahun kedelapan Marsha berpuasa.
Tiga hari pertama dirasa sebagai masa paling sulit karena tenaganya seakan terkuras habis. Setelah itu, tubuhnya jadi terbiasa, terlebih saat Marsha belajar pentingnya puasa, dan selalu ditunggu teman-temannya untuk berbuka bersama.
“Saya menjalankan (puasa) Ramadhan tapi dengan membaca doa Kristen yang saya yakini saat iftar dan imsak di pagi hari,” kata Marsha.
Seperti Debbie dan Marsha, Ramadhan memberi arti bagi Vanita Pandey, ekspatriat dari India yang sudah 9 tahun menikahi pria Muslim. Tapi, saat suaminya membaca Alquran, Vanita merasa ada kesamaan Islam dan Jainisme, yaitu anti-kekerasan.
Sebab, agamanya turut mengajarkan puasa selama beberapa hari selama Paryushana, walau berpuasa sebulan memiliki pola yang berbeda. Ia mengenang puasa pertamanya, saat perutnya terasa kembung dan dorongan untuk meminum air tidak lagi tertahankan.
Bahkan, dengan sahur di pagi hari, masih berat untuk Vanita beraktivitas sehari-hari. Tapi, perasaan tenang yang didapat dan refleksi diri yang diajarkan Ramadhan membuatnya terus bersyukur dan kuat menjalani puasa.
“Tujuan puasa adalah merasakan lapar dari orang-orang yang tidak memiliki makanan, ini membantu saya mengembangkan empati, mengenalkan tradisi dua agama ini kepada anak-anak dan tentu selalu merasa bersyukur,” ujar Vanita. []
Sumber: Republika