Oleh: Hamdi Mansyur
Anggota Forum Akselerasi Masyarakat Madani Indonesia (FAMMI)Depok
surat.hamdi40@gmail.com
ADA dua kata yang mudah diucapkan tetapi tidak mudah dipraktikkan, yaitu syukur dan sabar. Manakala diberi kesenangan dan kenikmatan seringkali manusia lupa bersyukur kepada Yang Maha Pemberi, Allah SWT. Banyak manusia terlena dengan kesenangan yang diberi sehingga alpa untuk bersyukur.
Ketika ditimpa kesusahan dan keburukan seringkali muncul keluh kesah dan sumpah serapah seolah-olah tidak mau menerima keadaan tersebut. Akhirnya ketidaksabaran mendominasi sikap dan perilakunya. Firman Allah : “Sesungguhnya manusia diciptakan bersifat keluh kesah lagi kikir. Apabila ia ditimpa kesusahan, ia berkeluh kesah. Apabila ia mendapat kebaikan, ia amat kikir, kecuali orang-orang yang mengerjakan sholat, yang tetap mengerjakan sholatnya.” (QS Al-Ma’arij : 19 – 22).
BACA JUGA: Belajarlah Mensyukuri Semua yang telah Allah Beri meski Itu adalah Hal yang Tak Anda Sukai
Bagi orang mukmin ketika memperoleh kebahagiaan dan kesusahan maka semuanya dianggap sebagai kebaikan. Rasulullah SAW bersabda: “Sungguh mengagumkan melihat urusan orang mukmin, baginya semua masalah adalah baik. Dan, sikap yang demikian tidaklah terjadi kecuali oleh orang yang beriman. Jika dia mendapatkan kebahagiaan dia bersyukur dan itu adalah hal yang baik baginya, dan jika dia mendapatkan keburukan dia bersabar, dan itu adalah hal baik baginya.” (HR. Muslim No. 2999). Beginilah potret manusia yang hatinya lapang dan jiwanya bersih dari angan-angan kosong dan impian yang melemahkan gairah hidup. Inilah manusia kaya yang sebenarnya, yaitu yang memiliki kekayaan jiwa.
Ungkapan rasa syukur tidak cukup hanya dengan ucapan alhamdulillah, tetapi tampak dalam sikap hidup yang selalu memanfaatkan sebaik-baiknya nikmat Allah dengan cara dan tujuan yanag baik pula. Seorang hamba yang bersyukur juga tidak iri dan dengki terhadap anugerah yang Allah berikan kepada orang lain, serta selalu memperbaiki kualitas hubungan dengan Allah SWT (hablum minallah) dan hubungan dengan sesama (hablum minannaas).
Allah SWT membalas sikap syukur hamba-Nya dengan menambah kebaikan demi kebaikan. Tetapi jika hamba itu kufur terhadap nikmat yang telah diberikan maka tunggulah balasan berupa azab yang pedih. Firman-Nya: “Dan (ingatlah juga), ketika Tuhanmu memaklumkan : “Sesungguhnya jika kamu bersyukur, pasti Kami akan menambah (nikmat) kepadamu, dan jika kamu mengingkari (nikmat-Ku), maka sesungguhnya azab-Ku sangat pedih.” (QS Ibrahim : 7)
Nabi Muhammad SAW mencontohkan bagaimana caranya bersyukur kepada Allah Yang Maha Pemberi. ‘Aisyah ra. menceritakan tentang ibadah Rasulullah SAW: “Bahwa Nabi SAW berdiri pada shalat malam (tahajud) sampai bengkak kedua kakinya, lalu aku berkata kepadanya : “Kenapa kau lakukan ini wahai Rasulullah? Padahal Allah telah mengampunimu baik dosa yang lalu dan yang akan datang?” Beliau menjawab, “Tidakkah aku suka jika aku menjadi hamba yang bersyukur?” (HR Bukhari No. 1078).
Imam Ibnu Qudamah ra. mengisahkan tentang seorang ulama yang shalih, yaitu Imam Fudhail bin ‘Iyadh. Suatu malam beliau sedang shalat tahajud dan tanpa sepengetahuannya anak laki-lakinya mengikutinya menjadi makmum. Saat tiba Imam Fudhail membaca satu ayat Alquran yang memilukan hati anak itu, lalu anaknya terjatuh dan wafat.
Keesokan harinya banyak orang bertakziah ke rumah sang ulama sebagai rasa ikut berduka. Tetapi Imam Fudhail bin ‘Iyadh justru mengeluarkan ucapan yang mengherankan bagi manusia saat itu. Beliau tidak bersedih dan tak ada air mata yang menetes, justru senyumanlah yang terlihat dari wajahnya. Beliau berucap, “Jangan kalian kira aku sedang bersedih, justru aku bergembira dengan wafatnya anakku ini karena dia wafat dalam keadaan khusnul khatimah.”
BACA JUGA: Bersyukurlah Memiliki Teman yang jadi Alarm Kebaikan
Imam Fudhail bin ‘Iyadh bukan sedang berduka cita dan bersabar, tetapi beliau sedang bergembira dan bersyukur karena putranya wafat dalam keadaan yang sangat bagus, yaitu ketika shalat tahajud. Sungguh jika bukan karena tawakkal yang mendalam, sikap seperti ulama nan shalih itu adalah sikap yang sangat sulit dilakukan manusia zaman sekarang.
Semoga kita bisa mencontoh bagaimana seharusnya seorang hamba bersyukur kepada Tuhannya sebagaimana yang dilakukan oleh para nabi, sahabat dan orang-orang yang shalih. Dengan sikap bersyukur yang benar sesuai tuntunan syari’at-Nya insyaAllah kita bisa meraih manisnya syukur dan memperoleh limpahan kebaikan dari Allah SWT. Aamiin. []
OPINI adalah kiriman pembaca Islampos. Kirim OPINI Anda lewat imel ke: islampos@gmail.com, paling banyak dua (2) halaman MS Word. Sertakan biodata singkat dan foto diri. Isi dari OPINI di luar tanggung jawab redaksi Islampos.