SEBUT dia Ofi. Ia baru masuk kelas satu SD di salah satu sekolah milik pemerintah. Suatu hari ibunya datang ke sekolah kami. “Bu, kalau anak saya dipindahkan ke sini kira kira Ibu akan menerimanya tidak?” tanya Mama Ofi.
“Lho, memangnya ada masalah apa Mama Ofi, sampai Ofi harus dipindahkan?” tanya saya penasaran.
“Semester satu lalu, Ofi tidak diberi buku rapot oleh gurunya,” dengan suara tercekat ia menghentikan ceritanya.
“Memangnya kenapa? Apakah gurunya menjelaskan alasannya?” saya mencecarnya dengan pertanyaan karena penasaran.
“Gurunya bilang gak ada yang bisa dinilai dari Ofi. Apanya yang mau ditulis, katanya. Ofi nakal, setiap hari kerjanya jalan-jalan. Gak mau denger guru. Buku tulis selalu kosong. Dia anak yang merepotkan. Guru nya bilang, gak ada nilai yang bisa dimasukan ke rapot dari Ofi,” ia berhenti, isak tangis mulai terdengar.
Saya menarik nafas kemudian menjelaskan apa-apa saja yang harus diketahui Mama Ofi jika ingin anaknya pindah ke sekolah kami. Mama Ofi menyanggupi semua aturan yang saya sampaikan. Alhasil, keesokan harinya Ofi mulai bersekolah.
Beberapa waktu lalu, sahabat mama Ofi mengirim messenger kepada saya.
“Bismillah, saya mau nulis sesuatu yang melow ah, hehehe, baru saja saya bertemu Ofi. Takjub sekali. Dia komunikasi dua arah dengan saya. Dia menceritakan kegiatan sekolahnya, jumlah temannya dan nama-nama mereka. Yang membuat kami tak bisa menahan haru, ketika dia meminta saya membuka Al-Quran, ternyata dia ingin memuraja’ah Surat An-Naba dan Surat An-Naziaat. Dia membacanya sampai selesai. Masyaa Allah,” tukasnya.
Selepas membaca pesan dari seorang teman ini, saya tak bisa menahan haru, menangis tersedu, sendiri di kamar. Tak henti-hentinya bersyukur atas pertolongan Allah pada kami semua.
Ofi anak buangan, yang dianggap seonggok sampah di sekolah lamanya. Ternyata Ofi memiliki kemampuan yang sama dengan teman-teman lain jika guru memahami tahap perkembangannya.
Sepertinya Ofi nyaman di sekolah sekarang. Karena kami membangun pola interaksi masing masing individu didasarkan pada sikap saling menghormati. Pola interaksi ini harus dibangun seimbang. Guru nyaman, murid pun nyaman. Bila anak merasa nyaman, maka otak pusat berpikirnya akan tersambung dengan informasi yang diterima oleh kelima inderanya. Nah, oleh karena itu ia akan bisa berpikir. Ia bisa menerima semua pengetahuan yang diberikan oleh guru dan lingkungannya.
Membaca, menulis, berhitung dan berpikir adalah pengetahuan dasar yang dibutuhkan untuk membangun pola-pola interaksi. Penting dipahamkan kepada anak agar ia mampu membaca diri sendiri, membaca orang lain, kemudian menganalisisnya. Howard Gardner mengatakan bahwa untuk hidup sukses, manusia tidak cukup hanya memiliki satu atau dua kecerdasan saja. Namun perlu memiliki banyak kecerdasan. Maka di sekolah kami, Ofi diberi pijakan agar ia mampu membangun kecerdasan majemuknya.
Walaupun belum maksimal, namun Alhamdulillah, seorang anak buangan bisa menerima materi yang kami alirkan padanya setiap hari. Buku Laporan Perkembangan pun siap kami berikan saat akhir tahun ajaran nanti. []