Oleh: Hervilorra Eldira DMG, S.ST
SAAT ini dunia paling banyak dihuni dari golongan Generasi Millenial. Disebut pula generasi Y, istilah yang saat ini akrab di telinga kita. Para pakar menggolongkan generasi ini adalah mereka yang lahir pada tahun 1980-an, 1990, atau pada awal 2000, dan seterusnya. Produk teknologi akan mengikuti gaya hidup masyarakat millennial. Sebab, pergeseran perilaku turut berubah beriringan dengan teknologi.
Hal ini dapat dilihat dari jumlah remaja yang mengkonsumsi layanan streaming kian banyak. Hingga 2011 silam hanya ada sekitar tujuh persen remaja berusia 16 – 19 tahun yang menonton video melalui Youtube. Rata-rata mereka menghabiskan waktu di depan layar perangkat mobile sekitar tiga jam sehari. Angka tersebut melambung empat tahun kemudian menjadi 20 persen.
Waktu yang dialokasikan untuk menonton streaming juga meningkat tiga kali lipat. Fakta tersebut membuktikan, perilaku generasi millennial sudah tak bisa dilepaskan dari menonton video secara daring. (sumber: Kominfo)
BACA JUGA: Ini Dia 6 Selebram Muslim yang Keren dan Inspiratif di Kalangan Milenial
Media sosial telah menjadi platform untuk mendapatkan informasi. Tren tersebut sudah terbukti dari berbagai peristiwa penting di negeri ini, bahwa masyarakat telah mengandalkan medsos (baca:media sosial) sebagai sumber informasi terkini. “No Gadget, No Life,” Indonesia juga memiliki peringkat teratas secara global dalam penggunaan ponsel pintar.
Budaya “Sharing and Posting”
Generasi Millenial sangat suka sekali posting. Berbagi berbagai kondisi dan situasi dengan bermacam ekspektasi. Namun, produk teknologi ini seperti dua sisi mata uang. Di satu sisi, informasi apapun akan cepat tersampaikan. Sedang di sisi yang lain, jika tidak memahami nilai-nilai yang harus dipegang teguh, bisa menjadi bomerang bagi pengguna.
Nilai-nilai liberal telah merasuk ke dalam sebagian benak Generasi Millenial. Gaya hidup hedonis yang diimplementasikan ke dalam 3F (fun, food and fashion) sudah mulai dirasakan. Berbuat apa saja demi mencari kesenangan dan kenikmatan dunia tanpa mengindahkan nilai moral apalagi agama.
Berapa kali nurani kita terketuk melihat kondisi Generasi Millenial sekarang yang kian jauh dari nilai agama dan moral? Berapa kali akal kita dipaksa untuk berpikir seberapa jauh para muda-mudi ini telah mengimplementasikan nilai-nilai liberal dalam kehidupan mereka?
Di Balikpapan diberitakan oleh news.okezone.com, Remaja berusia 18 tahun tega membunuh bayi yang baru dilahirkan dengan menyumpal mulutnya dengan tissue di toilet RSUD (28/7/2019). Dengan alasan belum siap menikah dan punya anak. Dua bulan sebelumnya, kejadian yang sama juga terjadi di Makassar. Remaja 18 tahun, karena malu hamil diluar nikah tega menikam bayi yang juga baru dilahirkannya. (news.detik.com; 10/5/2019)
Free sex adalah salah satu raport merah hasil budaya “Sharing and Posting” yang tidak terkontrol di media sosial. Berkenalan dengan lawan jenis, berpacaran, lalu having sex, dan akhirnya hamil di luar nikah. Tontonan berbau pornografi diakses sebagian besar Generasi Millenial. Menghasilkan Split Personality, berani berbuat tapi tidak siap bertanggung jawab. Hal ini dikarenakan pengguna media sosial tidak terbekali dengan ilmu. Utamanya ilmu agama yang akan menjelaskan mana yang halal dan haram untuk dikonsumsi.
Media Sosial dan Dakwah
Media Sosial adalah bagian dari produk madaniyah. Dalam kitab Nidham Islam karya Imam Taqiyuddin an-Nabhani dijelaskan madaniyah yang berasal dari hadharah Islam, tentu boleh digunakan, begitu pun madaniyah yang sifatnya umum dan universal, bukan berasal dari hadharah Barat, maka itu pun hukumnya mubah. Contohnya adalah produk teknologi, transportasi, media sosial dan lain-lain.
Berkaitan dengan madaniyah, Rasulullah pernah menggunakan senjata Dababah dan Manjaniq buatan non-muslim. Dababah adalah sebuah alat tempur yang memiliki moncong berupa kayu besar yang digunakan untuk menggempur pintu benteng musuh. Rasulullah SAW juga pernah menggunakan senjata Manjaniq dalam Perang Khaibar ketika menggempur benteng An Nizar milik Yahudi Bani Khaibar. Manjaniq adalah sebuah ketapel raksasa yang biasa digunakan oleh orang Romawi dalam menggempur lawan.
Demikian pula Rasulullah pernah membuat parit di sekitar kota Madinah dalam Perang Khandaq. Salman Al Farisi, sahabat Rasulullah yang berasal dari Persia mengusulkan agar di sekeliling kota Madinah digali parit sebagaimana ia dulu pernah membuatnya bersama orang-orang Parsi.
Kemudian, Umar bin Khatab juga pernah mengadopsi berbagai sistem administrasi orang-orang Romawi dan Persia untuk mengurus sistem administrasi Daulah Islamiyah. Berbagai fakta di atas menunjukkan bahwa hasil peradaban umat selain umat Islam halal untuk diambil selama tidak mengandung pemahaman dan pandangan hidup tertentu.
Sejatinya, media sosial mampu menjadi salah satu wasilah (baca:perantara) dakwah. Menyampaikan yang ma’ruf dan mencegah dari munkar. Melihat begitu besarnya waktu yang diberikan Generasi Millenial untuk berinteraksi dengan Media Sosial. Ada tiga hal yang bisa kita perhatikan:
Pertama, jika kita belum bisa membuat karya sendiri berupa tulisan atau tayangan yang bermanfaat, maka optimalkan untuk melakukan re-posting dan re-sharing dari hal-hal yang baik dan bermanfaat dari pengguna lain. Tentunya setelah dirasa, postingan itu bebas untuk di repost (baca: posting ulang) atau telah diberikan ijin dari sumbernya. Rasulullah SAW bersabda:
“Barangsiapa yang menunjuki kepada kebaikan maka dia akan mendapatkan pahala seperti pahala orang yang mengerjakannya” (HR. Muslim no. 1893).
Kedua, tidak membiarkan waktu luang sia-sia dengan banyak melihat hal-hal berbau kemubahan apalagi sampai kepada hal-hal yang haram. Follow (baca:mengikuti) akun orang-orang yang berilmu, yang dirasa kita bisa mengambil manfaat ilmu darinya. Sebaliknya, jangan mem-follow akun orang-orang yang akan mengajak kita kepada kemubahan yang banyak dan tidak bermanfaat apalagi kemaksiatan. Karena Ibnu Qayyim Al-Jauziyah rahimahullah berkata, “Jika dirimu tidak disibukkan dengan hal-hal yang baik, pasti akan disibukkan dengan hal-hal yang batil”.
Ketiga, menyadari bahwa era millennial adalah juga merupakan bagian dari perang pemikiran. Sehingga menyibukkan diri untuk memahami ilmu agama sekaligus menggunakan kemampuan sebesar-besarnya untuk meningkatkan kemampuan dalam mempelajari teknologi semampu kita dengan tujuan untuk ikut serta dalam kebangkitan umat dan dakwah Islam. Wallahu’alam. []
OPINI ini adalah kiriman pembaca Islampos. Kirim OPINI Anda lewat imel ke: islampos@gmail.com, paling banyak dua (2) halaman MS Word. Sertakan biodata singkat dan foto diri. Isi dari OPINI di luar tanggung jawab redaksi Islampos.