MEDAN–Puluhan orang terlihat berkumpul di salah satu rumah di Jalan Sampul, Kecamatan Medan Petisah, Kota Medan, Sumatera Utara. Sekilas mereka terlihat seperti kebanyakan Muslim lain yang sedang tadarusan dengan membacakan ayat-ayat suci Alquran. Bedanya, Alquran mereka gunakan beraksara braille atau tulisan sentuh.
Jamaah tadarus itu adalah para penyandang disabilitas yang tergabung dalam Persatuan Tunanetra Indonesia (Pertuni) Sumatera Utara. “Ada sekitar 60 orang yang mengikuti tadarus hari ini,” kata Wakil Ketua DPD Pertuni Sumut, Saiful Bakti Daulay, Kamis (1/6/2017).
Saiful mengatakan, peserta tadarus terdiri dari para penyandang tunanetra yang remaja maupun orangtua. Mereka secara bergantian membaca ayat-ayat suci dengan menggerakkan jari-jari mereka di Alquran beraksara braille. Sementara yang lain ikut menyimak.
“Kita mulai jam 10 pagi sampai jam 12 siang. Kita bagi menjadi tiga kelompok. Kelompok pertama melaksanakan tadarus di ruang utama kantor. Seluruhnya kaum ibu. Kelompok kedua di musala belakang kantor. Lalu satu kelompok lagi, yang seluruhnya laki-laki, melaksanakan pengajian di pondok di halaman belakang kantor. Semuanya bergantian membaca Alquran, saling menyimak dan saling mengoreksi. Mereka dituntun 3 orang instruktur,” jelasnya.
Pengajian Alquran yang mereka lakukan ini, kata Saiful, dilaksanakan setiap Kamis. Namun, khusus di bulan Ramadan ini, pengajian digelar sampai khataman.
“Iya khusus Ramadan sampai khataman. Kalau di luar Ramadan ya pengajian biasa. Ini semua berawal dari minat mereka sendiri untuk membaca Alquran. Sudah sekitar 10 tahun kegiatan tadarus ini berlangsung. Selain itu di rumah masing-masing mereka juga mengaji 1 juz 1 hari,” tukas Saiful.
Minat untuk Tadarus bersama, tak hanya dari para tunanetra yang ada di Medan. Sejumlah peserta tadarus juga datang dari Deliserdang. Mereka datang dengan menggunakan becak motor.
“Peserta tadarus mendapat uang transportasi sebanyak Rp20 ribu untuk ongkos becak motor. Untuk ongkos becak itu sekitar Rp40 ribu sampai Rp 50 ribu. Jadi, kekurangan ongkos itu peserta yang menanggungnya. Untuk tenaga pengajar honornya Rp75 ribu sekali mengajar,” ujar Saiful.
Saiful menerangkan, sejauh ini dana tersebut diperoleh dari donatur. Sementara, bantuan dari pemerintah setempat belum ada.
“Kendala kami di transport untuk peserta. Masih terbatas. Sebenarnya, banyak peminat peserta tadarus ini. Tapi, kita kendala di transport,” terangnya.
“Belum ada perhatian dari pemerintah setempat. Kita berharap pemerintah terlibat. Transportasi yang dibutuhkan. Kegiatan ini tujuannya kan untuk lebih memahami Alquran. Untuk saat ini, Alquran braille sudah mencukupi,” sambung dia.
Raihan Ramadhan (12) salah seorang peserta tadarusan mengaku senang dan gembira belajar Alquran, terutama di bulan Ramadan. “Kalau tadarus (setiap Kamis) sudah juz 14, kalau pengajian setiap hari Minggu sudah juz 18,” ucap Raihan
Raihan menjadi tunanetra sejak bayi. Ketika usianya 1 tahun dokter mendiagnosanya menderita kanker mata atau retinablastoma. Setelah menjalani 11 kali kemoterapi, bocah yang tinggal bersama keluarganya di Jalan Bromo Medan itu diputuskan matanya diangkat, karena sel kanker dapat menyerang otaknya.
“Saat ini Raihan sudah naik ke kelas V di Sekolah Luar Biasa (SLB) A Karya Murni, Jalan Karya Wisata. Dia selalu rangking 1 di sekolah. Tapi kan sekolah itu sekolah Katolik, mutunya baik, tapi di sana tidak mendapatkan pendidikan Agama Islam, makanya saya antar anak saya ke sini,” ucap Prima (39) ibu dari Raihan.
Pelaksanaan tadarusan oleh para penyandang tunanetra ini diapresiasi oleh warga. Salah seorang warga, Hilda (34) mengatakan, ia sangat memuji konsistensi Pertuni dan para anggotanya dalam menjalankan tadarusan.
“Setiap tahun begitu. Salut kita. Kadang-kadang kita yang malu. Kita yang sehat dan secara fisik tidak ada gangguan malah enggak menjalankan tadarusan,”sebutnya.
Apresiasi serupa juga disebut oleh Nanda (29). Ia pun berharap semangat para tunanetra menjalankan sunnah memperbanyak membaca Al Quran ini kepada masyarakat umum.
“Saya ingin sekali ikut bersama mereka. Supaya bisa merasakan juga apa yang mereka rasakan. Sebagai sesama manusia, saya rasa kita perlu berempati dan bersimpati terhadap mereka,”tukasnya. []
Sumber: Okezone