Oleh: Ahmad Yusuf Abdurrohman, ahmad.yusuf.abdurrohman@gmail.com
JIKA kita perhatikan di sekeliling kita, terkadang ada beberapa orang yang takut melakukan kesalahan jika sedang diawasi oleh atasannya. Akan dilakukannya segala pekerjaan dengan kesungguhan dan penuh kehati-hatian. Namun, ketika sendirian dia seakan tak peduli dan dengan santainya melakukan kesalahan tersebut. Bahkan, terkadang tanpa rasa bersalah sedikitpun, pekerjaan itu dilakukannya dengan asal-asalan.
Begitu pula dalam hubungan kita dengan Allah. Terkadang, ada orang yang terlihat khusyuk beribadah kepada-Nya di waktu dalam keramaian manusia. Namun, ketika dalam kesendiriannya dia melakukan perbuatan dosa.
Padahal, Allah mengetahui apa yang kita lakukan; di manapun kapanpun dan dalam kondisi bagaimanapun. Maka selayaknya bagi kita untuk merasa bahwa diri ini selalu diawasi oleh-Nya.
Tak heran, satu dari tujuh golongan yang akan mendapatkan naungan dari-Nya di hari mahsyar kelak adalah orang yang dalam kesendiriannya selalu ingat serta merasa diawasi oleh-Nya. “Seseorang yang berdzikir (mengingat) Allah dalam kesendirian sehingga meneteslah air mata dari kedua matanya.” [1]
Nah, ada sebuah kisah menarik yang berkaitan dengan apa yang kita bahas.
Pada zaman Umar Ibnu Khattab menjadi khalifah, ada suatu peraturan yang dikeluarkan oleh beliau. Peraturan ini, berkaitan dengan susu yang dijual. Saat itu, sering didapati para penjual yang mencampur susu dagangannya dengan air. Ini termasuk penipuan.
Maka, Khalifah Umar segera mengeluarkan peraturan yang melarang hal tersebut.
Sudah menjadi kebiasaan Khalifah Umar ketika malam hari, berkeliling melihat keadaan rakyatnya secara langsung. Dan suatu malam, beliau berjalan di pinggiran kota. Ketka melewari rumah seorang penjual susu, tiba-tiba beliau mendengar suara seorang wanita tua memerintah anak perempuannya, “Campurlah susu yang akan kita jual dengan air.”
Namun ternyata, sang anak menolak. “Bagaimana aku akan mencampurnya, bukankah Amirul Mukminin telah meralang?” sanggahnya. Ibunya pun menjawab, “Semua orang telah melakukannya. Jadikanlah susu yang kita jual ini, sebagaimana susu yang mereka jual. Amirul Mukminin tak akan mengetahuinya.”
Sang anak tetap menolak seraya berkata, “Meskipun Amirul Mukminin tidak mengetahuinya, akan tetapi Allah mengetahuinya. Tak akan kulakukan.”
Khalifah Umar, kagum ketika mendengar apa yang diucapkan oleh perempuan tersebut. Di hari berikutnya, beliau memerintahkan anaknya yang bernama Ashim untuk menikahi perempuan itu. “Semoga dia melahirkan keturunan yang baik,” ucapnya.
Ashim menikahinya, lalu dari pernikahan itu lahirlah seorang wanita yang kemudian dijadikan istri oleh Khalifah Daulah Umawiyah; Abdul Aziz Ibnu Marwan. Dari pernikahan inilah, lahir seorang khalifah yang terkenal adil saat memerintah; Khalifah Umar Ibnu Abdul Aziz. [2]
Jadi, tetaplah lakukan apapun yang terbaik dalam kondisi sendirian ataupun bersama dengan banyak manusia. Karena, Allah selalu melihatnya. []
Referensi:
[1] HR. Bukhari no. 1334 dan Muslim no. 1712
[2] Dikutip dari kitab Nihayatul Arib karya Annuairy 3/238 dengan beberapa perubahan.
Jakarta, 28 Mei 2015
Kirim RENUNGAN Anda lewat imel ke: islampos@gmail.com, paling banyak dua (2) halaman MS Word.