VAKSIN merupakan obat untuk menangkal penyakit yang disebabkan virus. Metode vaksinasi kini banyak digunakan dalam pengobatan modern. Vaksinasi dipercaya sebagai metode paling efektif untuk mencegah penyakit menular. Demikian juga pada kasus virus corona, seperti SARS dan MERS, pengobatan dilakukan dengan vaksinasi.
Siapa penemu metode yang luar biasa ini?
Di dunia Islam, metode vaksinasi bermula dari penemuan seorang ilmuwan muslim bernama Abu Bakar Muhammad bin Zakaria ar-Razi atau dikenali sebagai Rhazes di dunia barat. Ar-Razi diketahui sebagai ilmuwan serbabisa dan dianggap sebagai salah satu ilmuwan terbesar dalam Islam. Dia adalah salah seorang pakar sains Iran yang hidup antara tahun 864 – 930. Ia lahir di Rayy, Teheran pada tahun 251 H/865 dan wafat pada tahun 313 H/925.
BACA JUGA: Inilah Ilmuwan dan Tokoh Sains Muslim yang Dilupakan Dunia
Bagaimana kisah dan kiprahnya?
Dikutip dari berbagai sumber, sejak mua, Ar-Razi telah mempelajari filsafat, kimia, matematika dan kesastraan. Dalam bidang kedokteran, ia berguru kepada Hunayn bin Ishaq di Baghdad. Sekembalinya ke Teheran, ia dipercaya untuk memimpin sebuah rumah sakit di Rayy. Nama Razi-nya berasal dari nama kota Rayy ini. Kota tersebut terletak di lembah selatan jajaran Dataran Tinggi Alborz yang berada di dekat Teheran, Iran. Di kota ini juga, Ibnu Sina menyelesaikan hampir seluruh karyanya.
Saat masih kecil, ar-Razi tertarik untuk menjadi penyanyi atau musisi tetapi dia kemudian lebih tertarik pada bidang alkemi. Pada umurnya yang ke-30, ar-Razi memutuskan untuk berhenti menekuni bidang alkemi dikarenakan berbagai eksperimen yang menyebabkan matanya menjadi cacat. Kemudian dia mencari dokter yang bisa menyembuhkan matanya, dan dari sinilah ar-Razi mulai mempelajari ilmu kedokteran.
Dia belajar ilmu kedokteran dari Ali ibnu Sahal at-Tabari, seorang dokter dan filsuf yang lahir di Merv. Dahulu, gurunya merupakan seorang Yahudi yang kemudian berpindah agama menjadi Islam setelah mengambil sumpah untuk menjadi pegawai kerajaan dibawah kekuasaan khalifah Abbasiyah, al-Mu’tashim. Ar-Razi kembali ke kampung halamannya. Dia kemudian dikenal sebagai seorang dokter. Lalu menjabat kepala Rumah Sakit di Rayy pada masa kekuasaan Mansur ibnu Ishaq, penguasa Samania.
Ar-Razi juga menulis at-Tibb al-Mansur yang khusus dipersembahkan untuk Mansur ibnu Ishaq.
Beberapa tahun kemudian, ar-Razi pindah ke Baghdad pada masa kekuasaan al-Muktafi dan menjadi kepala sebuah rumah sakit di Baghdad. Setelah kematian Khalifan al-Muktafi pada tahun 907 Masehi, ar-Razi memutuskan untuk kembali ke kota kelahirannya di Rayy, dimana dia mengumpulkan murid-muridnya. Dalam buku Ibnu Nadim yang berjudul Fihrist, ar-Razi diberikan gelar Syaikh karena dia memiliki banyak murid. Selain itu, ar-Razi dikenal sebagai dokter yang baik dan tidak membebani biaya pada pasiennya saat berobat kepadanya.
Selama hidupnya ar-Razi telah menulis sekitar 229 buku kedokteran. Berikut ini beberapa keunggulan ar-Razi di bidang kedokteran:
1. Ar-Razi adalah rang pertama yang membedakan antara cacar dan campak
2. Ar-Razi adalah dokter pertama yang menyusun buku tentang kedokteran anak.
3. Al-Razi adalah dokter pertama yang meneliti/mencobakan sebuah vaksin ke kera sebelum ke manusia langsung.
4. Al-Razi adalah dokter pertama yang menemukan penyakit batu ginjal serta pengobatannya.
5. Al-Razi mengobati orang pingsan karena sengatan matahari dengan cara memukul keras kedua telapak kakinya dengan tujuan untuk mengembalikan peredaran.
6. Ar-Razi mengompres seseorang yang sedang panas tinggi dengan merendam kain di alkohol saat tidak menemukan es batu dan meletakkan di dahi si penderita dan cara ini sudah dilakukannya 1000 tahun sebelum Paus Presnets.
7. Ar-Razi mendirikan sebuah rumah sakit. Dia meletakkan sebongkah daging yang digantung di suatu tempat, jika daging itu membusuk dalam waktu yang lama berarti menandakan bahwa daerah itu terbebas dari pencemaran dan cocok untuk dibuat rumah sakit, dan begitu pula sebaliknya.
Tak hanya soal penyakit, karya Ar Razi juga mengulas tentang etika kedokteran. Dia mengungkapkan bahwa tujuan menjadi dokter adalah untuk berbuat baik, bahkan sekalipun kepada musuh dan juga bermanfaat untuk masyarakat sekitar.
Sebagai seorang dokter utama di rumah sakit di Baghdad, ar-Razi merupakan orang pertama yang membuat penjelasan seputar penyakit cacar:
“Cacar terjadi ketika darah ‘mendidih’ dan terinfeksi, dimana kemudian hal ini akan mengakibatkan keluarnya uap. Kemudian darah muda (yang kelihatan seperti ekstrak basah di kulit) berubah menjadi darah yang makin banyak dan warnanya seperti anggur yang matang. Pada tahap ini, cacar diperlihatkan dalam bentuk gelembung pada minuman anggur. Penyakit ini dapat terjadi tidak hanya pada masa kanak-kanak, tetapi juga masa dewasa. Cara terbaik untuk menghindari penyakit ini adalah mencegah kontak dengan penyakit ini, karena kemungkinan wabah cacar bisa menjadi epidemi.”
Diagnosa ini kemudian dipuji oleh Ensiklopedia Britanika (1911) yang menulis: “Pernyataan pertama yang paling akurat dan tepercaya tentang adanya wabah ditemukan pada karya dokter Persia pada abad ke-9 yaitu Rhazes, dimana dia menjelaskan gejalanya secara jelas, patologi penyakit yang dijelaskan dengan perumpamaan fermentasi anggur dan cara mencegah wabah tersebut.”
Buku ar-Razi yaitu Al-Judari wal-Hasbah (Cacar dan Campak) adalah buku pertama yang membahas tentang cacar dan campak sebagai dua wabah yang berbeda. Buku ini kemudian diterjemahkan belasan kali ke dalam Latin dan bahasa Eropa lainnya.
Cara penjelasan yang tidak dogmatis dan kepatuhan pada prinsip Hippokrates dalam pengamatan klinis memperlihatkan cara berpikir ar-Razi dalam buku ini.
Berikut ini adalah penjelasan lanjutan ar-Razi: “Kemunculan cacar ditandai oleh demam yang berkelanjutan, rasa sakit pada punggung, gatal pada hidung dan mimpi yang buruk ketika tidur. Penyakit menjadi semakin parah ketika semua gejala tersebut bergabung dan gatal terasa di semua bagian tubuh. Bintik-bintik di muka mulai bermunculan dan terjadi perubahan warna merah pada muka dan kantung mata. Salah satu gejala lainnya adalah perasaan berat pada seluruh tubuh dan sakit pada tenggorokan.”
BACA JUGA: 3 Warisan Ilmuwan Muslim yang Bermanfaat Bagi Dunia
Menurut Moore J (1815) dalam bukunya “The History of The Smallpox”, Ar-Razi adalah adalah peletak dasar teori acquired immunity–imunitas bawaaan. Teori Ar-Razi itu kemudian mulai dikembangkan oleh para Ilmuan islam.
Proses yang dilakukan oleh ilmuan kekhilafahan masih berbentuk metode inokulasi, yang prosesnya mengacu pada infeksi virus cacar pada subkutan diambil dan diberikan ke individu lain. Namun, seperti yang sudah ditemukan oleh Ar-Razi terkait peletak dasar teori aquidered immunity, inokulasi memang memiliki resiko. Ada kekhawatiran bahwa penerima dapat mengembangkan cacar yang ada. Metode inokulasi ini kemudian disebut dengan metode variolasi.
Metode tersebut kemudian dikenal di Ottoman dan diadaptasi oleh seorang bangsawan Inggris, hingga akhirnya populer di Eropa hingga Amerika Serikat. Metode ini kemudian dipelajari lebih lanjut oleh Edward Jenner M.D., LL.D., F.R.S. yang kini dikenal sebagai penemu vaksinasi pertama di dunia. []