JAKARTA—Indonesian Judicial Reform Forum (IJRF) menggelar jumpa pers bertajuk ‘Mengukur Dampak Reformasi Hukum terhadap Kualitas Pelayanan Yudisial’. Salah satu yang menjadi sorotan yakni soal lamanya putusan hakim dalam sistem peradilan.
Dio Ashar Wicaksana dari Masyarakat Pemantau Peradilan Indonesia (Mappi) menjelaskan salah satu penyebabnya yakni beban perkara di Mahkamah Agung (MA) yang menumpuk.
Selain itu, masalah lain, yakni cepatnya putusan tidak dibarengi adanya reformasi pengetikan hasil putusan untuk diberikan kepada pengaju. Ia mengatakan hal itu membuat putusan pengadilan berlarut-larut dan dianggap tidak efisien.
“Para pengetik putusan itu bisa memakan waktu lama untuk mengetik dan menyalin lagi isi salinan putusan. Selain lamanya proses pengetikan, bisa jadi ada potensi korupsi,” katanya di Gedung Perpustakaan Nasional, Jakarta Pusat, Selasa (16/01/2018).
Ia mencontohkan soal kasus suap pegawai MA yang menunda eksekusi putusan lantaran pengetikan bisa ditahan maupun dipercepat.
Pihaknya lantas mengapresiasi capaian MA di akhir tahun kemarin yang menyederhanakan format putusan, di mana cukup 10 halaman saja.
“Harapannya hakim bisa memutus tidak terlalu lama sehingga para pencari keadilan bisa mendapat kepastian hukum dengan cepat,” imbuhnya.
Seperti diketahui, aturan baru tentang format putusan kasasi maupun peninjauan kembali (PK) direncanakan oleh MA sejak November tahun lalu. Ke depan, putusan perkara yang dibuat majelis Hakim Agung tak lebih dari 10 halaman saja di mana sebelumnya mencapai ribuan halaman. []
Reporter: Tommy