Oleh: Nida Nabila, nnida2345@gmail.com
HARUS diakui memang ketika membahas masalah ekonomi umat, semua pihak memiliki solusi versi sendiri untuk memberantas kemiskinan.
Namun sampai saat ini pemerintah dirasa seperti jalan di tempat. “Penulis tidak menyebut pemerintah gagal dalam mengatasi kemiskinan,” hanya saja pemerintah kurang serius mengatasi kemiskinan.
Contohnya standar penetapan kriteria kemiskinan yang rendah; paradigma saat ini menyatakan seseorang yang hidup di bawah garis kemiskinan adalah seseorang yang memiliki penghasilan kurang dari Rp. 350 ribu sebulan (www.bps.go.id, 2014) artinya bagi mereka yang memiliki penghasilan di bawah Rp. 11.500 sehari mereka dapat dikatakan miskin.
Lain halnya dengan kriteria kemiskinan yang dibuat oleh Bank Dunia meskipun sama sama menggunakan Basic Need Approach “pendekatan pemenuhan kebutuhan dasar,” standar nominalnya berbeda yakni seseorang yang memiliki penghasilan 38 Dollar per bulan (www.bps.go.id, 2016).
Jika dikonversi ke rupiah pada dollar januari 2017 maka jumlahnya Rp. 500 ribu/Bulan. Dapat disimpulkan bahwa seseorang dengan pengeluaran kurang dari lima ratus ribu sebulan maka seseorang tersebut dikategorikan penduduk miskin.
Jadi apabila teman-teman mahasiswa diberikan uang bidikmisi dalam satu bulan mulai dari Rp. 600 ribu sampai Rp. 950 ribu dinyatakan layak.
Penulis sendiri menyadari bahwa realita di lapangannya tidak mudah mengatur jumlah uang bisikmisi yang minimum tersebut.
Firman Allah SWT Al-Qur’an Surat Al-Baqarah Ayat 155 yang artinya, “Dan sungguh akan Kami berikan cobaan kepadamu, dengan sedikit ketakutan, kelaparan, kekurangan harta, jiwa dan buah-buahan. Dan berikanlah berita gembira kepada orang-orang yang sabar.”
Dalam ayat ini dijelaskan bahwa semua anak adam akan dihadapkan pada ketakutan dan kekurangan dan besabarlah bagi orang-orang yang menyatakan dalam dirinya beriman.
Namun apa yang terjadi ketika sudah bersabar, kemiskinan tetap saja ada?
Perlu disampaikan bahwa kalimat miskin dalam Al-Quran itu bukan tidak ada, yang ada adalah cukup. Karena dalam hadits Rasulullah SAW bersabda “Hamba berkata, “Harta-hartaku.” Bukankah hartanya itu hanyalah tiga: yang ia makan dan akan sirna, yang ia kenakan dan akan usang, yang ia beri yang sebenarnya harta yang ia kumpulkan. Harta selain itu akan sirna dan diberi pada orang-orang yang ia tinggalkan.” (HR. Muslim no. 2959)
Kalimat sederhananya apabila Anda memiliki jatah makan untuk satu hari saja Anda disebut kaya, karena belum tentu Anda akan hidup keesokan harinya ini konsep dasar nabi SAW.
Bahkan saking sayangnya Allah jikalau ada orang yang merasa miskin atau kekurangan Allah berikan zakat agar tidak kekurangan (supaya cukup) (QS. Surat At Taubah ayat 60), apabila masih merasa tidak cukup juga maka Allah berikan infaq (QS. Surat Al-Baqarah Ayat 215), apabila masih tidak cukup juga maka Allah berikan Shadaqoh (QS. Surat Al-Baqarah Ayat 261-263) ketika sudah diberikan zakat, infaq dan shadaqoh masih tidak merasa cukup harus diberikan apalagi agar Anda tidak miskin?
Ada konsep ilmiah yang menarik dan perlu teman-teman ketahui, kemiskinan tidaklah selalu bersifat materi karena hidup tidak sekadar mencari materi. Oleh karena itu guru besar sekaligus Dosen Institut Pertanian Bogor (IPB), Dr. Irfan Syauqi Beik membuat kategori kemiskinan menjadi 4.
Kuadran sejahtera (quadrant 1) yaitu ketika seseorang dapat memenuhi kebutuhan materi dan spiritualnya.
Kuadran kemiskinan material (quadrant II) yaitu ketika seseorang miskin secara materi namun kaya dari segi spiritualnya.
Kuadran kemiskinan spiritual (kuadrant III) yaitu ketika seseorang miskin secara spiritual namun kaya dari segi materinya. Sedangkan kuadran kemiskinan absolut (quadrant IV) yaitu ketika seseorang miskin materi dan spiritualnya.
Akhir kata dari penulis, kita sering merasa kurang bahkan tak jarang kita mengeluh hal ini wajar karena setiap anak adam lahir dengan membawa satu penyakit yakni toma’ cara mengatasinya perbanyak bersyukur, jangan biarkan perasaan nafsu mendominasi hati dan perbanyak ikut kajian sunah. Wallahu A’lam Bishawab. []