“Mimpi itu ada tiga : mimpi yang baik adalah khabar gembira dari Allah, mimpi yang menyedihkan dari Syetan, dan mimpi seseorang yang menceritakan hanya darinya,” (HR. Muslim dari Abi Hurairoh ; Maktabah ;2263).
MIMPI, orang biasa menyebutnya bunga tidur. Adakalanya berisi kejadian yang bercampur aduk, kalut, kusut dan tidak tentu ujung pangkalnya.
Namun saat ini masih banyak sekali orang yang mencari-cari ta’wil atau arti dari mimpi yang dialami, bahkan tidak banyak yang terjatuh ke jurang Ke-Syirikan, dimana orang tersebut mempercai ucapan atau tafsiran dari seseorang yang tidak sama sekali mengetahui ilmu ta’wil ini.
BACA JUGA: Mimpi Seorang Mukmin, Bagaimana Kebenarannya?
Lalu bagaimana mimpi menurut islam? Sebab tidak ada suatu ilmu pun yang kadar kepastiannya melibihi ilmu islam—ilmu yang berdasarkan kepada firmah Allah yang terdapat di Al-qur’an.
Yang perlu kita yakini saat ini adalah, bahwa mimpi itu ada dua macam, mimpi baik yang datangnya dari Allah dan mimpi buruk yang datangnya dari syaitan, tidak perlu kita mencari-cari arti mimpi kita, karena kebanyakan jawaban dari penta’wil mimpi saat ini adalah salah, apalagi bersumber dari sesuatu yang salah seperti ramalan china, ramalan kejawen, bahkan berasal dari cerita orang dulu yang tidak jelas sumbernya.
Pada masa Kota Makkah dikuasai Musyrikin Quraisy, Rasulallah SAW pernah bermimpi bahwa beliau pergi ke kota itu bersama kaum muslimin untuk melakukan umroh, thowaf, sa’i dan bercukur, kemudian ternyata mimpi tu menjadi kenyataan beliau dan umat islam dapat masuk kota Makkah seperti dalam mimpinya.
Ada pula yang merupakan kembang atau rumusan seperti yang dialami Nabi Yusuf AS, beliau bermimpi ketia belum dewasa melihat sebelas bintang, matahari dan bulan menghormati (sujud) kepada beliau. Ayahnya melarang menceritakan hal itu kepada saudara-saudaranya, karena khawatir ada kecemburuan diantara mereka. Ternyata mimpi itu menjadi kenyataan, yaitu setelah beliau berkuasa di Mesir, saudara-saudara beliau dan orang tuanya datang berkunjung dan menghormatinya (QS. Yusuf: 2-3)
Bermimpi sepert itu bukan hanya dialami orang-orang yang sholeh saja, orang kafirpun dapat bermimpi seperti itu, misalnya Fir’aun , dia bermimpi pada zaman Nabi Yusuf AS, melihat ujuh ekor sapi yang kurus menelan tujuh ekor sapi yang gemuk. Demikian juga yang dialami oleh kedua kawan Nabi Yusuf sewaktu dipenjara, yang seorang bermimpi memeras anggur, dan yang seorang lagi bermimpi membawa roti diatas kepalanya , lalu ditemukan oleh burung. Semua itu diterangkan Nabi Yusuf AS , bahkan beliau berkata :
“Aku dapat menerangkan takwilnya (tafsir) sebelum makanan itu sampai kepada kamu, karena yang demkian itu adalah sebagian dari apa yang diajarkan Tuhan kepadaku,” (QS. Yusuf: 36-37)
BACA JUGA: Mimpi Sufyan ats-Tsauri tentang Seorang Abid
Kemudian syarat apa? Dan rumus apa? Untuk mengetahui takwil mimpi itu, tidak ada penjelasan dalam agama tenang syarat dan rumus mimipi tersebut. Yang bisa mengetahui takwil/tafsir mimipi itu hanya para Nabi dengan seizing Allah SWT, seperti Nabi Yusuf AS.
Sekarang banyak kitab dan buku-buku yang menerangkan lambang-lambang dan isyarat-isyarat dari sebuah mimpi dengan bermacam-macam arti atapun maknanya, akan tetapi semua itu tidak dapat dijadikan pegangan, mengingat banyak yang tidak cocok dengan kenyataan.
Adapun orang yang menakwilkan/mentafsirkan mimpi hukumnya musyrik, baik secara langsung maupun dalam membuat buku-buku tafsir mimpi. Begitu pula dengan mentafsirkan mitos-mitos yang turun temurun di masyarakat kita.
Tidak ada yang tahu akan kenyataan takwil atau tafsir mimpi seseorang secara pasti sebelum betul-betul terjadi. Hal ini adalah perkara ghaib, sedangkan perkara ghaib tidak ada yang tahu kecuali Allah SWT, dan orang-orang yang diberi tahu berdasarkan wahyu, sedangkan kita hanya bisa mengetahui arti mimpi itu jika suatu peristiwa telah terjadi seperti yang diimpikan.
Apabila kita bermimpi baik, dianjurkan untuk tetap memiliki sangka yang baik kepada Allah, dengan disertai harapan yang baik dan tidak usah menakwilkan mimpi tersebut, karena kita bukan ahlinya, dan hal itu boleh diceritakan kepada yang orang lain. Demikian juga bila kita bermimpi yang buruk, berprasangka yang baik kepada Allah tidak boleh lepas, jangan terpengaruh dengan mimpi buruk itu, karena hal tersebut gangguan dari Syetan, hendaknya tidak menceritakannya kepada siapapun, yakinkan pada diri kita bahwa hal itu tidak akan ada pengaruhnya, dan bukan pertanda suatu keburukan, oleh karena itu diperintahkan untuk berlindung kepada Allah dari gangguan syetan.
Tidak ada orang yang bermimpi kecuali disaat tidur. Pada waktu tidur jiwa seseorang itu telah diterima Allah SWT, lalu ketika bangun jiwa itu dikembalikan lagi, sebagaimana firman-Nya :
“Allah-lah yang menerima jiwa-jiwa ketika matinya, dan jiwa yang tidak mati dalam tidurnya, lalu Ia menahan jiwa yang Ia hukumkan mati atasnya, dan Ia melepaskan jiwa-jiwa yang lain, hinga satu masa yang telah ditentukan , sesunguhnya dalam kejadian demikian itu ada beberapa tanda bagi orang-orang yang mau berpikir,” (QS. Azumar: 42)
[islampos/berbagaisumber]