Oleh: Yudi Bachtiar, S.Pd.
Mahasiwa S2 Di Universitas Pendidikan Indonesia, Bandung
PADA 5 Juni 1596, empat kapal Belanda mendekati pantai barat Sumatera. Delapan belas hari kemudian mereka mencapai pelabuhan Banten di Jawa Barat Daya. Baru saja mereka melempar jangkar, beberapa pedagang Portugis naik ke kapal untuk menghormati pendatang baru itu. Inilah cerita perjumpaan pertama antara orang Belanda dan Portugis di Hindia.
Keempat kapal Belanda itu dipimpin oleh Cornelis de Houtman. De Houtman menghabiskan banyak tahun di Lisbon. Dia berlagak sangat paham segala hal yang berkaitan dengan Hindia dan tahu segala sesuatu tentang navigasi di perairan Timur. Pada dua perjalanan di Hindia, dia ternyata seorang pelagak dan bajingan. Tetapi, dia berhasil memperoleh dukungan dari sekelompok pedagang kaya di Amsterdam. Pedagang-pedagang ini yang memperlengkapi ekspedisi pertama ke Indonesia.
Keempat kapal De Houtman tersebut merupakan perintis dari armada besar yang akan datang. Bagi Indonesia (Hindia), mereka hanyalah pelawat yang datang dan pergi dan segera di lupakan. Mereka terlihat di Banten, tempat mereka menyepakati suatu perjanjian dengan Sultan. Inilah perjanjian pertama yang disepakati antara orang-orang Belanda itu dan Seorang raja Indonesia (Sultan Banten), yang isinya diantaranya sebagai berikut :
“Atas Rahmat Allah, Tuhan Kami, dan berkat kehendak kalian Tuan-tuan, bahwa kalian datang mengunjungi kami dengan empat kapal, dank arena kami melihat surat paten, yang oleh Yang Mulia Pangeran Maurits van Nassau dengan segala hormat telah diperintahkan untuk dipertunjukan kepada kami, yang dengan surat itu kami mengetahui bahwa Yang Mulia menawarkan segala persahabatan dan persekutuan dengan kami yang persahabatannya akan diteguhkan oleh kalian, kami sangat puas untuk menjalin persekutuan dan persahabatan yang langgeng dengan Yang Mulia Pangeran dan dengan kalian, tuan-tuan yang terhormat, dan kami bersumpah akan memelihara persahabatan dan persekutuan ini dan untuk memerintahkan semua rakyat kami untuk melakukan hal yang sama.” (Himpunan perjanjian antara perwakilan Belanda dan raja-raja Indonesia yang ditemukan dalam “Corpus Diplomaticum Neerlando-Indicum)
Ekspedisi de Houtman hanya memberikan keuntungan kecil, meskipun demikian mereka mengerti bahwa satu ekspedisi baru dibawah kepemimpinan yang lebih baik bisa membawa keberhasilan.
Segera setelah De Houtman pulang, para pemilik kapal Amsterdam memperlengkapi armada kedua, kali ini dengan delapan kapal. Kelompok pedagang lain mengikuti contoh mereka, dan dalam tahun 1598 saja lima ekspedisi, dengan jumlah total 22 kapal, meninggalkan Belanda menuju Asia bagian Timur. Tiga belas kapal mengambil rute mengelilingi Tanjung Harapan, sementara sembilan mencoba lewat jalur Selat Magellan. Pada tahun 1601 empat ekspedisi pergi ke Indonesia. Kecuali satu, semua ekspedisi ini tidak punya tujuan lain kecuali berdagang. Hanya Van Noort yang membuat pelayaran keliling dunianya jadi perampokan, yang sangat merugikan Spanyol.
Inilah sekilas cerita sejarah tentang kedatangan ekpsedisi armada perdagangan Belanda yang singgah ke dataran Hindia (Indonesia). Lalu darimana argumentasi bahwa Indonesia dijajah Belanda selama 3,5 abad atau 350 tahun?
Bila hitungannya 1596 – 1945 adalah 3,5 abad artinya: “ Begitu pelaut dan pedagang avonturir Cornelis de Houtman mendarat di Banten, dengan serta merta Kepulauan Indonesia jatuh ke bawah kekuasaannya.”
Inilah sejarah yang aneh?
Prof. Taufik Abdullah dalam pidato penganugrahan kepada Prof. Mr. G.J. Resink sebagai anggota kehormatan MSI (Masyarakat Sejarawan Indonesia) tanggal 10 November 1996 mengatakan bahwa “… jasa Prof. Resink yang terpenting adalah dalam lapangan metodologi sejarah. Ia memperkenalkan pendekatan hukum Internasional dalam menelaah sejarah kolonialisme….. Dari penelitiannya ia sampai kepada kesimpulan bahwa kekuasaan Belanda yang dikatakan selama 350 tahun di Kepulauan Indonesia sebenarnya tidak lebih dari mitos politik belaka yang tidak bisa bertahan melawan ujian kebenaran sejarah”.
Yang menjadi pertanyaan mengapa hal tersebut masih tertulis dalam buku-buku sejarah di sekolah dan sering disebut dalam pidato-pidato? []
Sumber:
Sejarah Nusantara Indonesia, Bernard H.M. Vlekke, Jakarta, KPG, 2008, bab 5
Seabad Kontroversi Sejarah, Asvi Warman Adam, Ombak, 2007, bab 1
Kirim OPINI Anda lewat imel ke: islampos@gmail.com, paling banyak dua (2) halaman MS Word. Sertakan biodata singkat dan foto diri.