PADA tahun 2005, atau tepatnya 13 tahun yang lalu, Molly Carlson baru tujuh bulan menjadi seorang muslimah. Ia ketika itu masih tinggal bersama ibunya dan belum punya keberanian untuk menceritakan keislamannya. Jelang bulan Ramadhan di tahun itu, ia harus mempersiapkan segalanya untuk menjalani ibadah di bulan ini.
“Waktu itu saya sudah bekerja dengan jam kerja penuh sehingga saya bisa berpuasa saat tidak berada di rumah. Saya memberitahu bosssaya bahwa saya berpuasa beserta alasanya,” tutur Molly. “Saat jam makan siang, saya menyelinap ke ruang shalat dan mendengarkan ceramah agama dan berusaha melupakan betapa hausnya saya siang itu.”
Hal yang paling berat bagi Molly adalah saat sahur, karena ia harus mencari alasan yang rasional bagi ibunya mengapa ia harus bangun jam empat dinihari, memasak dan makan. Untuk menghindari pertanyaan ibunya, Molly akhirnya membeli persediaan air galon, roti, selai kacang dan kue kering oatmeal. Makanan-makanan itu ia bungkus dalam satu kantong plastik besar dan ia sembunyikan di kolong tempat tidurnya.
“Saya memasang alarm agar terbangun pada waktu sahur. Begitu alarm berbunyi, saya membuka makanan-makanan itu, memakannya. Saat waktu subuh, saya ke kamar mandi untuk wudhu. Semuanya saya lakukan pelan-pelan agar tidak menimbulkan suara yang bisa membangunkan ibu saya,” kenang Molly.
Tapi beberapa kali ibunya bangun dan memergoki Molly. Molly mencari alasan bahwa ia agak susah tidur malam itu.
Saat berada di kantor, Molly tidak menemui kendala berarti saat menjalankan ibadah puasa. Petang hari, saat waktu berbuka, Molly bersama beberapa temannya berbuka puasa di masjid dan menunaikan shalat tarawihnya di masjid itu. Persoalan kembali datang saat hari libur pada akhir pekan.
“Ibu saya akan memperhatikan mengapa saya tidak makan siang dan tidak mau sarapan pagi bersamanya. Pernah dua kali saya terpaksa membatalkan puasa karena keluarga kami mengadakan perayaan dan saya tidak bisa menghindarinya,” ujar Molly.
“Tapi Allah Maha Tahu dan Maha Penyayang. Di bulan Ramadan, saya sering menghabiskan hari-hari saya dengan satu keluarga asal Pakistan. Hubungan kami sudah dekat, mereka sangat baik dan memberikan semangat pada saya seperti anak perempuan mereka sendiri,” ungkap Molly.
Ketika bulan Ramadan sudah memasuki 10 hari terakhir, Molly mengantarkan ibunya ke rumah sakit untuk menjalani pembedahan rutin. Di dalam kendaraan sepanjang perjalanan ke rumah sakit, Molly gelisah untuk segera menceritakan pada ibunya bahwa sekarang ia seorang muslim. Molly takut sesuatu yang buruk menimpa ibunya saat menjalani operasi dan ibunya tidak pernah tahu puterinya sudah pindah agama ke Islam, sesuatu yang penting untuk diketahui sang ibu.
Molly akhirnya memutuskan untuk menceritakan semuanya dalam perjalanan itu. Tapi di luar dugaan, sebelum Molly sempat mengatakan apapun, ibunya tiba-tiba berkata, “Tak perlu menceritakannya padaku, kau sudah jadi muslim kan?”
Betapa terkejutnya Molly. Ibunya mengatakan bahwa dirinya sudah menduga bahwa Molly sudah masuk Islam. Meski tidak terlalu menyukainya, Ibu Molly menyatakan menghormati keputusan itu dan akan tetap mencintai Molly sebagai puterinya.
“Sejak hari itu, ibu menjadi segalanya buat saya. Ia mendukung semua keputusan saya dan selalu berada di samping saya dalam situasi apapun,” ujar Molly bahagia.
Sepuluh hari terakhir Ramadan dijalani Molly dengan lebih mudah. Ia tak perlu sembunyi-sembunyi lagi saat sahur. Kadang sang ibu ikut membantu menyiapkan makanan untuk berbuka puasa Molly. Pada hari raya Idul Fitri, ibunya juga menyampaikan ucapan selamat.
“Butuh waktu beberapa tahun buat saya untuk memberitahu seluruh keluarga bahwa saya seorang muslim. Syukurlah mereka semua menerimanya dengan terbuka. Pada akhirnya, orang yang bagi saya paling penting mengetahui saya seorang muslim adalah ibu saya,” ujar Molly. []
SUMBER: ONISLAM | ISLAMICRELIGION