KUMANDANG adzan bisa menggetarkan hati siapa saja yang mendengarnya. Adzan ada sebagai pengingat bagi kita waktunya untuk lebih mendekatkan diri pada Allah SWT. Suara lantang dari seorang muadzin, dapat terdengar ke seluruh penjuru negeri ini. Lantunannya yang begitu syahdu membuat hati terasa tenang dan damai.
Sayangnya, perasaan-perasaan tersebut tidak semua orang merasakannya. Mungkin, hanya segelintir orang saja yang terketuk hatinya ketika mendengar suara adzan. Mengapa demikian? Salah satu faktornya berasal dari seorang yang mengumandangkan adzan itu sendiri.
Seorang muadzin tidak bisa sembarangan. Orang-orang yang berkriteria khusus sangat dianjurkan untuk menjadi muadzin. Apa saja kriteria itu?
Seorang mudzin disunnahkan orang yang jujur, suaranya keras, mengetahui waktu-waktu shalat, mengumandangkan adzan di tempat tinggi seperti menara, memasukkan kedua tangannya ke kedua telinganya, menoleh ke kanan dan ke kiri ketika mengatakan, “Hayya alash shalaah, hayya alal falah,” dan tidak mengambil upah dari adzannya kecuali dari kas negara atau dana wakaf.
Selain itu, jika seorang muadzin ingin menghasilkan suara yang indah saat mengumandangkan adzan, maka ikutilah apa yang disunnahkan oleh Rasul. Yakni, tarassul. Apa itu tarassul?
Tarassul yaitu pelan-pelan dalam arti membuat jarak antara satu kalimat adzan dengan kalimat berikutnya ketika adzan. Dan Al-hadru yaitu cepat dalam arti tidak membuat jarak di antara kalimat-kalimat iqamah.
Rasulullah SAW bersabda kepada Bilal, “Jika engkau adzan maka pelan-pelanlah, dan jika engkau iqamah pada cepatlah,” (Diriwayatkan Abu Asy-Syaikh dari Abu Hurairah dengan sanad yang baik).
Maka, alangkah lebih baik, bagi seorang muadzin ketika mengumandangkan adzan untuk tarassul. Sebab, dengan tarassul, seseorang akan lebih meresapi setiap kalimat dalam teks adzan. Sehingga, getaran kumandang adzan akan terasa sampai ke hati. Wallahu ‘alam. []
Referensi: Ensiklopedi Muslim Minhajul Muslim/Karya: Abu Bakr Jabir Al-Jazairi/Penerbit: Darul Falah