JAKARTA—Rencana pemerintah untuk menyusun satu bagian dari hukum secara lengkap (Kodifikasi) Rancangan Kitab Undang Undang Hukum Pidana (R-KUHP) menuai kecaman banyak pihak, tak terkecuali Majelis Hukum dan HAM Pimpinan Pusat Muhammadiyah.
Wakil Ketua Majelis Hukum dan HAM Pimpinan Pusat Muhammadiyah Maneger Nasution memandang, dengan memasukan kembali tindak pidana korupsi kedalam R-KUHP menunjukkan penyusun undang-undang mengabaikan realitas terhadap upaya pemberantasan korupsi yang dilakukan sejak awal kemerdekaan Republik Indonesia.
BACA JUGA:Â Apakah Puasa Seorang Koruptor Diterima?
“Pengaturan di luar KUHP terhadap tindak pidana korupsi adalah untuk memberikan sanksi yang berat sebagai upaya mendidik aparatur negara agar tidak melakukan tindak pidana korupsi disamping untuk pemberian efek jera,” ujarnya di Jakarta, Sabtu (9/6/2018).
Menurutnya, Undang-undang tindak pidana korupsi dalam hal ini undang-undang Nomor 31 Tahun 1999 Jo Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 senyatanya disusun sesuai dengan perkembangan penyusunan R-KUHP artinya secara sadar penyusun peraturan perundang-undangan menegaskan eksistensi undang-undang tindak pidana korupsi berada di luar KUHP.
BACA JUGA:Â Terkait Larangan Eks Koruptor Nyaleg, Komnas HAM: Tak Ada Pelanggaran Konsep HAM
“Mengembalikan pengaturan tindak pidana korupsi kedalam R-KUHP menunjukkan pelemahan maksud disusunnya undang-undang tindak pidana korupsi diluar KUHP,” ungkapnya.
Ia mencontohkan, antara lain dengan pengurangan hukuman minimum khusus dalam R-KUHP pada tindak pidana korupsi sebagaimana yang diatur dalam Pasal 2 Undang-Undang Tindak Pidana Korupsi yang mengatur pidana minimum umum paling singkat 4 Tahun menjadi paling singkat 2 Tahun sebagaimana yang diatur dalam Pasal 687 R-KUHP. []
Reporter: Rhio