JAKARTA–Majelis Ulama Indonesia (MUI) DKI Jakarta menerbitkan fatwa bahwa shalat Jumat dua gelombang diperbolehkan di tengah pandemi virus Corona (COVID-19).
Fatwa MUI DKI itu bernomor 05 Tahun 2020 tentang hukum dan panduan shalat Jumat lebih dari satu kali pada saat pandemi COVID-19. Fatwa dikeluarkan setelah membaca surat dari Sekretaris Daerah DKI Jakarta nomor 469/-0.856 perihal permohonan panduan pelaksanaan peribadatan dan kegiatan keagamaan.
Fatwa ini ditetapkan pada Selasa (2/6/2020). Surat ketetapan diteken Ketua Bidang Fatwa MUI DKI Zulfa Mustofa, Sekretaris MUI DKI Fuad Thohari, Sekretaris Umum MUI DKI Yusuf Aman dan Ketua Umum MUI DKI Munahar Muchtar.
BACA JUGA:Â Khutbah Jumat Amalan Setelah Ramadhan
Dalam pembuatan fatwa tersebut, MUI DKI menimbang sejumlah hal. Salah satu di antaranya terkait kebijakan protokol kesehatan yang menyebabkan masjid-masjid di Jakarta tidak akan mampu menampung seluruh jemaah shalat Jumat.
1. Virus corona tipe 2 (SARS-CoV-2) penyebab COVID-19 di DKI Jakarta menjadi ancaman serius bagi kehidupan warganya;
2. Belum ditemukan obat dan vaksin yang benar-benar efektif mengobati COVID-19;
3. Kebijakan Pengendalian Sosial Berskala Besar (PSBB) yang dilakukan Pemerintah Provinsi DKI Jakarta, yang dipatuhi warga berhasil mengendalikan dan menurunkan penyebaran COVID-19;
4. Rencana kebijakan tatanan kehidupan baru (New Normal Life) dari Pemerintah dengan mengeluarkan aturan terkait tata cara ibadah di masjid, musholla, majelis taklim dan lainnya dengan syarat memenuhi protokol kesehatan COVID-19.
5. Kebijakan protokol kesehatan akan berakibat masjid-masjid di DKI Jakarta tidak mampu menampung keseluruhan jamaah shalat Jumat;
6. Bidang Fatwa Majelis Ulama Indonesia Provinsi DKI Jakarta memandang perlu menetapkan Fatwa Hukum dan Pedoman tentang Hukum dan Panduan Shalat Jum’at Lebih dari Satu Kali Pada Saat Pandemi COVID-19.
Atas hal itu, MUI DKI menetapkan bahwa shalat Jumat dalam dua gelombang boleh dilakukan dalam satu masjid. Jika hal itu tidak bisa dilaksanakan, shalat Jumat diganti dengan shalat Zuhur.
Berikut isi ketetapan fatwa MUI DKI:
Pertama : Ketentuan Umum
1. Bahwa yang dimaksud dengan ta’addud al-jumuah adalah pelaksanaan shalat Jumat lebih dari satu kali, baik dilakukan dalam satu masjid atau banyak masjid;
2. Bahwa yang dimaksud tempat selain masjid adalah tempat yang dianggap layak untuk menyelenggarakan shalat jumat seperti mushalla, aula, lapangan, dan tempat lain.
Kedua : Ketentuan Hukum
1. Menyelenggarakan shalat Jum’at tidak dilakukan di masjid jami’, misalnya di mushalla, aula atau tempat lain yang suci dan layak, hukumnya boleh dan sah, dengan ketentuan:
a. Dilaksanakan di waktu dzuhur
b. Didahului dua (2) khutbah jum’at yang memenuhi ketentuan
c. Jumlah jama’ah shalat Jumat minimal 40 orang laki-laki dewasa
2. Menyelenggarakan shalat Jumat dalam situasi pandemi covid-19 di mana kapasitas masjid hanya boleh diisi 40% jama’ah yang menyebabkan masjid tidak cukup menampung jama’ah, maka shalat jum’at boleh dilakukan dengan ketentuan:
a. Ta’addud al-jumuah lebih dari satu masjid dalam satu kawasan;
b. Shalat jum’at boleh dilakukan dua shift dalam satu masjid dengan imam dan khotib berbeda;
c. Apabila klausul a tidak bisa dilakukan, maka pelaksanaan shalat jum’at pindah menerapkan klausul b;
d. Apabila klausul a dan b tidak bisa dilaksanakan, maka shalat jum’at diganti dengan shalat dzuhur
Fatwa MUI DKI tersebut berbeda dengan fatwa MUI Pusat pada 2000. Namun perlu dicatat, fatwa MUI Pusat itu diterbitkan untuk menjawab persoalan terkait sejumlah industri yang sistem operasionalnya nonstop 24 jam. Berikut ini pertimbangan MUI dalam pembuatan fatwa tersebut:
1. Bahwa terdapat sejumlah industri yang sistem operasionalnya bersifat nonstop 24 jam, tanpa henti, serta harus ditangani secara langsung dan terus menerus; dan jika operasionalnya dihentikan beberapa saat saja, atau tidak ditangani (ditunggu) secara langsung, mesin industri menjadi rusak yang pada akhirnya timbul kerugian besar dan para pekerja kehilangan pekerjaan yang menjadi sumber ma’isyahnya;
BACA JUGA:Â Bagaimana Cara Menebus Dosa karena Tinggalkan Shalat Jumat?
2. Bahwa dengan sifat industri seperti itu, muslim yang bekerja di industri tersebut tidak dapat melaksanakan shalat Jum’at kecuali jika dilakukan dengan dua gelombang, sehingga mereka bertanya-tanya tentang status hukumnya;
3. Bahwa oleh karena itu, MUI dipandang perlu untuk menetapkan fatwa tentang hukum dimaksud
Atas hal itu, MUI menetapkan bahwa shalat Jumat dua gelombang itu hukumnya tidak sah. Berikut ini isi lengkap ketetapan MUI mengenai fatwa terkait pelaksanaan shalat Jumat dua gelombang:
1. Pelaksanaan shalat Jum’at dua gelombang (lebih dari satu kali) di tempat yang sama pada waktu yang berbeda hukumnya tidak sah, walaupun terdapat ‘uzur syar’i (alasan yang dibenarkan secara hukum).
2. Orang Islam yang tidak dapat melaksanakan shalat Jum’at disebabkan suatu ‘uzur syar’i hanya diwajibkan melaksanakan shalat Zuhur.
3. Menghimbau kepada semua pimpinan perusahaan/industri agar sedapat mungkin mengupayakan setiap pekerjanya yang muslim dapat menunaikan shalat Jum’at sebagaimana mestinya.
4. Fatwa ini mulai berlaku pada tanggal ditetapkan. Agar setiap muslim yang memerlukan dapat mengetahuinya, menghimbau semua pihak untuk menyebarluaskan fatwa ini. []
SUMBER: DETIK