JAKARTA—Majelis Ulama Indonesia (MUI) menilai Instruksi Direktur Jenderal Bimbingan Masyarakat Islam Kementerian Agama Nomor Kep/D/101/1978 tentang aturan Penggunaan Pengeras Suara di Masjid perlu direvisi.
“Peraturan tersebut sudah tidak sesuai dengan ketentuan UU No. 12 Tahun 2011 Tentang Peraturan Pembentukan Perundang-undangan sehingga perlu direvisi karena tidak memiliki kekuatan hukum yang mengikat,” kata Wakil Ketua Umum MUI Zainut Tauhid Sa’adi di Jakarta, Senin (27/8/2018).
BACA JUGA:Â MUI: Aturan Kemenag Soal Volume Suara Bersifat Diskriminatif
Ia mengungkapkan, hal tersebut dijelaskan dalam ketentuan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 Pasal 8 ayat (2) yang menegaskan bahwa : “Peraturan Perundang-undangan (termasuk di dalamnya Peraturan Menteri) sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diakui keberadaannya dan mempunyai kekuatan hukum mengikat sepanjang diperintahkan oleh Peraturan Perundang-undangan yang lebih tinggi atau dibentuk berdasarkan kewenangan”.
“Kalau kita menilik Instruksi Dirjen tersebut di atas, tidak ada perintah atau delegasi dari Peraturan Perundang-undangan yang lebih tinggi sehingga Instruksi Dirjen tersebut sangat lemah dan tidak memiliki kekuatan hukum yang mengikat,” ungkapnya.
Lebih dari itu, Instruksi Dirjen tersebut kata dia juga bersifat diskriminatif karena hanya mengatur rumah ibadah tertentu, sehingga dikhawatirkan dapat menimbulkan kecemburuan di tengah masyarakat.
BACA JUGA:Â Soal Kasus Meiliana, Begini Keterangan MUI
“Jadi menurut hemat saya, Kementerian Agama harus membuat peraturan perundangan yang lebih konprehensif,” terangnya.
Seperti diketahui Pengadilan negeri Medan, Sumatera Utara pada 21 Agustus lalu resmi memutus vonis 18 bulan penjara untuk Meiliana atas tuduhan penistaan agama, karena memprotes volume suara azan yang berkumandang di sebuah Masjid dekat rumahnya. []
REPORTER: RHIO