JAKARTA–Kementerian Agama (Kemenag) RI sedang menyusun pedoman bersama ceramah di rumah ibadah. Pedoman tersebut berisi aturan tentang materi yang boleh dan tidak boleh disampaikan di rumah ibadah. Majelis Ulama Indonesia (MUI) menyarankan penyusunan pedoman tersebut sebaiknya melibatkan tokoh-tokoh lintas agama.
“Kita berharap, saat menyusun pedoman berbicara di rumah ibadah itu melibatkan tokoh-tokoh agama dari masing-masing agama,” kata Ketua Komisi Dakwah dan Pengembangan Masyarakat MUI, Cholil Nafis, dilansir Republika, Minggu (19/3/2017).
Ia mengatakan, dengan melibatkan tokoh-tokoh agama dari berbagai agama yang ada di Indonesia, maka akan menghasilkan titik temu pada nilai-nilai nasionalisme. Tapi, mengenai nilai-nilai keagamaan, hal tersebut tidak bisa dipersepsikan oleh negara.
BACA JUGA:
Ini Alasan Menag soal Pedoman Ceramah
MUI: Jangan Kekang Kebebasan Sampaikan Ajaran Agama
MUI Segera Rilis Pedoman Bermuamalah di Medsos
Ia menyampaikan, sebab nilai-nilai keagamaan adalah kewenangan dari majelis-majelis agama yang ada di Indonesia. Artinya, yang perlu diatur pemerintah terkait aturan yang melarang menyampaikan ajaran agama dengan ada unsur kebencian kepada agama lain.
“Tapi, menyampaikan kebenaran dari agama yang diyakininya, tanpa harus menistakan agama lain tidak bisa dilarang,” ujarnya.
Ia juga mengatakan, ajaran agama bukan wilayah negara. Sebab di sistem hukum Indonesia, yang bisa menentukan benar tidaknya ajaran atau sesat tidaknya ajaran adalah lembaga keagamaan. Artinya, pemerintah tidak punya hak untuk menilai benar tidaknya ajaran yang disampaikan.
Menurutnya, pemerintah mungkin bisa menyampaikan tentang kerangka kebangsaan dan kode etik kebangsaan. Kalau pemerintah memberikan rambu-rambu, etika dan pedoman berbicara di rumah ibadah, hal tersebut sah-sah saja. []