JAKARTA—Persekutuan Gereja-Gereja di Kabupaten Jayapura (PGJJ) mengeluarkan sebuah pernyataan kotroversial terkait pembangunan Masjid Agung Al Aqsha Sentani Jayapura Papua.
Delapan poin tersebut diantaranya, larangan bunyi azan, larangan berdakwah di Papua, khususnya kabupaten Jayapura, larangan berbusana bernuansa agama tertentu di sekolah negeri, larangan adanya ruang khusus seperti mushalla pada fasilitas publik.
Wakil Ketua Umum MUI Zainut Tauhid Sa’adi mengatakan, beragama adalah perintah Tuhan yang paling hakiki, dan setiap warga negara diberikan hak kebebasan untuk memeluk agama dan beribadah menurut agama dan kepercayaannya itu.
“Tidak boleh ada orang atau kelompok orang yang melarang, menghalangi dan mengintimidasi orang lain dalam melaksanakan ajaran agamanya, karena hal itu bertentangan dengan konstitusi dan hak asasi,” katanya dari rilis yang diterima Islampos.com, Selasa (20/3).
Karena, itu Zainut mengajak semua pihak khususnya tokoh-tokoh agama setempat untuk duduk bersama, melakukan dialog dan membangun komunikasi dari hati ke hati untuk mencari solusi agar tercipta kehidupan yang harmoni, dan persaudaraan sejati.
“Kami yakin melalui motto Kabupaten Jayapura “Khena Mbay Umbay” (Satu Hati Ceria Berkarya Meraih Kejayaan) dapat dicapai solusi yang maslahat dan bermartabat di Tanah Papua,” ungkapnya. []
Reporter: Rhio