BERIMAN saja tidaklah cukup untuk seorang muslim. Agar keislamannya sempurna, haruslah keimanan sseorang muslim itu diiringi dengan ketakwaan. Karena jika seseorang beriman tanpa bertakwa, bisa saja ia rajin beribadah namun tetap bermaksiat karena ia tidak memiliki rasa takut kepada Allah SWT.
Dalam kitab Tahdziibul Aatsaar karya Imam ath-Thabari dijelaskan, kata ittaqi (bertakwalah) memiliki makna khasyyatullaah wam-titsaalu awaamirihi wajtinaabu nawaahiihi (takut kepada Allah SWT dengan melaksanakan perintah-perintah-Nya).
Adapun taqwaa dalam pengertian bahasa berarti balasan, atau penghalang yang mencegah seseorang dari hal yang ditakutinya. Takwa kepada Allah SWT berarti membuat penghalang antara diri pribadi dengan siksa-Nya. Sifat takwa bisa dimiliki dengan menaati perintah dan menjauhi larangan-Nya.
Diriwayatkan dari Mu’adz bin Jabal dan Abu Dzar Jundub bin Junadah. Rasulullah SW bersabda, “Bertakwalah kepada Allah SWT di mana pun kamu berada. Iringilah setiap keburukan dengan kebaikan, niscaya kebaikan itu akan menghapusnya. Dan bergaullah dengan manusia dengan akhlak terpuji,” (HR. Tirmidzi).
Dalam hadits ini Rasulullah SAW memberi kiat untuk memelihara kadar ketakwaan dalam diri dengan selalu melakaukan kebaikan. Sebab, kadar ketakwaan seseorang kepada Allah SWT terbentuk oleh besar kecilnya rasa takut kepada-Nya. Semakin besar rasa takutnya kepada Allah SWT, akan semakin tiggi derajat ketakwaannya. Sekecil apa pun kedua sifat ini bersemayam dalam hati seseorang, akan bisa mempengaruhi kedudukan di sisi Allah SWT dan membentuk corak warna kepribadiannya.
Dalam kitab Sunan an-Nasa’i disebutkan, Rasulullah SAW bercerita, “Ada seseorang dari umat sebelum kalian yang berprasangka buruk terhadap amal perbuatannya sendiri. Ketika tiba ajalanya, dia berpesan kepada keluargnya, ‘Jika aku mati, bakarlah jasadku hingga menjadi abu. Kemudian buanglah ke laut. Sungguh, jika Allah mendapatiku, Dia tidak akan mengampuniku.’ Lalu Allah SWT menyuruh malaikat untuk mendatangkan ruhnya dan bertanya, ‘Apa yang membuatmu melakukan hal demikian?’ Orang itu menjawab, ‘Wahai Rabbku, aku tidak melakukannya kecuali karena aku takut terhadap-Mu.’ Kemudian Allah SWT mengampuninya.”
Orang yang dalam hatinya terdapat rasa takut kepada Allah SWT walau sekecil atom sekali pun, akan meraih kemuliaan derajat di sisi Allah SWT beserta ampunan dan rahmat-Nya. Tidak ada kemualiaan yang lebih tinggi dari kemuliaan derajat di sisi Allah SWT.
Ada sebuah ungkapan menarik yang menyatakan, “Seseorang yang terhina di mata Allah akan tetap hina, meski seluruh manusia di muka bumi memuliakannya. Sebaliknya, seseorang yang hina di hadapan manusia tetapi dia mulia di sisi Allah SWT, meski pun seluruh manusia di muka bumi menghina dan mencemoohnya, dia tetap mulia dan terhormat.”
Ukuran kemuliaan bukan pada harta, pangkat dan jabatan, atau pun garis keturunan. Tidak juga diukur dari popularitas dan ketenaran yang membuat seseorang dikenal oleh banyak orang. Kehormatan dan kemuliaan hakiki adalah yang diraih seseorang di sisi Allah SWT, karena itulah jaminan kebahagiaannya di dunia dan akhirat. []
Sumber: Kerajaan Al-Qur’an/Hudzaifah Ismail/Penerbit: Penerbit Almahira/2012