DIA adalah budak perempuan milik Abdullah bin Ubay bin Salul, pemimpin munafik di Madinah. Dia masuk Islam dan berbaiat kepada Nabi SAW untuk tidak menyekutukan Allah dengan sesuatu pun, tidak mencuri, tidak berzina, tidak membunuh anaknya, tidak melakukan kebohongan yang dia rekayasa sendiri, dan tidak melakukan maksiat kepada Nabi dalam kebaikan.
Sebagaimana firman Allah swt., “Wahai Nabi! Apabila datang kepadamu para mukminah untuk berbaiat kepadamu, bahwa mereka tidak menyekutukan Allah dengan sesuatu pun, mereka tidak mencuri, mereka tidak berzina, mereka tidak membunuh anak-anak mereka, mereka tidak melakukan kebohongan yang mereka rekayasa sendiri, dan mereka tidak memaksiatimu dalam kebaikan maka haiatlah mereka dan mohonkan ampunan dari Allah untuk mereka. Sesungguhnya Allah itu Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.” (QS. al-Mumtahanah: 12)
BACA JUGA: Daripada Merdeka, Zaid ibn Haritsah Tetap Memilih menjadi Budak Nabi
Perbuatan melacurkan budak termasuk salah satu kebiasaan jahiliyah yang hina. Seorang lelaki menyerahkan budak perempuannya kepada siapa saja yang ingin bersenang-senang dengan dia dan para pemuas syahwat dengan imbalan mendapatkan sejumlah uang jasa atau uang sewa dari pelacuran itu. Suatu hari, Abdullah bin Ubay bin Salul (gembong orang-orang munafik) menyuruh seorang budak perempuannya yang muslimah untuk bekerja sebagai pelacur di jalan yang tercela itu, akan tetapi muslimah yang menjaga kehormatan dirinya itu menolak perintahnya. Dia pergi menjumpai Rasulullah SAW mengadukan kondisinya. Rasulullah mendengarkan aduannya dengan seksama. Beliau menghargai keperwiraan dirinya, seraya memuji kesabarannya.
Tidak lama kemudian turunlah firman Allah Ta’ala: “Dan janganlah kalian memaksa budak-budak perempuan kalian untuk melacur jika mereka menginginkan keperwiraan diri. (Kalian melakukannya) hanya untuk mencari harta dan kesenangan hidup duniawi. Barangsiapa yang memaksa mereka maka Allah sesudah pemaksaan terhadap mereka itu Maha Pengampun lagi Maha Penyayang. Sungguh Kami telah menurunkan kepada kalian ayat-ayat yang jelas dan permisalan dari kalangan orang-orang yang telah berlalu sebelum kalian, sekaligus sebagai nasihat bagi orang-orang yang bertakwa.” (QS. an-Nur: 33-34)
Islam menghapus salah satu kebiasaan orang jahiliyah ini. Islam melindungi wanita, yang merdeka maupun yang masih menjadi budak, dari tindak pemaksaan untuk melacurkan diri.
BACA JUGA: Abu Bakar Bebaskan Budak Miliki Umar
Demikianlah, shahabat wanita yang mulia ini, Musaikah at-Taibah, mengambil peran penting dalam meneguhkan fondasi keutamaan dan membentuk masyarakat yang menjaga kehormatan diri, dengan sikapnya yang menolak perintah tuannya untuk melayani hasrat orang-orang hidung belang, orang-orang nakal, para pemuas hawa nafsu hina dina, dan kalangan bermoral bejat.
Dengan sikapnya itu, Musaikah at-Taibah menjadi simbol keperwiraan dan kesucian diri. Dia menjadi teladan dalam kebersihan diri dan kesucian pribadi. Cukuplah baginya kemuliaan dan kebanggaan, ketika salah satu ayat Al-Quran yang akan selalu dibaca sampai hari kiamat itu turun berkenaan dengan dirinya. []
Sumber: Keistimewaan 62 Muslimah Pilihan/ Penulis: Ali bin Nayif asy-Syuhud/ Penerbit: Ar-Rijal Publishing/ April, 2013