Oleh: Dian Salindri
Ibu Rumah Tangga, Tinggal di Meruyung, Depok.
MUSH’AB bin Umair merupakan salah satu sahabat Rasulullah yang memiliki tutur kata yang sopan dan juga memiliki pesona fisik yang luar biasa. Ia adalah pemuda tampan dan perlente pada zaman itu di Makkah. Berasal dari Suku Quraisy yang selalu hidup dalam limpahan harta dan kasih sayang dari kedua orang tuanya.
Namun siapa sangka pemuda yang menjadi idola dan sering dielu-elukan oleh Kaum Quraisy ini tertarik dengan Islam agama yang dibawa oleh Rasulullah. Kala itu Muhammad SAW tengah menjadi buah bibir warga Makkah, karena dakwah yang disampaikannya. Gejolak rasa ingin tahu Mush’ab pun timbul, karena penasaran ia pun mencari tahu dengan mendatangi rumah Arqam bin Abul Arqam.
Sesampainya di sana, ia duduk di sudut ruangan dan mendengarkan Rasulullah mengajarkan ayat-ayat Al-Qur’an kepada para sahabat. Mush’ab pun terpesona dan merasakan bahwa inilah yang selama ini dia cari. Kemudian ia pun memeluk Islam. Awalnya ia tidak ingin ibundanya tahu tentang keislamannya. Ia sering pergi diam-diam ke rumah Arqam bin Abul Arqam, ia bisa belajar dan mendengarkan Al-Qur’an. Mush’ab pun menjadi pemuda yang taat dan bijaksana.
Cobaan terberat pun harus ia hadapi, kala sang ibu mengetahui keislamannya. Khunas binti Malik, ibunda Mush’ab tidak setuju dan membenci agama yang dianutnya. Dengan berbagai cara ia memaksa Mush’ab untuk kembali kepada agama nenek moyangnya. Mush’ab tetap teguh dan imannya tak tergoyahkan, sehingga ibu Mush’ab mengurungnya di rumah agar tidak bisa lagi pergi menemui Rasulullah SAW.
Namun ketika Mush’ab mendengar bahwa ada beberapa sahabat yang hijrah ke Habasyah, Mush’ab bertekad untuk ikut hijrah. Dengan mengelabui penjaga dan ibunya Mush’ab berhasil kabur dan ikut rombongan ke Habasyah. Selang beberapa waktu Mush’ab kembali ke Makkah. Penampilannya sudah tak semewah dulu, tidak ada lagi pemuda perlente yang mereka kenal. Kini Mush’ab hidup sederhana, jubahnya usang penuh tambalan karena tidak lagi mendapat subsidi dari orang tuanya. Segala kemewahan yang pernah ia dapatkan tak lagi berarti asalkan ia tetap bisa memeluk Islam.
Suatu hari Rasulullah SAW memilih Mush’ab untuk menjadi duta Islam ke Madinah. Tugasnya untuk mengajarkan Islam kepada kaum Anshar yang telah memeluk Islam dan yang telah berbaiat kepada Rasulullah SAW. Selain itu juga untuk mengajak penduduk sekitar agar memeluk Islam, sekaligus mempersiapkan Kota Madinah menyambut hijrahnya Rasulullah.
Pemilihan Mush’ab sebagai duta Islam bukan tanpa alasan. Ia adalah pribadi yang menarik, tutur katanya baik dan juga bijaksana. Terbukti suatu hari di Madinah Mush’ab sedang berdakwah di tengah Suku Abdul Asyhal, tiba-tiba Usaid bin Hudhair sang kepala suku muncul dengan tombak terhunus. Dia marah kepada Mush’ab karena mencoba menghasut orang-orang di sukunya untuk meninggalkan agama nenek moyang mereka.
Menghadapi kemarahan Usaid, Mush’ab tetap tenang dan berkata, “Mengapa engkau tidak duduk dan mendengarkan terlebih dahulu? Jika nanti engkau tertarik, engkau boleh menerima nya. Namun jika engkau tidak suka, kami akan pergi.”
Usaid bin Hudhair pun setuju, kemudian Mush’ab membacakan ayat Al-Qur’an dan menjelaskan tentang agama yang dibawa Muhammad. Setelah selesai mendengarkan, Usaid yang terpesona akhirnya memeluk Islam. Dengan masuk Islamnya Usaid ke kemudian diikuti oleh pemuka Madinah lainnya yaitu Sa’ad bin Mu’adz dan Sa’ad bin Ubadah. Sehingga semakin banyak penduduk Madinah yang memeluk Islam.
Begitulah Mush’ab mengemban amanah Rasulullah sebagai duta Islam yang pertama kali, sebuah keputusan yang sangat tepat. Ketika Rasulullah hijrah ke madinah banyak penduduk madinah yang sudah memeluk islam dan menunggu kedatangan beliau. Kiprah Mush’ab yang cemèrlang tidak hanya dalam dakwah saja, namun dalam kancah peperangan Mush’ab termasuk ksatria tangguh dan gagah berani. Diriwayatkan Mush’ab memporakporandakan barisan Kaum Quraisy dalam Perang Uhud yang kala itu ia mendapat amanah membawa bendera pasukan.
Seorang tentara pihak musuh menyerang Mush’ab. Ia menebas tangan kanan Mush’ab yang membawa panji Rasulullah hingga putus, Mush’ab pun memegang bendera itu dengan tangan kirinya seraya berkata, “Muhammad tiada lain hanyalah Rasul, yang sebelumnya telah didahului para rasul.” Hingga pihak lawan menebas tangan kirinya. Mush’ab belum gentar dan tetap mempertahankan bendera pasukan dan terus mengulangi kalimat tadi. Akhirnya Mush’ab pun di tombak di dadanya dan ia pun syahid di medan Uhud.
Ketika Rasulullah SAW melihat jasad Mush’ab, beliau berhenti dan berkata,”Ketika di Makkah dulu, tak seorang pun yang lebih halus pakaiannya dan lebih rapi rambutnya daripada engkau. Tapi sekarang ini, rambutmu kusut dan hanya dibalut sehelai burdah.”
Begitulah kisah Mush’ab bin Umair. Pemuda yang tidak menyia-nyiakan masa mudanya. Meninggalkan kemewahan fasilitas orang tua demi menggapai ridha Allah. Mengemban amanah dan tanggung jawab dengan sebaik-baiknya demi menepati janjinya kepada Allah. Imannya kokoh, pendiriannya teguh, tutur katanya halus dan bijaksana.
Kisah ini bisa menjadi inspirasi buat para pemuda, jangan tunggu tua untuk beribadah, jangan tunggu tua untuk menggapi ridha Allah. Masa muda harus diisi dengan amal saleh sebanyak-banyaknya karena syarat mati tak harus tua. Jangan menyia-nyiakan waktu yang diberikan Allah kepada kita. []
Kirim RENUNGAN Anda lewat imel ke: redaksi@islampos.com, paling banyak dua (2) halaman MS Word. Sertakan biodata singkat dan foto diri. Isi dari OPINI di luar tanggung jawab redaksi Islampos.