WASHINGTON— Council on American-Islamic Relations (CAIR) mempertanyakan sikap Presiden AS Donald Trump, yang cenderung diam membisu ketika terjadi teror terhadap umat Muslim di dunia.
“Tidak ada twiit yang menyuarakan simpati untuk para korban terror, ataupun sumpah serapah untuk memerangi kekerasan terhadap umat Islam,” ujar Ibrahim Hooper, perwakilan CAIR, seperti dilansir Daily Sabah, Senin (19/6/2017).
Simpati yang pertama kali muncul dari Gedung Putih adalah dari anak perempuan Trump, Ivanka. Ia berkicau dengan menuliskan “cinta dan doa.”
“Kita harus bersatu melawan kebencian dan ekstremisme dengan segala bentuknya,” cicit Ivanka.
Sebelumnya, sebagai presiden, Trump telah mengambil langkah-langkah guna melindungi umat Islam dari kekerasan, termasuk dari serangan rudal jelajah militer Suriah dan menyalahkan Bashar al-Assad atas serangan kimia yang menewaskan puluhan warga sipil.
Namun, CAIR yang merupakan kelompok advokasi Muslim, mengatakan bahwa mereka melihat perbedaan mencolok soal respon Trump. Trump begitu cepat merespons ketika Muslim dituding menjadi pelaku serangan, dan sebaliknya—lambat ketika muslim menjadi sasarannya.
CAIR melihat kejomplangan sikap ini sebagai bagian dari sebuah pola, mengingat retorika kampanye Trump yang keras terhadap Islam—antiIslam. Bahkan beberapa waktu kebelakang hendak membuat kebijakan melarang imigran dari beberapa negara berpenduduk mayoritas Muslim masuk Amerika.
“Bisunya Trump dan penundaan respon darinya, ini merupakan pesan negatif bagi komunitas Muslim Amerika, bahwa kehidupan dan keamanan mereka (umat Islam Amerika—red) tidak sepenting kehidupan dan keamanan warga negara lainnya,” tambah Ibrahim Hooper.
Dalam insiden terakhir, setidaknya sembilan umat Muslim Inggris terluka dalam sebuah teror pada Ahad malam. Ketika itu seorang pria membajak sebuah kendaraan dan menabrakkannya ke dalam kerumunan umat Muslim di luar sebuah masjid usai menunaikan shalat tarawih.
Sementara itu ketika dua warga AS terbunuh bulan lalu di Portland, Oregon, karena membela dua Muslimah, Trump menunggu tiga hari sebelum menyebut serangan tersebut dengan mengatakan “tidak dapat diterima”.
Trump membutuhkan waktu lama hanya untuk sekadar menyampaikan bela sungkawa ke Kanada, pasca penyerangan sebuah masjid di Kota Quebec. []