CHINA– Para jamaah yang hendak shalat diwajibkan berjalan perlahan dan melewati detektor logam. Di hadapan mereka, petugas polisi berwajah seram mengawasi setiap gerak-gerik jamaah yang ingin beribadah di salah satu masjid di Kota Kashgar.
Kepolisian China belakangan ini sangat ketat mengawasi warga Uighur yang menjadi populasi utama di wilayah Xinjiang. Sejumlah kebijakan kontroversial pun diterapkan seperti pelarangan memelihara jenggot dan shalat di tempat umum.
Selama bertahun-tahun sebelumnya, alun-alun di luar masjid di Kashgar selalu dipenuhi kerumunan orang, jamaah pun berdesakan saat merayakan Idul Fitri. Namun suasana itu tak ada lagi, demikian laporan AFP, Kamis (13/07/2017) kemarin.
Lebaran tahun ini merupakan perayaan paling sepi di Kashgar dalam satu generasi.
“Ini bukan tempat yang baik untuk beragama,” kata seorang pedagang.
Pemerintah berdalih, pembatasan dan penambahan personel polisi di kawasan ini untuk mengendalikan penyebaran ekstremisme dan gerakan separatis Islam. Para aktivis hak asasi manusia menyebut Xinjiang tak ubahnya penjara terbuka.
Beijing mengklaim larangan dan kehadiran banyak polisi bertujuan mengontrol penyebaran ekstremisme dan gerakan separatis, tetapi analis memperingatkan bahwa Xinjiang bakal menjadi ‘penjara terbuka’.
“China pada dasarnya menciptakan keadaan darurat yang belum pernah terjadi sebelumnya,” kata James Leibold, pakar keamanan China di Universitas La Trobe Australia, seperti dilansir AFP.
Pemerintah China mulai meningkatkan keamanan dan melakukan pembatasan agama di Xinjiang pada tahun 2009. Kebijakan ini menyusul serangkaian kerusuhan di ibukota, Urumqi yang menyebabkan sekitar 200 orang tewas.
Banyak rambu peringatan yang berisi larangan warga sholat di tempat umum dan menumbuhkan jenggot sebelum berusia 50 tahun. Sementara pegawai negeri (PNS) dilarang berpuasa selama bulan Ramadhan.
Di Tashkurgan, dekat perbatasan Pakistan, pihak berwenang telah menutup restoran halal karena dianggap menolak menyajikan makanan selama liburan.
Seorang guru dan seorang pejabat pemerintah mengatakan kepada AFP, sekolah melarang siswa menggunakan ucapan-ucapan dalam bahasa Arab seperti “Assalaamu alaikum”.
Sementara pemerintah komunis China bangga dengan pelaksanaan One Belt One Road(OBOR) di seluruh dunia Islam, diam-diam mereka terus melakukan mendiskriminasi dan memberi tekanan kepada Muslim Uighur.
Sejak beberapa tahun terakhir ini, umat Islam Uighur menjadi korban kekejaman pemerintah komunis China, menyebabkan puluhan orang tewas.[]