SALAH satu bentuk pelanggaran dalam berinteraksi dengan al-Qur’an adalah memboikot al-Qur’an. Nabi Muhammad ﷺ mengadu kepada Allah tentang sikap sebagian umatnya yang memboikot al-Quran. Allah ceritakan pengaduhan beliau dalam al-Qur’an,
Rasul berkata: “Ya Rab-ku, sesungguhnya kaumku menjadikan al-Quran itu sesuatu yang diacuhkan.” (QS. al-Furqan: 30).
Bentuk memboikot al-Quran beraneka ragam. Ada yang sangat parah dan ada yang tingkatannya ringan.
Ibnul Jauzi dalam tafsirnya menyebutkan, ada dua bentuk boikot al-Quran,
BACA JUGA: 10 Keutamaan Membaca Al Quran Setiap Hari
Pertama, boikot dalam bentuk tidak memperhatikan sama sekali, tidak mengimaninya dan mengingkarinya. Ini pemboikotan terhadap al-Quran yang dilakukan oleh orang kafir. Demikian keterangan Ibnu Abbas dan Muqatil bin Hayan.
Kedua, boikot dalam bentuk tidak memperhatikan maknanya sama sekali. Dia mengimaninya, membacanya, namun hanya di lisan, dan tidak mempedulikan kandungannya.
(Zadul Masir, 4/473).
Al-Hafidz Ibnu Katsir menyebutkan beberapa bentuk pemboikotan terhadap al-Quran,
Ini termasuk bentuk memboikot qur’an.
Tidak mempelajarinya, tidak menghafalkannya, termasuk memboikot al-Quran.
Tidak mengimaninya, membenarkan isinya, juga termasuk memboikot al-Quran.
Tidak merenungi maknanya, memahami kandungannya, termasuk memboikot al-Quran.
Tidak mengamalkannya, mengikuti perintah dan menjauhi laranganya, termasuk memboikot al-Quran.
Meninggalkan al-Quran dan lebih memilih syair, nasyid, nyanyian, atau ucapan sia-sia lainnya, termasuk memboikot al-Quran. (Tafsir Ibnu Katsir, 6/108).
Dalam Fatwa Lajnah Daimah juga dinyatakan,
BACA JUGA: Baca Al Quran saat Sedang Haid, Bolehkah?
Manusia terkadang memboikot al-Qur’an, tidak mengimaninya, tidak mendengarkannya, tidak menyimaknya. Terkadang dia mengimaninya, namun tidak mempelajarinya. Terkadang dia sudah belajar, namun tidak membacanya. Terkadang dia membaca, namun tidak merenunginya. Terkadang dia sudah merenunginya, namun tidak mengamalkannya, tidak menghalalkan apa yang dihalalkan oleh al-Quran, tidak mengharamkan apa yang diharamkan oleh al-Quran, tidak mengikuti hukum yang ada dalam al-Quran. Tidak mengobati penyakit dalam hatinya dengan al-Quran. Sehingga bentuk pemboikotan al-Quran berbeda-beda sesuai tingkatan seseorang berpaling dari al-Quran. (Fatwa Lajnah Daimah, 4/104)
Dari semua tingkatan pemboikotan itu, ada yang sangat parah, ada yang sampai tingkat kekufuran, ada yang berada di posisi dosa besar, dan sampai ada yang dibenci secara syariat.
Memahami ini, berarti tidak bisa membaca al-Quran, ada dua bentuk,
Pertama, tidak baca al-Quran karena keterbatasan yang dimilikinya.
Dia sudah berusaha untuk belajar, tapi tetap tidak mampu membacanya. Dalam kondisi semacam ini, dia tidak terhitung berdosa.
BACA JUGA: Cucuku, Lihatlah Keranjangnya
Kedua, tidak baca al-Quran karena memang cuek dan tidak perhatian dengan al-Quran.
Dia punya kemampuan, bahkan orang akademik, tapi karena dia tidak perhatian dengan al-Quran, hingga dia tidak bisa membaca al-Quran. Dia malu jika harus belajar dari dasar.
Ada artis yang pinter latihan vokal, suaranya bisa fasih. Tapi sayang, hanya dipake untuk menyanyi… menyanyi… tapi giliran al-Quran, dia blepotan. Sungguh memalukan.
Tindakan semacam ini layak disebut memboikot al-Quran. Allahu a’lam. []
Referensi: Konsultasisyariah.com