Oleh: Nurfajrin Nisa
Alumni S2 IPB)
Sepanjang-Sidoarjo
anisfajrin@rocketmail.com
KETIKA mendengar kata muslimah, seharusnya yang ada dibenak kita adalah seorang wanita muslim dengan pribadi menawan yang terpancar dari akhlaknya serta mampu menjaga muru’ah (kehormatan) atas apa yang melekat pada dirinya.
Namun beberapa hari terakhir sering kita dapati fenomena eksistensi diri dari para muslimah yang secara tidak langsung ingin diakui khalayak ramai bahwa mereka merupakan muslimah yang bertalenta dan patut dijadikan sebagai role model.
Beberapa contoh eksistensi diri dari para muslimah adalah dengan viralnya video yang memperlihatkan aksi DJ bercadar dengan busana serba hitam (wolipop.detik.com, 24/03/2017), jaipong hijabers (wolipop.detik.com, 30/04/2017) dan makin banyaknya ajang pencarian bakat khusus muslimah yang turut menyemarakkan dunia hiburan seperti Putri Muslimah Indonesia dan Hijab Hunt dengan menampilkan wanita muslimah berparas ayu lagi menawan dengan segudang prestasi.
Jika dilihat kasat mata, para muslimah berprestasi ini memberikan kesan positif mengenai hijab yang selama ini dipandang negatif oleh dunia Barat. Kenyataannya, eksistensi muslimah dengan memperlihatkan kecantikan dan lekuk tubuh tersebut hanya berfungsi untuk memperkuat konsep Barat tentang citra kecantikan yang ideal, dimana konsep tersebut tidak terdapat dalam Islam.
Hal yang luput dari kacamata para muslimah tersebut adalah apakah eksistensi tersebut masih dalam koridor yang diperbolehkan dalam hukum syara’ dan bagaimana status hukumnya, meski mungkin dengan niat yang baik sekaligus menyiarkan bahwa islam mampu eksis. Eksistensi diri yang salah tersebut telah dibuat sedemikian rupa sehingga mencoba menjauhkan para muslimah dari islam, membuat mereka tunduk pada masyarakat dan hidup untuk memenuhi harapan masyarakat daripada hidup dengan perintah Allah SWT.
Ironisnya negara liberal sekuler Barat melarang saudara perempuan kita untuk mengenakan jilbab dan niqab di depan umum, sementara industri mereka secara bersamaan mempromosikan “eksistensi muslimah berhijab” versi mereka.
Sesungguhnya islam sangat memuliakan muslimah dengan mengajarkan bagaimana seharusnya muslimah bersikap dan berperilaku serta eksistensi diri seperti apa yang dibenarkan oleh hukum syara’. Islam melarang eksistensi diri yang digagas oleh barat karena didalamnya terdapat konsep tabarruj, meskipun telah memakai hijab namun pakaian, perhiasan atau aksesori yang digunakan serta kecantikan muslimah tersebut menarik perhatian lawan jenisnya, Allah SWT menyatakan dalam surah Al-Ahzab.
..وَلَا تَبَرَّجْنَ تَبَرُّجَ الْجَاهِلِيَّةِ الْأُولَى..
“… dan jangan menunjukkan keindahan dan bertingkah laku seperti orang-orang jahiliah dahulu.” (Al-Ahzab: 33).
Meskipun pakaian tersebut telah menutup aurat, bukan berarti perempuan diperbolehkan memakainya di hadapan lawan jenisnya. Karena jika pakaian itu ketat, memperlihatkan lekuk tubuh atau dipercantik dengan cara menarik perhatian, maka tidak diizinkan baginya untuk mengenakannya di hadapan lawan jenisnya, hal ini yang ditegur oleh Nabi SAW dalam sebuah hadits.
“….dan perempuan yang berpakaian tapi telanjang yang cenderung dan mencenderungkan orang lain, rambut mereka seperti punuk onta yang miring. Mereka ini tidak akan masuk surga dan tidak akan mencium aroma surga. Dan sesungguhnya aroma surga itu bisa tercium sejauh perjalanan demikian dan demikian,” (HR Muslim dari jalur Abû Hurayrah).
Selain karena terdapat tabaruj, islam melarang eksistensi tersebut karena ingin menjaga kehormatan wanita dengan menghindarkan mereka dari pekerjaan yang mengeksploitasi kecantikan dan tubuh mereka. Pekerjaan yang menimbulkan dorongan jinsiy dari lawan jenis tersebut dilarang dalam hukum Islam.
Nabi SAW telah melarang kami dari pekerjaan seorang pelayan wanita kecuali yang dikerjakan dengan kedua tangannya. Beliau bersabda, “begini (dia kerjakan) dengan jari-jemarinya seperti membuat roti, memintal, atau menenun,” (HR Ahmad).
Ketidakpahaman akan hukum-hukum ini justru menimbulkan dharar dalam interaksi pria dan wanita. Walaupun seorang muslimah sudah berhijab, tetapi stimulan terhadap jinsiy di antara pria dan wanita tetap kuat karena faktor-faktor di atas.
Muslimah harus menyadari bahwa manipulasi eksistensi diri tersebut dirancang untuk menguasainya, membuat mereka berkompromi untuk memilah dan memilih bagian mana dari Islam yang ingin mereka terapkan, sehingga eksistensi yang dibangun muslimah harus berasal dari pemahaman yang benar dan utuh dan dijalankan sesuai dengan syariat islam sehingga mendatangkan pahala dan terhindar dari dosa. Sebagai penutup, kita harus mengingat hadist Nabi Muhammad SAW berikut: “Jika kamu tidak punya rasa malu maka berbuatlah sesukamu,” (HR al-Bukhari). []
Kirim OPINI Anda lewat imel ke: islampos@gmail.com, paling banyak 2 halaman MS Word. Sertakan biodata singkat dan foto diri.