ARISAN, merupakan kegiatan yang lekat dengan kehidupan sosial kaum hawa. Mulai dari ibu rumah tangga, wanita karir sampai selebriti dan sosialita, mengenal yang namanya arisan.
Arisan memang sudah jadi tradisi di kalangan masyarakat, khususnya di Indonesia. Namun, tetap perlu diketahui, bagaimana hukum arisan ini dalam perspektif Islam, terutama bagi muslimah?
Secara formal, pengertian arisan adalah kegiatan mengumpulkan uang, hingga mencapai jumlah tertentu pada suatu waktu tertentu untuk dibagikan secara merata dan bertahap kepada semua pesertanya. Uang yang dikumpulkan tak hanya dibagikan dalam bentuk uang, tetapi juga bisa berupa barang atau paket sesuai kesepakatan diawal.
Nah, bagaimana nih hukumnya?
BACA JUGA: Pembagian Harta Warisan dalam Islam
Dalam buku Fikih Muamalah Kontemporer karya Ustaz Oni Sahroni dijelaskan, secara formal pengertian arisan adalah sebuah kegiatan mengumpulkan uang atau barang yang bernilai sama oleh beberapa orang kemudian diundi. Lalu di antara anggota arisan menentukan siapa yang berhak memperoleh arisan melalui beragam skema undi.
Jadi, pada hakikatnya, arisan adalah bagian dari pinjam-meminjam. Jika ada sepuluh orang mengikuti suatu arisan, ketika Muslimah A menang undian maka ia telah meminjam sembilan uang arisan dari anggota lainnya. Kemudian, Muslimah A akan menggantinya secara berangsur sesuai jatuh tempo waktu undi arisan.
Simpan pinjam antara pihak yang mendapatkan bagian dan sisa anggota lain sebagai kreditur itu diperbolehkan untuk menjaga. Lebih lanjut, Ustaz Oni menjelaskan, arisan memiliki beberapa sifat yang harus dicermati.
- Arisan adalah sebagai ta’awun (tolong-menolong) dan adab meminjam.
- Jika arisannya bukan uang, misalnya, paket perjalanan umrah, harus ada kejelasan tentang harga perjalanan umrah itu. Jika terjadi perubahan harga dan selisih, hal ini juga harus dibicarakan sedari awal arisan digelar.
- Jika tuan rumah harus menyediakan makanan dan sejenisnya untuk menghormati tamu, hal itu diperkenankan. Mengeluarkan makanan dan sejenisnya di sini tidak dihitung sebagai bagian dari riba yang haram, tetapi sebagai bagian dari adab menghormati tamu sebagaimana dipahami oleh kelaziman dan tradisi masyarakat.
Di sisi lain, Ustaz Oni menekankan bahwa arisan merupakan pinjaman yang bergilir yang disebut transaksi sosial (tabarru). Hal ini tidak dilarang dan justru dianjurkan dalam Islam, selama ada niat untuk menunaikannya. Ini didasarkan pada hadis Nabi Muhammad SAW.
“Dari Abu Hurairah RA, ia berkata, “Rasulullah SAW bersabda: ‘Barang siapa yang meminjam harta orang dengan niat ingin ditunaikan (dibayar), niscaya Allah akan menolongnya untuk dapat menunaikannya. Sebaliknya, barang siapa yang mengambil harta orang lain untuk memusnahkan (dirusak), maka Allah akan memusnahkannya.'”
BACA JUGA: Arisan Qurban, Boleh Tidak sih?
Jadi, Ustaz Oni berpendapat, arisan memiliki motif untuk saling tolong-menolong sesama peserta. Para anggota berharap dengan angsuran tersebut mereka bisa menabung dalam jumlah tertentu untuk memenuhi hajat mereka atau berutang untuk dilunasi secara berkala.
Dia juga menggarisbawahi bahwa dalam arisan sejatinya tidak ada transaksi yang sifatnya terlarang. Hal ini juga sesuai jika merujuk pada kaidah umum dalam bermuamalah, yakni: “Al-ashlu fil-asyaa-I al-ibaahatu illa an yadulla dalilun ala at-tahrimi.” Yang artinya: “Pada dasarnya, segala sesuatu termasuk muamalat, boleh dilakukan.” []
Referensi: Fikih Muamalah Kontemporer/Karya: Ustaz Oni Sahroni/Penerbit: Republika/Tahun: 2019