SEORANG perempuan secara alami mengalami menstruasi atau haid. Masa haid biasanya berlangsung paling lama 14 hari. Siklusnya sendiri terjadi dalam periode 28-30 hari sekali.
Namun dalam kondisi tertentu, seorang wanita terkadang mengalami masa haid yang lebih panjang. Darah masih keluar setelah lebih dari 14 hari. Kasus demikian, termasuk dalam istihadhah.
Ketika haid, muslimah terhalang dari kewajiban menjalankan beberapa ibadah seperti shalat dan puasa. Namun, jika mengalami istihadhah, seorang muslimah tetap terikat dengan kewajiban ibadah tersebut.
Mengingat masalah haid dan suci dari haid berkaitan erat dengan praktik ibadah seorang muslimah, maka muslimah perlu mengetahui cara membedakan haid dan istihadhah.
Dalam kitab ‘asy-Syarhul Mumti‘, Syaik Ibnu Utsaimin menjelaskan 4 ciri pembeda darah haid dan istihadhah ini. Berikut penjelasannya:
1 Warna
Warna darah haid hitam, sedangkan darah istihadhah berwarna merah.
2 Kekentalan
Darah haid lebih kental, sedangkan istihadhah lebih encer.
3 Bau
Bau darah haid menyengat (amis). Adapun darah istihadhah tidak begitu amis, seperti keumuman darah biasa.
4 Pembekuan atau kering
Darah haid tidak membeku (atau tidak cepat kering) karena darah tersebut membeku ketika berada di rahim kemudian pecah dan meleleh, sehingga tidak segera membeku (proses sampai membeku cukup lama).
Berbeda halnya darah dengan darah istihadhah, ia akan segera membeku. Sebab, darah istihadhah hanyalah darah biasa yang keluar dari pembuluh darah.
Mengutip penjelasan Ustadz Abu Ishaq Abdullah, jika salah satu dari ciri darah haid tersebut ada, dan keluar pada waktunya (walaupun mungkin maju 12 hari), kuat dugaan bahwa darah tersebut adalah haid. Namun, jika ternyata darah keluar jauh sebelum waktunya, jadikan ciri warna sebagai patokan. Sebab, Rasulullah SAW bersabda:
“Jika itu adalah darah haid, warnanya hitam dan bisa dikenal. Apabila seperti itu, berhentilah shalat. Akan tetapi, jika warnanya lain, hendaklah engkau berwudhu (untuk shalat) karena ia hanya darah biasa.” (HR. Abu Dawud no. 286 dan an-Nasai no. 351, dinilai hasan oleh Syaikh al-Albani di kitab Irwa al-Ghalil, hadis no. 204)
Menurut Ustadz Abu Ishaq, dari hadis ini dan keterangan para ulama, empat ciri pembeda darah haid dan istihadhah sangat membantu ketika keluarnya darah pada masa biasanya terjadi haid. Adapun pada masa selain itu, tergantung pada warnanya, hitam atau tidak.
Shahabiyah Ummu Athiyyah dalam sebuah riwayat mengatakan:
“Kami tidak menganggap bercak kuning dan keruh (sebagai haid) setelah kami suci”. (HR. Abu Dawud no. 307 dan dinilai sahihkan oleh Syaikh al-Albani dalam kitab Shahih Sunan Abi Dawud no. 300)
Jika darah yang keluar tersebut secara hitungan memang sudah saatnya haid, berarti dianggap darah haid. Namun, jika secara perhitungan normal belum saatnya haid, darah tersebut dianggap istihadhah, kecuali jika warnanya hitam, berarti dianggap haid.
Bagaimana jika yang keluar flek coklat dan terus menerus, tetapi darah haidnya masih belum keluar?
Ustadz Abu Ishaq menjelaskan, bercak atau flek coklat yang tampak pada hari-hari haid, berarti haid. Akan tetapi, jika flek keluar di luar itu, belum bisa dikatakan haid, kecuali apabila terdapat ciri-ciri darah haid. Sebab, hukum asal adalah tetap suci.
Hal itu sebagaimana sabda Rasulullah SAW:
“Jika itu adalah darah haid, warnanya hitam dan bisa dikenal. Apabila seperti itu, berhentilah shalat. Akan tetapi, jika warnanya lain, hendaklah engkau berwudhu (untuk shalat) karena ia hanya darah biasa.” (HR. Abu Dawud no. 286 dan an-Nasai no. 351, dinilai hasan oleh Syaikh al-Albani dalam kitab Irwa al-Ghalil, hadis no. 204)
Dalam sebuah riwayat, Ummu Athiyyah pun mengatakan:
“Kami tidak menganggap bercak kuning dan keruh (sebagai haid) setelah kami suci”. (HR. Abu Dawud no. 307 dan dinilai sahih oleh Syaikh al-Albani dalam kitab Shahih Sunan Abi Dawud no. 300)
Jarak waktu tujuh hari masih terhitung panjang untuk dikatakan bahwa waktu haidnya maju. Adapun rasa pegal atau nyeri di perut yang mungkin biasa dialami oleh perempuan yang sedang haid, tidak bisa dijadikan patokan. Sebab, gejala tersebut bisa juga disebabkan oleh faktor lain. []
Referensi: asy-Syarhul Mumti/Karya: Syaik Ibnu Utsaimin/Penerbit: Darus Sunah/Tahun: 2010