ISLAM adalah agama yang sempurna dimana setiap aspek kehidupan manusia diatur di dalam Alquran. Bahkan termasuk pula mengenai keuangan. Islam juga mengatur tentang prinsip pengelolaan keuangan yang sesuai dengan hukum Allah SWT. Untuk lebih memahaminya, berikut adalah 6 prinsip pengelolaan uang dalam Islam:
1 Pendapatan
Islam mengatur tentang pendapatan dalam rumah tangga. Pendapatan yang didapatkan oleh suami haruslah berasal dari sumber yang halal.
Dari al-Miqdam Radhiyallahu anhu bahwa Rasulullah SAW bersabda: “Tidaklah seorang (hamba) memakan makanan yang lebih baik dari hasil usaha tangannya (sendiri), dan sungguh Nabi Dawud Alaihissallam makan dari hasil usaha tangannya (sendiri).”
Rasulullah SAW bersabda: “Sesungguhnya Allah itu baik dan hanya menerima yang baik-baik saja.” (HR. Muslim)
Rasulullah SAW bersabda,
“Sungguh jika salah seorang dari kalian mengambil tali, lalu pergi ke gunung (untuk mencari kayu bakar), kemudian dia pulang dengan memikul seikat kayu bakar di punggungnya lalu dijual, sehingga dengan itu Allâh menjaga wajahnya (kehormatannya), maka ini lebih baik dari pada dia meminta-minta kepada manusia, diberi atau ditolak.”
2 Pengeluaran
Nafkah halal yang didapat tadi digunakan untuk keperluan rumah tangga, seperti biaya makan, sekolah, dan lainnya. Namun semua itu tidak boleh melebihi kemampuan dari perolehan pendapatan. Kita dilarang untuk boros dalam penggunaan uang.
Allah Ta’ala berfirman,
“Dan janganlah kamu menghambur-hamburkan (hartamu) secara boros. Sesungguhnya pemboros-pemboros itu adalah saudara-saudara syaitan.” (QS. Al Isro’ [17]: 26-27).
Dari Abu Hurairah, ia berkata bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
“Sesungguhnya Allah meridlai tiga hal bagi kalian dan murka apabila kalian melakukan tiga hal. Allah ridha jika kalian menyembah-Nya dan tidak mempersekutukan-Nya dengan sesuatu apapun, dan (Allah ridla) jika kalian berpegang pada tali Allah seluruhnya dan kalian saling menasehati terhadap para penguasa yang mengatur urusan kalian. Allah murka jika kalian sibuk dengan desas-desus, banyak mengemukakan pertanyaan yang tidak berguna serta membuang-buang harta.” (HR. Muslim no.1715)
3 Silaturahim
Dengan hikmah silaturahim, maka jalan rejeki akan lebih luas dan banyak. Telah menceritakan kepada kami Muhammad bin Abi Ya’quub Al-Kirmaaniy. Telah menceritakan kepada kami Hassaan. Telah menceritakan kepada kami Yuunus. Telah berkata Muhammad , dari Anas bin Maalik radliyallaahu ‘anhu, ia berkata : Aku mendengar Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallambersabda :
“Barangsiapa yang suka diluaskan rizkinya dan ditangguhkan kematiannya, hendaklah ia menyambung silaturahim” (HR Bukhari).
Telah menceritakan kepada kami ‘Abdush-Shamad bin ‘Abdil-Waarits. Telah menceritakan kepada kami Muhammad bin Mihzam, dari ‘Abdurrahmaan bin Al-Qaasim. Telah menceritakan kepada kami Al-Qaasim, dari ‘Aaisyah :
Bahwasannya Rasulullah SAW pernah bersabda kepadanya : “Barangsiapa yang diberikan bagian dari kelemah-lembutan, sungguh ia telah diberikan bagian kebaikan dari dunia dan akhirat. Menyambung silaturahim, akhlaq yang baik, dan bertetangga yang baik akan memakmurkan negeri-negeri dan menambah umur-umur.” (HR Ahmad).
4 Zakat, Infaq, Sedekah
Dalam Islam, kita mencari rejeki bukan hanya dihabiskan untuk keperluan sehari-hari tapi juga ada hak dari mereka yang tidak mampu di dalamnya. Untuk itulah kita disarankan untuk melakukan zakat dalam Islam, infaq, dan sedekah dalam Islam.
Allah berfirman, “Dan barang apa saja yang kamu infakkan, maka Allah akan menggantinya dan Dialah pemberi rezeki yang sebaik-baiknya.” (QS. Saba’: 39)
Nabi SAW bersabda kepada Zubair bin al- Awwam: “Hai Zubair, ketahuilah bahwa kunci rezeki hamba itu dibentangkan di Arsy, yang dikirim oleh Allah azza wajalla kepada setiap hamba sekadar nafkahnya. Maka siapa yang membanyakkan pemberian kepada orang lain, niscaya Allah membanyakkan baginya. Dan siapa yang menyedikitkan, niscaya Allah menyedikitkan baginya.” (HR ad-Daruquthni dari Anas r.a.)
5 Menghindari utang yang tidak perlu
Islam mengajarkan untuk menolong orang dengan memudahkan memberi pinjaman, tapi Islam juga menyarankan untuk tidak melakukan pinjaman jika keperluan tersebut tidak mendesak.
Rasulullah SAW bersabda, “Barangsiapa yang mati dalam keadaan masih memiliki hutang satu dinar atau satu dirham, maka hutang tersebut akan dilunasi dengan kebaikannya (di hari kiamat nanti) karena di sana (di akhirat) tidak ada lagi dinar dan dirham.” (HR. Ibnu Majah no. 2414)
Rasulullah SAW biasa berdo’a di akhir shalat (sebelum salam): ALLAHUMMA INNI A’UDZU BIKA MINAL MA’TSAMI WAL MAGHROM (Ya Allah, aku berlindung kepadamu dari berbuat dosa dan banyak utang).” Lalu ada yang berkata kepada beliau SAW,
“Kenapa engkau sering meminta perlindungan adalah dalam masalah hutang?” Lalu Rasulullah SAW bersabda, “Jika orang yang berhutang berkata, dia akan sering berdusta. Jika dia berjanji, dia akan mengingkari.” (HR. Bukhari no. 2397)
6 Menabung
Islam juga mengajarkan untuk merencanakan masa depan dengan menabung.
Dari Sa’id bin Abi Sa’id Al-Maqburi rahimahullah:
“Bahwa Umar bertanya kepada seseorang tentang tanah yang telah ia jual. Beliau berpesan kepadanya: “Jagalah (simpanlah) hartamu (dari penjualan tanah tersebut, pen)! Galilah (tanah untuk menyimpan, pen) harta itu di bawah permadani (tempat tidur) istrimu!”
Ia bertanya: “Wahai Amirul Mukminin! Apakah perbuatan itu tidak terkena ancaman menimbun harta?” Beliau menjawab: “Tidaklah termasuk menimbun, jika dikeluarkan zakatnya.” (HR Ibnu Abi Syaibah dalam Mushannafnya: 10618 (3/190) dari Ibnu Uyainah dari Muhammad bin Ajlan dari Sa’id bin Abi Sa’id). []
SUMBER: DALAMISLAM