Oleh: Dwi Rahayuningsih, S.Si
Pengajar dan Penulis
Blora, Jawa Tengah
halehacerdas@gmail.com
“JADI perempuan itu kudu mandiri. Jangan tergantung pada laki-laki.” Atau “Jadi perempuan harus punya penghasilan sendiri, supaya tidak diinjak laki-laki.” Pernah dengar ucapan seperti itu? Atau kita sendiri yang memiliki pandangan sama dengan yang diungkapkan diatas? Kalau benar, berarti ada yang bermasalah dengan pemahaman kita.
Jika ada yang memahami bahwa perempuan harus mandiri dan berpenghasilan sendiri, bisa jadi telah terserang virus kapitalisme. Suatu paham yang menjadikan materi sebagai orientasi utama hidupnya. Dimana segala sesuatu dinilai dari materi.
Akibat dari hal ini, maka mayoritas perempuan berlomba-lomba untuk mencari penghasilan sendiri. Ada yang membuka usaha dirumah sambil mengurus buah hati, ada pula yang memilih untuk bekerja di luar rumah dan menyerahkan pengasuhan buah hati kepada para asisten rumah tangga.
Bahkan kehormatan perempuan dinilai dari bisa tidaknya dia menghasilkan pundi-pundi materi. Mereka yang bekerja akan lebih dihargai dibanding mereka yang memilih untuk dirumah tanpa bekerja. Padahal ketika perempuan memilih untuk di rumah dan hanya mengurus rumah tangga, juga membutuhkan keahlian dan managerial khusus. Namun hal itu tidak akan bernilai apapun jika tidak ada materi yang dihasilkan darinya.
BACA JUGA: Muslimah Berdakwah, Harus!
Itulah sebabnya, bekerja menjadi pilihan banyak perempuan. Alasannya selain untuk membantu suami mencari nafkah, juga untuk memanfaatkan ilmu yang dimiliki supaya tidak sia-sia. “Sayang kan sudah sekolah tinggi-tinggi kalau hanya di rumah mengurus anak. Kalau hanya mengurus anak, semua orang juga bisa. Tak perlu sekolah tinggi, karena mengurus anak adalah sesuatu yang bersifat alami,” katanya.
Kehormatan Perempuan Dalam Islam
Islam menempatkan perempuan dalam posisi yang mulia dan terhormat. Bukan sebagai mesin uang apalagi pemuas nafsu kaum Adam. Melainkan sebagai partner laki-laki untuk mendidik buah hati mencetak genarasi yang shaleh dan berprestasi.
Bahkan Allah telah menempatkan posisi perempuan (baca: Ibu) tiga tingkat lebih tinggi daripada laki-laki. Perjuangan seorang ibu dalam melahirkan anaknya dianggap berjihad. Dan perempuan yang shalehah lebih baik daripada dunia dan isinya.
“Dunia adalah perhiasan. Dan sebaik-baik perhiasan dunia adalah wanita shalehah.” (HR. Muslim)
Begitu indah perumpamaan yang Allah berikan kepada setiap wanita shalehah. Disejajarkan dengan perhiasan dunia. Bahkan sebaik-baik perhiasan dunia. Kurang apa lagi? Jika kemuliaan perempuan dilihat dari penghasilannya, alangkah sengsaranya setiap perempuan yang memilih untuk membesarkan buah hatinya menjadi ulama-ulama besar seperti ibunda Imam Syafi’I, ibunda Imam Hambali, dan para bunda lainnya. Justru merekalah para ibu yang telah berhasil menghantarkan putranya menjadi seoarng yang hebat.
Di lain sisi, Allah menjanjikan surga kepada setiap perempuan yang shalehah bukan kepada mereka yang berpenghasilan banyak. Karena kewajiban mencari nafkah dibebankan kepada kaum laki-laki. Perempuan tinggal di rumah untuk menjaga harta suami dan kehormatan dirinya.
“Jika seorang wanita selalu menjaga shalat lima waktu, juga berpuasa sebulan (di bulan Ramadan), menjaga kemaluannya (dari perbuatan zina) dan taat pada suaminya, maka dikatakan pada wanita tersebut, “Masuklah ke surga melalui pintu manapun yang engkau suka.” (HR. Ahmad)
Perempuan Bekerja Menurut Islam
Bekerja bagi seorang perempuan hukumnya mubah. Artinya kemubahan bekerja bagi seorang perempuan harus dilihat sisi manfaat dan madlaratnya. Jika dengan bekerja membuat perempuan lalai akan kewajiban utamanya, maka sebaiknya tidak mengambil peran ini. Namun jika dengan bekerja masih bisa menjalankan kewajibannya, tidak lalai terhadap tugas utamanya sebagai Ummu wa Rabbatul bait (Ibu sekaligus pengatur rumah), maka tidak masalah baginya untuk mengambil peran ini.
Sebagaimana kita ketahui bahwa tugas utama seorang perempuan adalah mendidik anaknya dan mengatur urusan rumah tangganya. Karena Pendidikan pertama dan utama bagi anak adalah dari ibunya. Pendidikan tinggi yang telah ditempuh seorang perempuan adalah modal untuk mendidik putra-putrinya. Bukan untuk nekerja. Karena mendidik anak butuh keahlian dan ilmu.
BACA JUGA: Muslimah itu Istimewa
Bohong jika mendidik anak tidak perlu ilmu karena sudah sifat alamiah perempuan pasti akan menjadi ibu. Tanpa ilmu, maka segala perbuatan akan berpotensi melakukan pelanggaran terhadap aturan Allah. ilmu yang akan mengantarkan anak-anak menjadi anak yang cerdas dan Shaleh.
Jadi, perempuan terhormat adalah perempuan yang mampu menjalankan kewajiannya dengan seimbang. Kehormatan perempuan tidak diukur dari banyaknya pundi-pundi rupiah yang dihaslikannya. Atau tingginya kedudukan dan jabatan dunia yang melekat pada dirinya. Namun kemuliaan perempuan adalah ketika dia mampu menjadi sebaik-baik perhiasan dunia.
Wanita shalehah.
Wanita shalehah tidak butuh penilaian dari manusia. Baginya Allahlah orientasi utamanya. Halal dan haram standar hidupnya. Tidak ada yang lebih nikmat di dunia ini kecuali dekat dab mendapat ridlo dari-Nya. Itulah dambaan setiap perempuan mukmin. Karena wanita shalehah tempatnya adalah surga. Adakah balasan yang lebih baik dari surga? Karena tujuan tertinggi setiap hamba adalah bertemu dengan Tuhannya di surga. Wallahu a’lam bish-shawab. []
Kirim OPINI Anda lewat imel ke: islampos@gmail.com, paling banyak dua (2) halaman MS Word. Sertakan biodata singkat dan foto diri. Isi di luar tanggung jawab redaksi.