BERJILBAB merupakan perintah Allah bagi setiap muslimah. Di Indonesia, jilbab sudah sangat populer di kalangan wanita. Banyak yang mengenakannya dengan berbagai gaya, sebab jilbab sudah jadi bagian dari trand fashion yang kini sedang berkembang di berbagai belahan dunia.
Lepas dari popularitasnya, hakikat jilbab adalah sebagai penutup aurat dan pelindung bagi wanita sekaligus identitasnya sebagai muslimah. Jadi, selain padanan jilbab dengan warna dan bentuk wajah agar sesuai saat dikenakan, perlu diingat juga syarat atau ketentuan syar’i-nya.
Hal ini penting untuk diperhatikan, sebab nyatanya banyak di antara para muslimah yang lebih mengedepankan aspek fashionable ketimbang unsur syar’i dalam berjilbab. Padahal ketentuan syar’i lah yang harusnya jadi standar dalam pilihan fashion seorang muslimah, termasuk dalam berjilbab.
Nah, apa saja ketentuan syar’i dalam pemilihan jilbab bagi seorang muslimah? Berikut ini ulasannya:
1. Menutupi seluruh badan
Jilbab bukan hanya sekedar kain kerudung yang digunakan menutupi leher hingga kepala, melainkan mencangkup pakaian yang menutupi seluruh aurat wanita, mulai dari ujung rambut hingga ujung kaki, kecuali wajah dan telapak tangan.
Jadi, jika ada sedikit saja bagian tubuh yang terlihat, misalnya bagian leher yang kelihatan karena kerudung yang terlalu pendek, maka pakaian tersebut belum bisa memenuhi unsur syar’i yang satu ini.
2. Tidak diberi hiasan-hiasan yang berlebihan hingga mengundang pria untuk melihatnya
Allah Subhanahu wa ta’ala berfirman :
“Katakanlah (ya Muhammad) kepada wanita-wanita yang beriman: hendaklah mereka menundukkan pandangan mata dan menjaga kemaluan mereka, dan jangan menampakkan perhiasan mereka kecuali apa yang biasa nampak darinya. Hendaklah mereka meletakkan dan menjulurkan kerudung di atas kerah baju mereka (dada-dada mereka)… “ (QS. An-Nuur: 31)
Adakalanya karena, ingin terlihat mewah dan glamour, seorang muslimah mengenakan banyak aksesoris pada pakaiannya. Ini termasu hal yang tidak diperbolehkan, apalagi jika itu dilakukan dengan niat riya atau sengaja menarik perhatian orang lain untuk melihatnya.
3. Tebal tidak tipis ataupun menerawang
Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wassalam bersabda, “Akan ada nanti di kalangan akhir umatku para wanita yang berpakaian tapi hakikatnya mereka telanjang.” Kemudian Beliau Shallallahu ‘alaihi wassalambersabda, “…laknatlah mereka karena sesungguhnya mereka itu terlaknat”. (HR. Ath Thabrani dalam Al Mu`jamush Shaghir dengan sanad yang shahih sebagaimana dikatakan oleh Syaikh Albani dalam kitab beliau Jilbab Al Mar’ah Al Muslimah, hal. 125)
Ibnu Abdil Baar berkata, “Yang dimaksud Nabi Shallallahu ‘alaihi wassalam dalam sabdanya (di atas) adalah para wanita yang mengenakan pakaian dari bahan yang tipis yang menerawangkan bentuk badan dan tidak menutupinya maka wanita seperti ini istilahnya saja mereka berpakaian tapi hakikatnya mereka telanjang”.
4. Lebar tidak sempit
Belakangan ini kan marak istilah jilboob. Inilah yang dimaksud, yaitu berpakaian tertutup tapi memperlihatkan bentuk tubuh, karena pakaian yang dikenakannya terlalu ketat. Rasullah SAW jelas melarangnya.
“Usamah bin Zaid berkata: Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wassalam memakaikan aku pakaian Qibthiyah yang tebal yang dihadiahkan oleh Dihyah Al Kalbi kepada beliau maka aku memakaikan pakaian itu kepada istriku. Suatu ketika Beliau Shallallahu ‘alaihi wassalam bertanya: “Mengapa engkau tidak memakai pakaian Qibthiyah itu?” Aku menjawab: “Aku berikan kepada istriku”. Beliau berkata : “Perintahkan istrimu agar ia memakai kain penutup setelah memakai pakaian tersebut karena aku khawatir pakaian itu akan menggambarkan bentuk tubuhnya”. (Diriwayatkan oleh Adl Dliya Al Maqdisi, Ahmad dan Baihaqi dengan sanad hasan, kata Syaikh Al-Albani t dalam Jilbab, hal. 131)
4. Tidak diberi wangi-wangian
Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wassalam bersabda, “Wanita mana saja yang memakai wangi-wangian lalu ia melewati sekelompok orang agar mereka mencium wanginya maka wanita itu pezina.” (HR. An Nasai, Abu Daud dan lainnya, dengan isnad hasan kata Syaikh Al-Albani dalam Jilbab, hal. 137)
Jika sekedar menutupi bau badan sih boleh saja, tapi jika wangi-wangian digunakan untuk menarik perhatian atau sekedar ingin mendapat pujian, tentu itu tidak diperbolehkan.
5. Tidak menyerupai pakaian laki-laki
Abu Hurairah mengatakan: “Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wassalam melaknat laki-laki yang memakai pakaian wanita dan wanita yang memakai pakaian laki-laki”. (HR. Abu Daud, Ibnu Majah dan lainnya. Dishahihkan Syaikh Al-Albani dalam Jilbab, hal. 141)
Dalam tradisi kita, laki-laki identik dengan celana panjang, sedangkan perempuan identik dengan rok atau gamis. Maka, muslimah dianjurkan memakai pakaian yang sesuai dengan jati dirinya sebagai wanita sebagaimana yang disebutkan dalam hadis di atas.
6. Tidak menyerupai pakaian wanita non-muslim
Karena Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wassalam dalam banyak sabdanya memerintahkan kita untuk menyelisihi orang-orang kafir dan tidak menyerupai mereka baik dalam hal ibadah, hari raya/perayaan ataupun pakaian khas mereka.
Model jilbab banyak bermunculan, mulai dari yang sesuai syar’i hingga yang trendy. Beberapa gaya hijab bahkan menapilkan model kerudung yang dikreasikan sedemikian rupa sehingga bentuknya bermacam-macam. Ada yang jadi turban, ada yang seperti sorban, ada juga yang menyerupai kerudung biarawati.
Model jilbab semacam itulah yang dilarang dalam Islam, yaitu yang menyerupai nodel pakaian non-muslim. Jika jilbab dibuat dengan model semacam itu, dikhawatirkan dapat menghilangkan ciri atau identitas sesungguhnya dari seorang muslimah.
Demikian juga halnya jika model-model jilbab seperti itu dipakai dengan tujuan untuk menunjukkan ciri khas agar lebih dikenal orang atau demi popularitas. Itu juga tidak dibenarkan.
Ibnul Atsir berkata, “Pakaian yang dikenakan itu masyhur di kalangan manusia karena warnanya berbeda dengan warna-warna pakaian mereka hingga manusia mengangkat pandangan ke arahnya jadilah orang tadi merasa bangga diri dan sombong. Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wassalam bersabda, ‘Siapa yang memakai pakaian untuk ketenaran di dunia maka Allah akan memakaikannya pakaian kehinaan pada hari kiamat kemudian dinyalakan api padanya”. (HR. Abu Daud, Ibnu Majah dengan isnad hasan kata Syaikh Albani dalam Jilbab, hal. 213)
Jadi, dalam memilih jilbab, sorang muslimah harus mengedepankan unsur syar;i ketimbang hasrat pribadi. Ingin tampil cantik sih boleh saja, tapi harus tetap hati-hati, jangan sampai menabrak ketentuan syar’i. []
SUMBER: JILBAB AL MAR’AH AL MUSLIMAH |SYAIKH MUHAMMAD NASHIRUDDIN AL ALBANI