Oleh: Rusmini Bintis, Pegiat Kajian Perempuan KAMMI Medan
TULISAN ini bukanlah untuk membahas tentang kontes kecantikan seperti Miss Indonesia, Miss selebriti ataupun berbagai model artis yang sering berpenampilan glamour untuk menunjukkan eksistensi dirinya dalam kancah hiburan Indonesia. Lebih dari sebuah kompetisi, tulisan ini akan mengupas tentang semua sisi kehidupan bidadari dunia yang layak mendapatkan hadiah dari Allah.
Untuk lebih memfokuskan pikiran kita, lupakan sejenak tentang kondisi perempuan saat ini yang semakin gila mengkomersilkan diri demi sesuap nasi. Rela menjual tubuh untuk sekedar iklan produk, jadi artis dan profesi lain, mereka tidak pandai menghargai dirinya sendiri. Ketika kita pergi ke sebuah toko atau pusat perbelanjaan. Setiap barang punya lebel harga yang melekat. Begitu juga manusia khususnya perempuan.
Pada umumnya, yang menentukan harga barang dagangan adalah kesepakatan antara si penjual dan pembeli. Sedangkan harga perempuan ditentukan oleh dirinya sendiri sebagai objek yang dibeli. Ya, itulah keistimewaan perempuan dibandingkan barang dagangan yang lain. Tidak hanya itu, perempuan yang pintar dalam menentukan harga dirinya juga bukan dibeli dengan uang.
BACA JUGA: 4 Keistimewan Bidadari Surga yang Belum Pernah Terbayangkan
Terlalu murah jika hanya sekedar materi. Perempuan yang pandai menetukan harga, ia akan memperoleh keuntungan yang tiada terbatas nikmatnya. Kedudukan, perhiasan, kecantikan, emas permata, bahkan surga akan menghampirinya. Seperti dalam sebuah perjalanan sehari, kita kaum perempuan telah diberi secara cuma-cuma oleh Allah kendaraan untuk dapat sampai di satu tujuan.
Di setiap lorong perjalanan kita akan menemui tempat-tempat rekreasi yang indah nan menawan. Bagi yang fokus pada tujuan ia tidak akan tergiur singgah barang sebentar untuk mencicipi yang bukan haknya. Karena ia sadar, waktunya terbatas untuk sampai tempat tujuan (surga) sebagaimana yang Allah perintahkan.
Perempuan yang berkualitas, mengungguli bidadari ahli surga. Karena bidadari masuk surga karena takdir. Sedangkan wanita shalihah berhasil karena perjuangan, sedikit saja ia tergelincir neraka pun selalu mengintai. Siapapun perempuan itu pasti mau lebih cantik dari bidadari. Keinginan boleh sama, tapi usaha setiap diri tentu berbeda-beda. Hasilnya juga beda.
Penulis sangat takjub ketika membaca penuturan Al Yafi’i dari Syeikh Abdul Wahid bin Zahid, yaitu kisah seorang pemuda 15 tahun yang begitu ingin berjumpa dengan Ainul Mardiyah, bidadari surga yang Allah takdirkan untuknya. Berawal ketika pemuda itu mendengar Q.S At Taubah ayat 111. “Sesungguhnya Allah telah membeli dari orang-orang mu’min, diri dan harta mereka dengan memberikan surga untuk mereka.”
Bahasa langit dalam Al-Qur’an tersebut mendorong pemuda itu untuk menginfakkan seluruh harta warisan dari ayahnya yang baru saja meninggal untuk keperluan perang. Tidak hanya itu, ia juga turut dalam peperangan demi menegakkan agama Islam.
Menurut penuturan Abdul Wahid, pemuda itu orang yang pertama kali datang sebelum pemberangkatan pasukan perang. Ia berpuasa di siang hari dan bangun malam untuk beribadah. Pemuda shalih itu bahkan rajin mengurus unta-unta dan kuda tunggangan pasukan serta sering menjaga ketika yang lain sedang tidur.
Sampai di Romawi, ia maju sambil berteriak: ”Hai, aku ingin segera bertemu dengan Ainul Mardhiyah . .” Berulang kali kalimat itu ia ucapkan. Sehingga Abdul Wahid menjumpainya dan bertanya siapa Ainul Mardiyah ..? Dengan semangat yang berkobar, pemuda itu menjawab “Tadi sewaktu aku sedang kantuk, selintas aku bermimpi. Seseorang datang kepadaku seraya berkata: “Pergilah kepada Ainul Mardiyah.”
BACA JUGA: 10 Nasihat untuk Para Calon Bidadari Surga
Perempuan itu mengajakku memasuki taman yang di bawahnya terdapat sungai dengan air yang jernih dan dipinggirnya nampak para bidadari duduk berhias dengan mengenakan perhiasan-perhiasan yang indah. Manakala melihat kedatanganku , mereka bergembira seraya berkata: “Inilah suami Ainul Mardhiyah . . . . .”
“Assalamu’alaikum” kataku bersalam kepada mereka. “Adakah di antara kalian yang bernama Ainul Mardhiyah?” Mereka menjawab salamku dan berkata: “Tidak, kami ini adalah pembantunya. Teruskanlah langkahmu” Beberapa kali aku sampai pada taman-taman yang lebih indah dengan bidadari yang lebih cantik, tapi jawaban mereka sama, mereka adalah pembantunya dan menyuruh aku meneruskan langkah.
Akhirnya aku sampai pada kemah yang terbuat dari mutiara berwarna putih. Di pintu kemah terdapat seorang bidadari yang sewaktu melihat kehadiranku dia nampak sangat gembira dan memanggil-manggil yang ada di dalam: “Hai Ainul Mardhiyah, ini suamimu datang . …”
Ketika aku dipersilahkan masuk kulihat bidadari yang sangat cantik duduk di atas sofa emas yang ditaburi permata dan yaqut. Waktu aku mendekat dia berkata: “Bersabarlah, kamu belum diijinkan lebih dekat kepadaku, karena ruh kehidupan dunia masih ada dalam dirimu.” Pemuda itu melanjutkan kisah mimpinya: “Lalu aku terbangun, wahai Abdul Wahid aku tidak sabar lagi menanti terlalu lama”.
Belum selesai perbincangan, tiba-tiba ada sembilan orang musuh menyerang mereka. Usai perang, tubuh pemuda itu sudah tercabik-cabik sayatan pedang dan berlumuran darah. Ia meninggal dalam kondisi tersenyum. Subhanallah, begitu cepat janji Allah dengan keinginan hamba Nya.
Wahai perempuan seluruhnya, kita seringkali terjebak oleh penampilan fisik tanpa diiringi mempercantik fisikis. Bidadari yang digambarkan duduk di atas sofa emas yang ditaburi permata dan yaqut sesungguhnya tidak lebih cantik dengan kedudukan perempuan shalihah yang ditakdirkan Allah bisa masuk surga.
Perempuan shalihah lebih baik dari bidadari. Karena perempuan shalihah berhasil berkat perjuangannya (mujahadah). Ketika masuk surga, ia menghargai posisi yang ditempatinya. Sedangkan bidadari masuk surga secara cuma-cuma (majjanan). (Hadil Arwah, Ibnul Qayyim Al Jauziyah).
Sedikit mengutip kalimat saya yang terdahulu dalam tulisan yang bertajuk “Sosok Bidadari Dunia”, dalam artikel itu tertulis bahwa ‘Setiap waktu Allah menguji manusia, dimanapun dan kapanpun kita berada. Semakin tinggi keimanan seorang perempuan, maka akan semakin tinggi pula tingkatan ujian yang dihadapi. Karena surga juga bertingkat- tingkat’.
BACA JUGA: Lelaki Ahli Surga dan 100 Bidadari
Tinggal Pilih Yang Mana
Islam adalah agama universal. Agama dari langit itu bukan hanya untuk anak yatim karena pembawa risalah tidak punya ayah, bukan pula hanya untuk orang Arab. Islam menaungi seluruh elemen masyarakat tanpa memandang kasta. Islam milik orang kaya, miskin, berkulit putih dan hitam, bahkan budak juga ada.
Desian kehidupan generasi terdahulu yaitu para sahabiyah juga akan terus relevan menjadi acuan tingkah laku perempuan walaupun berbeda zaman. Ada Sumayyah bagi yang diuji Allah dengan kemiskinan. Anak gadis Amr bin Wahab ketauladanan menerima apa adanya jodoh yang Allah dan Rasulnya kehendaki, Asiyah contoh istri dengan kondisi suami kafir dan membangkang kepada Allah.
Ada Khadijah binti Khuwailid bagi yang bersuami shalih namun tetap ikut berlomba dalam memberikan kontribusi manfaat bagi umat. Ummul mukminin itu yakin bahwa bukan amalan suaminya yang bisa mengantarkan kepada surga dan berjumpa dengan Allah, tapi amalan dirinya sendiri. Karena bagaimana mungkin amalan kita dilakukan orang lain kecuali kita sendiri yang melakukannya.
Mariyam binti Imran sosok suci yang dianugerahi bayi tanpa ayah, setidaknya ia sebagai tauladan bagi para janda yang memiliki anak. Beliau tetap menjaga kehormatannya walaupun sendirian mengasuh anaknya tanpa suami.
Ada Sarah dan Hajar bagi yang dipoligami, keduanya tetap hidup rukun serta tidak saling menjatuhkan. Nabi Ibrahim bukan karena dihasut Sarah hingga ia mengantarkan Hajar dan Ismail ke gurun pasir yang tandus, melainkan Ibrahim melakukannya atas perintah Allah. Jadi hubungan antara kedua istri tetap harmonis.
Aisyah binti Abu Bakar sebagai contoh perempuan yang rajin menuntut ilmu. Saat kita kupas tuntas sejarah kehidupan para perempuan shalih di setiap zaman, tentu kita akan menemukan ketauladanan tiada tanding yang patut kita ikuti. Sehingga suatu saat nanti, tidak ada alasan bagi kita untuk durhaka kepada Allah dan Rasul Nya.
Semua model bidadari ada dalam sejarah Islam. Tinggal kita ikuti langkah heroik mereka sesuai dengan kondisi yang dialami para perempuan. Mereka itulah sosok bidadari sesungguhnya. Mereka yang dengan sekuat tenaga berusaha selalu menemui Allah dalam setiap amalan baik. Dan Allah tidak menemukan mereka dalam kemaksiatan.
Calon bidadari surga adalah semua perempuan shalih yang masih hidup di dunia ini, karena ketika mereka wafat disitulah mereka menjadi bidadari yang selama ini dihayalkan. Kenikmatan yang tidak akan sanggup terlintas oleh mata, kemerduan suara yang tidak pernah didengar oleh telinga dan tidak pernah terlintas oleh pikiran. Itulah surga, tempat abadi yang Allah janjikan.
Ciri perempuan shalihah adalah melakukan segala perintah Allah dan Rasulullah dengan hati yang ringan. Ia tidak akan berfikir panjang dalam melakukan kebaikan. Walaupun terkesan sia-sia dalam kacamata dunia, tapi ia tetap melakukannya.
Lihatlah bagaimana sepak terjang Hajar, ia tetap pergi ke gurun pasir walaupun secara logika sama artinya ia cari mati. Namun Allah tidak pernah tidur, ia selalu megawasi dan memberi perlindungan bagi yang dikehendaki.
Perjuangan kita para perempuan di Indonesia khususnya, tidaklah segetir pengorbanan seperti yang dilakukan Sumayyah yang harus mati dengan tombak terhujam di kemaluannya, tidak pula seperti Khadijah yang mengorbankan seluruh hartanya hingga pada masa pemboikotan total oleh orang kafir Quraisy Khadijah makan seadanya.
BACA JUGA: Gabungkan Kekuatan Bidadarimu!
Perjuangan kita pada zaman kontemporer sekarang juga tidak seperti kondisi perempuan di Palestina yang setiap detik maut mengintai dengan bom-bom kaum Yahudi. Kita hanya cukup berislam dengan hati yang lapang menjalankan perintah Allah dan mengajak manusia, menyampaikan walau satu ayat semampu kita.
Tidak pacaran, menutup aurat dengan rapi, mendirikan shalat lima waktu, puasa di bulan Ramadhan dan menghindari kemaksiatan merupakan kewajiban kita tanpa harus berlumuran darah.
Tidakkah untuk pengorbanan sekecil itu kita juga tidak mau, padahal ketika kita tunduk, ganjaran nikmat yang akan kita peroleh jauh tidak sebanding dengan pengorbanan yang kita lakukan.
Yaitu menjadi permaisuri surga dan menatap wajah Allah yang Maha Pencipta. Beruntunglah kaum perempuan yang mengenal dirinya, tahu siapa dirinya, sekarang ada dimana dan mau kemana. Wallahu’alam. []