Oleh: Hamsina Halik, A. Md.
Member Revowriter, as.saafa@gmail.com
ISLAM memandang perempuan adalah suatu kehormatan yang harus dijaga. Rasulullah SAW dalam nasehat terakhirnya memerintahkan untuk memperlakukan kaum perempuan dengan baik. Sebab, dia adalah mutiara umat, al ummu al madrasah al-ula, sekolah pertama bagi anak-anaknya. Pendidik generasi-generasi hebat.
Ibu sejatinya adalah sekolah utama bagi anak-anaknya sebelum si kecil mengeyam pendidikan di sekolah manapun. Ibu berperan besar dalam membentuk watak, karakter dan kepribadian anak-anaknya. Layaknya sekolah, ibu adalah tempatnya ilmu, pusat peradaban, menghadirkan sifat-sifat akhlak mulia pada anak didik. Dari sekolah macam ini, akan lahir anak-anak yang solih, cerdas, tangguh, berakhlak mulia dan menjadi mukmin yang bertakwa.
BACA JUGA: Resmi, Rashida Tlaib Jadi Muslimah Pertama di Kongres AS
Peran perempuan sebagai ibu dan istri wajib dijaga kehormatannya. Karena peran utamanya ini, maka tak seharusnya perempuan itu disibukkan dengan peran yang lain. Sebab, peran utama ini memiliki tanggung jawab yang sangat besar. Diantaranya, membesarkan anak-anak, mendampingi suami dan menjadi mitra dalam membangun negara. Mendapatkan pendidikan hingga ke jenjang yang tinggi dan bekerja bukanlah larangan bagi kaum perempuan, selama tak mengganggu tugas utamanya dan bertentangan dengan aturan Islam.
Namun, hidup dalam era penuh konflik saat ini, tatanan kehidupan yang rusak hingga kemiskinan mendera para perempuan, menjadikan sebagian perempuan meninggalkan peran utama mereka. Disibukkan mencari pekerjaan dan bekerja. Kapitalisme telah sukses mengalihkan peran perempuan dalam tanggung jawab besarnya menghasilkan generasi unggul dan bertakwa. Perempuan bekerja diluar rumah sudah menjadi keharusan. Dengan mendorong perempuan sebagai konsumen barang dan jasa, mengakibatkan para perempuan demi memenuhi kebutuhan hidupnya maka mereka membutuhkan sumber pendapatan melalui pekerjaan. Peran utama pun diabaikan.
Kapitalisme pun telah berhasil mengubah cara pandang perempuan dalam memaknai kesuksesan. Dikatakan sukses manakala, mereka telah bekerja dan mandiri secara finansial. Bekerja, memiliki uang sendiri, membayar kebutuhan sendiri tanpa membebani siapapun, bahkan tak butuh laki-laki sebagai penopang. Berbeda dengan Islam, yang tak melihat kesuksesan dari banyaknya materi yang dihasilkan oleh para perempuan untuk keluarganya ataupun negara. Melainkan setinggi apa ketakwaan yang dimilikinya kepada penciptanya. Allah SWT, berfirman:
“Sesungguhnya, orang yang paling mulia diantara kamu disisi Allah ialah orang yang paling bertakwa diantara kamu”. (TQS. al Hujurat: 13).
BACA JUGA: Muslimah Cerdas di Zaman Digital
Jika kita melihat kembali sejarah, maka akan kita dapati ada Ummul Mukminin, Khadijah ra., teladan terbaik bagi seorang perempuan. Seorang perempuan terpandang dan terhormat dimasanya, sekaligus pengusaha kaya di Makkah. Selain Khadijah ra., ada Zaenab ra., istri Nabi SAW, membuat sekaligus menjual rantai yang kemudian uangnya digunakan untuk menolong orang miskin. Juga, ada asy-Syifa, perempuan yang dipercaya Khalifah Umar bin Khattab menjadi Qadhi al-Hisbah (hakim di pasar).
Pun, di masa pemerintahan Khalifah Utsmaniyah, sebagian perempuan pun memiliki peran dalam bidang keilmuan dan sains. Diantaranya mereka menjadi ulama, dokter serta ilmuwan diberbagai bidang pengetahuan dan ilmu di sepanjang sejarah Islam.
Meskipun para perempuan di era Islam ini keluar ke ranah publik, mereka tetap tak melupakan tanggung jawab besarnya sebagai ibu dan istri. Wanita diijinkan bekerja dan terlibat dalam transaksi ekonomi, misalnya, seperti halnya laki-laki. Boleh menginvestasikan hartanya, memiliki usaha sendiri dan bekerja ditempat lain. Di hadapan laki-laki, perempuan sebagai mitra dalam kehidupan. Sungguh, Islam telah memberikan segala kemudahan bagi hambaNya. Wallahu a’lam. []
OPINI ini adalah kiriman pembaca Islampos. Kirim OPINI Anda lewat imel ke: islampos@gmail.com, paling banyak dua (2) halaman MS Word. Sertakan biodata singkat dan foto diri. Isi dari OPINI di luar tanggung jawab redaksi Islampos.