PADA suatu hari, Idris pergi untuk suatu keperluan. Lantas, dia diterpa terik matahari. Dia pun berdoa, “Wahai Tuhanku, aku berjalan hanya satu hari, lantas bagaimana bisa ada malaikat yang tahan mengembannya selama 500 tahun dalam satu hari? Ya Allah, ringankanlah bebannya dan kurangilah baginya —maksudnya, bagi malaikat yang bertugas mengemban matahari— sebagian panasnya.”‘
Keesokan paginya, malaikat itu mendapati matahari ringan dan teduh, tidak seperti yang dia rasakan sebelumnya.
Ia pun bertanya, “Wahai Tuhanku, Engkau menciptakanku untuk mengemban matahari, apa yang telah Kautetapkan padanya?”
BACA JUGA: Tatkala Hasan dan Husain Tidur di Bawah Naungan Sayap Malaikat
Allah Swt. menjawab, “Ketahuilah bahwa hamba-Ku Idris memohon kepada-Ku agar Aku meringankan beratnya dan panasnya darimu, lantas Kukabulkan.”
Malaikat itu pun berdoa, “Ya Allah, himpunlah aku dan Idris serta jadikanlah antara aku dan Idris suatu persahabatan Idris serta jadikanlah antara aku dan Idris suatu persahabatan karib.”
Maka, Allah mengizinkannya hingga ia datang menemui Idris.
Kala itu, Idris a.s. meminta kepadanya, “Aku diberi tahu bahwa engkau adalah malaikat yang paling mulia dan paling berpengaruh bagi Malaikat Maut. Maka, bantulah aku menemuinya agar ia menunda ajalku, agar aku bisa menambah syukur dan ibadah.”
Malaikat itu menukas, “Allah tidak menunda nyawa jiwa ketika ajalnya tiba.”
Idris berkata, “Aku tahu itu. Namun, hal itu lebih memuaskan bagiku.”
Malaikat itu berkata, “Baiklah.”
Kemudian, malaikat itu membawa Idris di atas sayapnya naik ke langit, dan menaruhnya di tempat terbitnya matahari.
Lalu, ia (pergi dan) berkata kepada Malaikat Maut, “Aku punya teman seorang anak manusia, dia meminta bantuanku menemuimu agar engkau menunda ajalnya.”
Malaikat Maut menukas, “Itu bukan wewenangku. Namun, jika engkau mau, aku bisa memberitahunya kapan dia mati.”
Malaikat itu menjawab, “Baiklah.”
Lalu, Malaikat Maut melihat catatannya dan berkata, “Engkau bertanya kepadaku tentang seorang manusia yang tidak kulihat mati selamanya.”
Malaikat itu menukas, “Mana mungkin?”
Malaikat Maut menjawab, “Dia tidak kudapati mati, kecuali di tempat terbitnya matahari.”
Malaikat itu berkata, “Justru aku datang menemuimu sementara dia kutinggalkan di sana.”
Malaikat Maut berkata, “Pergilah, karena aku tidak melihatmu mendapatinya, kecuali dia telah mati. Sebab, demi Allah, tidak tersisa sedikit pun dari ajal Idris.”
Maka, malaikat itu kembali, dan ia mendapatinya sudah tidak bernyawa.
Ibnu Abbas r.a. juga berkata bahwa ada satu malaikat meminta izin kepada Tuhannya untuk turun menemui Idris. Maka, malaikat itu datang menemuinya dan mengucapkan salam padanya.
Idris pun bertanya, “Apakah antara dirimu dan Malaikat Maut ada suatu hubungan?”
Malaikat itu menjawab, “Dia adalah saudaraku sesama malaikat.”
Idris bertanya, “Bisakah engkau memberiku suatu manfaat dari sisinya?”
BACA JUGA: Tatkala Malaikat Penjaga Gunung Mendatangi Rasulullah ﷺ
Malaikat itu menjawab, “Kalau untuk memberimu manfaat seperti itu ia tidak bakal bisa, tetapi aku akan berbicara dengannya agar ia lembut kepadamu saat kematian.”
Malaikat itu lalu berkata, “Naiklah di antara kedua sayapku!”
Idris pun naik. Maka, ia membawanya naik ke langit tertinggi. Ia pun bersua dengan Malaikat Maut, sementara Idris ada di antara kedua sayapnya.
Malaikat itu berkata, “Aku ada keperluan denganmu.”
Malaikat Maut menukas, “Aku sudah mengetahui keperluanmu. Engkau berbicara denganku ihwal Idris, sementara namanya sudah dihapus, dan ajalnya tinggal separuh kedipan.”
Idris pun meninggal dunia di antara kedua sayap malaikat itu.
Wallahua’lam bishawab []
Sumber: Dialog Malaikat Maut dengan Para Nabi a.s./Karya: Dr. Mustofa Murod/Penerbit: Noura books/2014