SAHABAT Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu menghafal kebiasaan Nabi yang satu ini. Termasuk akhlak nubuwah yang diteladankan Nabi kepada umatnya adalah; tidak sekalipun Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam mencela makanan.
قَالَ مَا عَابَ رَسُولُ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- طَعَامًا قَطُّ كَانَ إِذَا اشْتَهَى شَيْئًا أَكَلَهُ وَإِنْ كَرِهَهُ تَرَكَهُ.
Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu berkata, “Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam tidak pernah mencela makanan sekalipun. Apabila beliau suka, beliau memakannya, jika beliau tidak suka, beliau meninggalkannya.” (Muttafaq ‘alaihi)
BACA JUGA: Umar bin Khattab Mengembalikan Makanan Lezat Itu
Imam Nawawi menjelaskan ukuran yang masuk dalam kategori mencela makanan, seperti seseorang yang mengatakan, “Ini terlalu asin”, “Makanan ini kurang garam”, “Ini terlalu asam”, “Terlalu encer”, “Belum matang” dan kalimat-kalimat serupa dengan itu. (Syarh Shahih Muslim, Imam Nawawi, 14/26)
Rasa-rasanya kebiasaan mengomentari makanan sangat familiar dan menjadi kebiasaan. Inilah akhlak nubuwah yang telah ditinggalkan kaum muslimin, kebiasaan yang terlihat remeh dan dianggap biasa, tapi akhlak tersebut mengandung ketinggian budi dan kesempurnaan adab yang diajarkan Nabi kepada kita.
Salah satu teladan Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam tentang makanan adalah; ketika dihidangkan makanan yang kurang beliau sukai adalah ketika istri beliau Maimunah radhiyallahu ‘anha menghidangkan kadal gurun (Dhabb) yang dipanggang kepada beliau.
Akan tetapi Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam tidak menyentuhnya sama sekali. Khalid bin Walid yang pada kesempatan itu berada di sana bertanya, “Apakah ini haram ya Rasulullah?” pertanyaan untuk memastikan tentang hukum memakannya.
Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam yang kurang suka dengan dhabb berkomentar dengan sangat halus ketika menolak untuk memakannya. Sebuah komentar tanpa celaan atas apa yang dihidangkan, beliau bersabda:
“Tidak, akan tetapi dhabb ini tidak ada di kampungku, sehingga aku kurang suka.” (HR. Al-Bukhari)
Sebuah tutur yang indah dan adab penuh hikmah dalam berkomentar akan makanan yang kurang disukai, dan inilah yang telah diteladankan Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam kepada umatnya, agar tidak mudah mencela makanan yang kurang disuka.
Juga termasuk akhlak nubuwah adalah memuji makanan yang dihidangkan, meskipun makanan tersebut sangat-sangat sederhana. Dan hal ini termasuk pemuliaan terhadap orang yang telah menghidangkan makanan tersebut.
Adalah sahabat Jabir bin Abdillah radhiyallahu ‘anhu mempunyai satu memori indah bersama Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam pada sebuah jamuan. Di mana Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam suatu ketika bertanya kepada keluargnya soal makanan apa yang tersedia.
BACA JUGA: Hukum Makan Makanan Takziyah
Ternyata yang dimiliki saat itu sekedar cuka, dan tidak ada yang lain. Hanya cuka. Maka Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam meminta cuka tersebut dihidangkan, kemudian berkomentar,
نِعْمَ الأُدُمُ الْخَلُّ نِعْمَ الأُدُمُ الْخَلُّ
“Sebaik-baik lauk adalah cuka. Sebaik-baik lauk adalah cuka.” (HR. Muslim)
Inilah kesederhanan dan akhlak nubuwah yang hilang dari kehidupan kaum muslimin saat ini. Di tengah hiruk-pikuk kehidupan moderen yang condong kepada gaya hidup hedonis, adab dan akhlak soal kesederhanaan mulai terkikis. []
SUMBER: DAKWAH.ID