Oleh: Mirsa Sumiyati
BANYAK orang mengira kalau penyebab kematian itu adalah sakit, kecelakaan, usia tua, atau sebab-sebab lain yang “pantas”menyebabkan kematian. Oleh karena itu banyak orang pula yang tertipu dan lalai akan kematian.
Kurang lebih seperti itu yang bisa saya kutip dari sebuah CD tutorial keislaman tentang kematian, yang judulnya “Nafas Terakhir”.
Hari gini bicara tentang kematian? Serem amat. Atau gak penting amat, saking seringnya berita kematian berseliweran di telinga ini. Tapi, terimakasih pada suami yang secara spontan membeli cd itu, kematian menjadi “topik hangat” di benak saya. Apalagi hari itu, 3 Desember adalah hari lahir saya. Katanya, semakin lama kita menjalani kehidupan, semakin dekat kita dengan kematian. Membayangkannya, dengan imajinasi yang sangat baik, memerindingkan. Mulai dari sakaratul maut sampai perjalanan hidup setelahnya.
Yang biasanya menjalani hari dengan suami, mengurus anak-anak (lengkap dengan berbagai keluhan), tiba-tiba hidup seorang diri dalam sunyi dan gelap… Biasanya tinggal di rumah senyaman mungkin, tiba-tiba rumahnya hanya sebuah lubang ukuran badan. …
Biasanya bertemu teman-teman, ramai dengan tetangga, tiba-tiba sendiri terus. … Biasanya sholat, tilawah,shoum (meski dengan kualitas gak jelas), tiba-tiba semua itu tidak lagi bisa dilakukan. …
Biasanya bisa menonton tayangan favorit, mendengar lagu kesukaan, tiba-tiba wajah ini dihadapkan pada tanah melulu. … Menunggu…menanti… belum lagi dipertemukan dengan kejadian atau makhluk Allah yang lain, yang belum pernah disaksikan dan didengar ketika hidup di dunia….
Tidak ada tempat curhat, tidak ada tempat minta tolong…. Dan yang sangat jelas, tidak mungkin kembali ke dunia! Masuk ke dalam kehidupan yang sangat abadi. Kehidupan yang sesungguhnya. Membuat tidak nyaman untuk membahasnya.
Apa jangan-jangan waktu saya sudah dekat dengan tiba-tiba ingin membahas ini? Tapi..bukankah orang-orang soleh dahulu, menjadikan kematian sebagai ‘alarm tone’ yang sering dipasang. Di penghujung hari mereka mengevaluasi aktivitas dan merencanakan masa depan (esok hari) dengan memasukkan aspek ‘kematian’. Jadi, seharusnya tidak aneh dan tidak usah tidak nyaman membahas kematian (akhirnya saya simpulkan sendiri). Karena juga, terlepas dari pelajaran sufistik, kematian terbukti sebagai satu obat manjur yang sangat efektif.
Dengan mengingat mati, terobatilah rasa marah, dendam, iri dan dengki. Mati juga mematikan rasa malas dan menghilangkan waktu bengong. Mati meredam ambisi yang buta. Mati menumbuhkan motivasi untuk beramal soleh sebanyak-banyaknya,bersemangat mewujudkan cita-cita yang baik, beribadah lebih baik. Mati membukakan mata atas segala kesalahan yang telah diperbuat, memotivasi untuk melakukan perbaikan sebaik mungkin,. Salah satunya dalam masalah mendidik anak.
Kalau dihitung sungguh banyak sekali kesalahan saya dalam mendidik anak. Hari ini saya masih ngomel-ngomel pada anak-anak, setelah sebelumnya bertekad untuk menanggalkan ‘taring dan tanduk’ apapun yang terjadi. Melakukan pendekatan yang lebih ‘persuasif’ sebagai gantinya. Tapi ketika pulang ke rumah demi melihat pengasuh anak-anak/asisten saya pucat dan nekat pulang menerobos hujan deras membuat saya bertanya-tanya dengan nada tinggi. Dan duo (Bilqis dan Musa, mereka beda 18 bulan, sekarang seperti kembar. That’s why;duo) pun mengakui kenakalan mereka.
Tidak lama setelah saya mengomel, Bilqis menulis ini di buku hariannya;
Umi teteh/sayang kepa/da umi teteh/mau yanh(nya)/sama umi/teteh ga mau/ditigalin (ditinggalin)/teteh juga/sayang umi/dan abi/sayang/teteh alham/dulilah/kepada alah (Allah)/umi bai(k) sekali/kepada teteh/teteh jadi senang bahagiya .. (beberapa huruf gak jelas)
(Saya benar-benar memohon kepada Allah, petunjukNya yang Agung dan kesanggupan untuk memperbaiki diri. Dan hari ini, begitu banyak yang memberikan selamat dan bertabur do’a -terimakasih banyak yaa,jazakumullah khair katsir…(banyak yang mendo’akan begini jadi ingin ultah tiap hair)..
Di telinga saya, setiap ucapan selamat itu menjadi seperti;
Selamat memperbaiki akhlak
Selamat memperbaiki ibadah
selamat memperkuat keimanan
Selamat tambah serius menjaga amanah
Selamat bayar utang-utang ;p
Selamat membayar janji
Selamat memperbaiki kinerja
Selamat meninggalkan kebodohan,kemalasan
Selamat meningkatkan kasih-sayang,tanggungjawab
Selamat berwaspada selalu atas waktu
Karena setiap saat bisa menjadi;
Nafas terakhir []
Kirim RENUNGAN Anda lewat imel ke: islampos@gmail.com, paling banyak dua (2) halaman MS Word