Assalamu’alaikum wrahmatullahi wabarakaatuhu,
ANAKKU tersayang, apa kabarmu dirantau orang? Semoga baik-baik saja, tidak ada kekurangan apapun juga. Jangan lupa tetap dijaga hafalan Al-Qur’an-nya, perbanyak shalat sunah serta puasa untuk ibadah yang wajib jangan sampai ditunda-tunda.
Ayah sengaja kirim surat, sebab dahulu kita kerap melakukannya. Bahkan hingga sekarang, surat yang dirimu tulis masih ayah simpan dengan rapi dan setiap merindukanmu surat-surat itu ayah buka dengan perasaan bahagia. Mulai dari kabar saat dirimu meraih beasiswa, menjuarai beberapa lomba, hingga sekadar bertanya apakah keadaan ayah dan ibu baik-baik saja.
Hingga kemudian dirimu pulang membawakan oleh-oleh sebuah handphone. Saat itu ayah bahagia sekali, apalagi dirimu sering menghubungi ayah. Namun, entah mengapa akhir-akhir ini dirimu sudah jarang menelepon. Barangkali dirimu sibuk, hanya saja tidakkah memiliki sedikit waktu untuk memberikan kabar kepada kami bagaimana keadaanmu di sana. Sungguh, ayah merindukanmu, teramat sangat merindu, maka dari itu ayah terpaksa mengirim surat ini untuk mengingatkanmu pada kenangan-kenangan indah sewaktu dahulu.
Ada yang kurang dengan keberadaan handphone ini, yaitu ayah tidak lagi bisa membaca surat-suratmu kapanpun ayah merindukanmu. Kemarin ayah sempat menelponmu, namun dirimu malah berkata sedang kerja dan tak bisa diganggu. Apakah kerinduan seorang ayah pada anaknya dianggap sebuah gangguan?
Jujur mendengar itu ada kekecewaan dalam diri ayah, tetapi tidak apa-apa barangkali dirimu lekas sadar dan meminta maaf. Namun jangankan meminta maaf, menelpon saja tidak. Saat ayah meminta bantuan tetangga untuk mengetik sms (karena hurup di handphone terlalu kecil) dengan tujuan bertanya keadaanmu, dirimu hanya membalas, “Baik, Yah.” Sesingkat itukah kabar yang ingin engkau beritakan pada ayah, padahal dahulu isi suratmu selalu panjang-panjang.
Anakku, ayah tidak butuh handphone jika hanya jadi hiasan di rumah. Kalau suratmu ayah bingkai dan dipajang di meja kamar pasti terlihat megah, sebab ada kata-katamu yang terangkai dengan sangat indah. Sedangkan saat memajang handphone justru batin ayah tersiksa sebab barang itu telah membuat kenangan dan kebahagiaan ayah musnah. Barang elektronik ini sungguh menjadi musibah apabila tidak membuat komunikasi di antara kita terjalin dengan lebih baik.
Oh iya, saat menulis surat ini dirimu ada kirim SMS. Bunyinya “Hi Yah. Gmn kbrX? Baek2 zHa kan disana?” Membaca sms itu, ayah menangis. Menggunakan kalimat yang disingkat-singkat, bahkan tidak diawali dengan salam. Apakah ini yang ayah ajarkan padamu? Sungguh, ayah mohon izin untuk menjual handphone pemberianmu daripada hanya jadi pajangan dan sama sekali tidak mampu mengobati rasa rindu. Lebih baik kita saling berkirim surat seperti dahulu, sehingga dirimu bisa bercerita lebih banyak kepada ayah dan ibu.
Sekian dahulu surat dari ayah, teriring salam semoga dirimu semakin berkehidupan mapan. Jangan lupa balas surat ayah untuk mengobati segala kerinduan.
Wassalamu’alaikum warahmatullahi wabarakaatuhu. []
Arief Siddiq Razaan, 30 Oktober 215