Oleh: Rezkytama Putra
rezkytamap@gmail.com
AKU punya sahabat namanya Hanif. Orangnya lugu dan sering dijahili teman-teman sekelas. Jadi bahan ledekan, bahkan tak jarang barangnya diminta yang lain seenaknya. Tapi hebatnya, Hanif tetap baik kepada semua, tetap rela berbagi dengan yang lain, tetap senang membantu mereka, bahkan ketika ada yang membutuhkan bantuannya, ia akan dengan sigap membantunya, tanpa pandang bulu, walaupun mereka adalah orang yang membully-nya
Kadang rasanya gemas melihat bagaimana ia memperlakukan dan diperlakukan orang lain. Serasa ingin bilang “Nif, jangan terlalu baik. Dunia ini keras.” Tapi kadang ku merasa, apa salahnya menjadi baik? Toh tidak ada yang rugi.
BACA JUGA: 5 Hal Ini Bisa Bikin Kita Gagal Jadi Orang Shaleh
Terkadang berkesan bahwa ia adalah orang yang mau disuruh-suruh. Setiap orang yang meminta bantuannya, pasti ia ladeni. Bahkan ketika ia sedang kesusahan, ia tetap membantu orang lain. “Nif, tolong beliin minum dong”, “Nif, bisa tolong print handout ini gak?”, “Panggil gurunya gih, Nif” dan setiap hari pasti ada saja perintah-perintah lain padanya.
Pernah suatu hari, esoknya kita akan ulangan yang gurunya terkenal susah sekali. Seakan tidak ada “celah kabur” dari remedial. Kalau tidak belajar, ya sekian. Hanif sehari sebelumnya penuh dengan ‘membantu orang lain’. Sampai malam pun ia belum sempat belajar, hingga esoknya pun ia kesiangan dan hanya belajar sedikit. Tapi anehnya, nilainya tertinggi di kelas, dan semua yang ia pelajari keluar. Dan itu tidak sekali, sering. Seakan guru tau apa yang ia pelajarinya dan hanya mengeluarkan soal dari apa yang ia pelajari
Kadang ku iri. Hanif tidak pernah ditimpa hal buruk. Nilainya selalu bagus, banyak yang menyukainya, banyak yang mau menolongnya, keluarganya penuh kebahagiaan, teman-temannya baik, banyak perempuan yang tertarik dengannya. Banyak sekali hal baik yang seakan menyertainya. Bahkan hingga kuliah sekarang, seakan masalah malas untuk menempel padanya. Hidupnya mungkin tidak ada yang ‘WOW’ tapi penuh dengan kebahagiaan.
Aku tidak paham, kenapa hidupnya bisa begitu mudah. Ketika kutanya padanya, ia pun bingung dan cengengesan. Pada saat itu gemas ku terlampiaskan secara nyata dalam bentuk cubitan.
Hingga suatu hari, ku sadar, ketika ku melihat suatu hadits
Abu Hurairah meriwayatkan bahwa Rasulullah SAW bersabda, “Barangsiapa yang membantu menghilangkan satu kesedihan (kesusahan) dari sebagian banyak kesusahan orang mukmin ketika didunia maka Allah akan menghilangkan satu kesusahan (kesedihan) dari sekian banyak kesusahan dirinya pada hari kiamat kelak. Dan barangsiapa yang memberikan kemudahan (membantu) kepada orang yang kesusahan, niscaya Allah akan membantu memudahkan urusannya didunia dan di akhirat. Dan barangsiapa yang menutup aib orang muslim , niscaya Allah akan menutup aibnya dunia dan akhirat. Sesungguhnya Allah akan selalu menolong seorang hamba selama dia gemar menolong saudaranya.” (HR. Muslim)
Saat itulah aku sadar bahwa selama ini, Allah lah yang turun tangan atas masalah temanku ini.
Dia membantu orang lain, dan Allah pun menepati janji-Nya dengan menolongnya. Pernah Allah ingkar? Tidak. Dia menjanjikan bahwa ketika kita menolong orang lain, Dia akan menolong kita. Menurutmu, kalau Dia sudah berada di pihak kita, urusan seperti apa yang tidak mungkin terselesaikan? Entah bagaimana pun caranya, Dia yang akan mengatur. Kita tak perlu pusing memikirkan. Mudah, bukan?
Tapi faktanya, banyak yang ragu akan pertolongan Allah itu. Banyak yang berkata “Aku percaya kok” tapi hanya di mulut. Dalam praktiknya, ketika sedang kesusahan, jangankan memikirkan kesusahan orang lain, saat itu yang dipikiran kita hanya masalah pribadi kita saja. Padahal, ‘kunci jawaban’ dari masalah yang kita hadapi sudah Allah berikan. Tolong orang lain. Berikan pertolongan pada yang kesusahan, dan bantuan dari-Nya pun akan turun kepada kita.
BACA JUGA: Di Akhir Zaman, Orang Shaleh Selalu Memudahkan Kesusahan Orang Lain
Hanif, bahkan sebelum ia punya masalah, sudah membantu orang lain, sehingga ketika masalah datang, pertolongan Allah sudah siap sedia.
Sungguh aku bahagia punya teman sepertinya yang bukan mengajarkan kebaikan saja, tapi mencontohkannya, sehingga muncullah hikmah dari apa yang ia lakukan.
Hingga sekarang, ketika ku butuh bantuan, aku selalu memakai cara ini, dan selalu berakhir baik. Sekarang aku justru senang ketika aku susah dan ada yang meminta bantuanku, karena ku yakin bahwa Allah akan membantuku, dan aku pun merasa lega karena-Nya.
Jadi jika ada yang berkata “Gak papa nih? Urusanmu gimana? Kan sibuk” aku dapat menjawab “Biar Allah yang ngurus”. []