Oleh: Dedeng Juheri
PEMIMPIN shalih itu bernama Sulaiman, kerajaannya besar, hartanya melimpah, dan tentaranya terdiri dari manusia, jin, dan binatang. Kerajaan raksasa yang hingga hari ini belum ada tandingannya.
Suatu hari Sulaiman memeriksa tentaranya dan heran karena seekor burung tidak hadir di tempatnya, “Mengapa aku tidak melihat Hud-hud, apakah dia termasuk yang tidak hadir. Sungguh aku benar-benar akan mengazabnya dengan azab yang keras atau benar-benar menyembelihnya, kecuali jika benar-benar dia datang kepadaku dengan alasan yang terang.”
BACA JUGA: Ketika Istana Ratu Balqis Berpindah sebelum Mata Nabi Sulaiman Berkedip
Tak lama kemudian datanglah si burung Hud-hud dengan terengah, “Aku telah mengetahui sesuatu yang engkau belum mengetahuinya; dan kubawa kepadamu dari negeri Saba suatu berita penting yang diyakini. “
Berita apa gerangan? Sepenting apa kabar yang dibawanya hingga Hud-hud demikian percaya diri di hadapan tuannya?
“Sesungguhnya aku menjumpai seorang wanita,” lanjut Hud-hud, “yang memerintah mereka, dan dia dianugerahi segala sesuatu serta mempunyai singgasana yang besar. Aku mendapati dia dan kaumnya menyembah matahari, selain Allah; dan setan telah menjadikan mereka memandang indah perbuatan-perbuatan mereka lalu menghalangi mereka dari jalan (Allah), sehingga mereka tidak dapat petunjuk.”
Hud-hud hanyalah seekor burung yang awalnya akan disembelih Sulaiman karena meninggalkan barisan, tanpa izin, tanpa pemberitahuan sebelumnya. Kecuali Hud-hud bisa memberikan alasan yang kuat, masuk akal, dan benar atas kepergiannya.
Dan kini..
Hud-hud benar-benar datang dengan sebuah berita yang amat penting, tentang sebuah kerajaan besar yang dipimpin seorang wanita nun jauh di sana. Menyembah matahari, menjadikannya Tuhan yang kuasa.
Ini berita besar, narasi keagungan tentang dakwah, tentang hubungan hamba dengan Rabbnya. Narasi yang diabadikan dalam sertifikat langit, dalam surat an-Naml yang mulia.
BACA JUGA: Kisah Nabi Sulaiman dan Pria yang Coba Menghindari Kematian
Demikian istimewanya Hud-hud sehingga namanya diabadikan dalam al-Quran. Bukan karena sosoknya, suaranya atau kelebihan fisik yang dimilikinya, melainkan karena visi hidupnya, aksinya, dan dakwahnya.
Di sini kita belajar, bahwa narasi keagungan dakwah itu menjadikan seekor burung demikian mulia disisi Rabbnya. Apatah lagi kita manusia, visi, misi, dan aksi dalam membumikan kalimah LaIlaha Ilallah dapat mengantarkan pada banyak kebaikan, kemuliaan dan keagungan. Agar kalimat sakti itu diyakini manusia sebagai penyelamat hidup di dunia dan akhirat.
Inilah narasi keagungan Hud-hud yang melegenda, yang semoga menjadi inspirasi bagi kita. []