Oleh: Muhammad Al Hakim
pribadisederhana02@gmail.com
SAYA selalu dalam hati sedih, melihat begitu mudahnya kita kagum pada narasi-narasi pendidikan yang ditawarkan peradaban yang berbeda secara worldview dengan agama kita. Beberapa kali diviralkan bagaimana konsep jepang mendidik anak. Atau bagaimana cara belajar di finlandia yang merupakan negara yang dikabarkan dengan sistem pendidikan terbaik.
Padahal setelah saya pelajari lebih lanjut, ternyata model-model pendidikan tersebut hanya menyentuh masalah teknis. Misal mengenai konsep pendidikan di jepang, hanya membahas bagaimana mengajarkan disiplin pada anak dengan menata sandal mereka. Atau guru yang sangat dekat dengan wali murid, karena ada kunjungan ke rumah yang diagendakan rutin.
Begitu pula di Finlandia. Anak di Finlandia mulai sekolah umur 7 tahun, lebih tua dibanding Indonesia. Atau istirahat saat sekolah di finlandia lebih banyak dibanding indonesia.
Saya tidak mengatakan tawaran model tersebut buruk. Hanya saja model-model yang ditawarkan tersebut tidak pernah beranjak lebih jauh. Model tersebut hanya berkutat pada metode teknis. Saya juga berasal dari kampus pendidikan, mengamati kecenderungan yang sama pada riset-riset sarjana di kampus pendidikan kita. Riset yang berkembang hanya berkutat pada metode-metode pengajaran yang efektif.
Padahal dalam surat Luqman, yang merupakan model tawaran pendidikan yang ditawarkan oleh Al Quran tidak membahas masalah teknis terlalu banyak. Dalam surat Luqman membahas melampaui itu semua.
Ada beberapa hikmah yang bisa kita ambil. Ya hikmah, karena Allah mengatakan sendiri dalam surat Luqman bahwa Alquran mengandung hikmah (QS luqman ayat 1), juga seorang Luqman dikaruniai hikmah (QS Luqman ayat 12).
Jadi Surat Luqman ini terdapat ilmu dari seseorang yang diberi hikmah oleh Allah dan disampaikan oleh teks (Al quran) yang isinya hikmah. Ajaib, hikmah didalam hikmah. Menariknya, surat luqman ini merupakan surat makkiyah, surat yang turun di makkah. Sebagai surat makkiyah, berciri menguatkan keimanan kepada yang ghoib, menelanjangi kebusukan kemusrikan dan membangun fondasi tauhid dan wala wl bara. Jadi bisa dikatakan bahwa surat Luqman menjadi salah satu rujukan nabi dalam mendidik sahabat nabi di makkah, sehingga akhirnya mereka bisa membangun peradaban dunia.
Paling tidak ada beberapa hal yang disampaikan Al Quran mengenai metode terbaik :
Pertama, pendidikan terbaik untuk membentuk generasi adalah pendidikan orang tua, utamanya pendidikan ayah.
Ustadz Budi Ashari, menyampaikan hasil penelitian ulama mengenai pola pendidikan Quran. Beliau mengatakan bahwa ditemukan setidaknya dua belas tempat dialog antara ayah dan anak dalam Al Quran, dan hanya dua tempat dialog antara ibu dan anak, dialog antara ibu dan anak itupun cenderung menguatkan si ibu (kisah ashabul ukhdud). Disinilah arti pentingnya adagium ‘ibu memang madrasah bagi anak, tapi ayah adalah kepala sekolahnya’.
Di samping itu hikmah surat Luqman, disampaikan kisah dialog antara ayah dan anak adalah, bahwa sosok ayah adalah sosok yang tidak punya tendensi apapun kepada anaknya kecuali kebaikan bagi anaknya. Beda jika seorang raja yang menyampaikan pendidikan, bisa jadi ada kepentingan untuk mencari pengikut. Bahkan jika dai sekalipun orang masih mencurigai ingin memiliki pengikut. Tapi ayah, memiliki ketulusan fitrah kepada darah dagingnya sendiri. Ini diakui oleh siapapun, bahkan orang tidak beragama sekalipun.
Quran ingin mengabarkan bahwa motivasi fitrah seorang ayah inilah yang menjadikan ayah sebagai pelaku pendidikan anak yang paling efektif dan sangat penting.
Kedua, Paradigma pendidikan islam dan adanya upaya manusia menjauhkan manusia dari hari itu.
Paradigma pendidikan islam tercakup dalam surat Luqman ayat 4:“Orang-orang yang mendirikan sembayang dan memberikan zakat meraka dan dengan hari akhir mereka yakin.”
Diulang di ayat 8 “Sesungguhnya orang-orang beriman dan beramal saleh untuk mereka adalah surga-surga yang bernikmat.”
Inilah paradigma pendidikan Islam yang mencakup orientasi dan konsep filosofis. Bahwa pendidikan yang benar adalah diarahkan untuk sebuah narasi hidup ukhrowi, bukan semata-mata duniawi atau hanya pengembangan kepribadian saja. Ini adalah pembeda dengan konsep pendidikan yang digariskan oleh siapapun.
Ada orientasi pendidikan yang ditujukan untuk ketrampilan kerja, atau untuk perkembangan emosi dan intelektual saja, atau untuk meraih kekayaan dan kesejahteraan. Banyak pula riset-riset psikologi yang memang diorientasikan untuk mencapai puncak prestasi dunia berupa kekayaan dan keahlian. Tapi Quran menggariskan manhaj yang berbeda sama sekali. Iman kepada yang ghoib menjadi kesatuan yang integral yang tidak boleh sama sekali dilupakan dalam pendidikan.
Dalam surat Luqman ayat 6 yang artinya, “dan diantara manusia (ada) orang yang mempergunakan percakapan kosong (lahwal hadits) untuk menyesatkan (manusia) dari jalan Allah tanpa ilmu dan menjadikannya olok-olokan. Mereka itu memperoleh azab yang menghinakan.”
Dalam Tafsir Al Azhar, lahwal hadits ditafsirkan oleh hasan al basri sebagai nyanyian. Sedang menurut qatadah ditafsirkan sebagai slogan-slogan kosong. Hamka mengambil dua pendapat ini. Bahwa nyanyian dengan intensitasnya yang seperti sungai mengalir, membuat alam bawah sadar kita terpengaruh. Akhirnya banyak muda-mudi kita yang terbawa gaya hidup para penyanyi. Mulai dari pakaian, perilaku, pandangan hidup dan lainnya.
Slogan kosongpun dibenarkan oleh hamka, bahwa upaya menipu umat selalu ada. Melalui slogan-slogan kosong toleransi, yang akhirnya menjadikan umat kehilangan loyalitas terhadap akidah dan umat. Slogan pluralisme yang mencampuradukka akidah juga diciptakan untuk mengganggu hakikat kebenaran tauhid.
Sedang dalam tafsir Fi Dzilalil Quran disampaikan bahwa asbabun nuzul dari ayat ini berkisah mengenai seorang kafir yang membenci orang arab masuk islam, lalu dia mengoleksi kisah-kisah mitologi dari persia. Dia duduk dikeramaian orang, lalu bercerita untuk membuat kagum orang-orang, sehingga menghalangi mereka dari kisah-kisah hidayah dari Al Quran. Ingat Al quran memiliki kandungan terbanyak berupa kisah-kisah. “lahwal hadits” atau kisah rekaan itu ingin menandingi kisah-kisah Al Quran. Mengapa kisah? Karena kisah dapat memberikan inspirasi bagi kehidupan, bahkan menarasikan kehidupan.
Menariknya adalah di zaman ini kita sedang memasuki zaman yang oleh pakar kebudayaan disebut ‘hiperrealitas’. Hiperrealitas salah satu cirinya adalah yang fiksi menjadi nyata, yang nyata menjadi fiksi. Seperti kita tahu tokoh-tokoh fiksi sudah menguasai kita sejak kita kecil, dari mulai tontonan, cerita masa kecil, action figur dan dongeng. Bahkan untuk konsumen dewasa tokoh dan kisah fiksi tersebut direproduksi dengan penyesuaian narasi, konflik dan visual effect, walau begitu sifatnya tetap fiksi.
Dan hal itu menjadi lebih dekat dengan kehidupan sehari-hari. Contoh anak-anak sekarang lebih mengenal kisah spiderman dan ironman daripada kisah saad bin abi waqash. Pendidikan untuk anak-anak pun tidak lepas dari hal seperti itu, kisah kancil nyolong timun, buto ijo, sangkuriang dll adalah fiksi yang tanpa pesan nilai-nilai yang dapat dipertanggungjawabkan.
Dalam perfileman pun kisah-kisah mitologi persiapun direproduksi kembali dengan visual effect ala holiwood seperti dalam film Percy Jackson dan film sejenis. Atau kisah dewa hindu yang dianimasikan dan menjadi tontonan rakyat Indonesia, yaitu film little Krishna.
Apa yang diharapkan dari sebuah umat yang mengambil kisah fiksi sebagai inspirasi? Apa yang diharapkan dari sebuah umat yang tidak mengerti kisah yang benar dari sumber yang benar mengenai sunnatullah perjalanan hidup yang digariskan Allah? Jawabannya adalah tidak bisa diharapkan. Karena sebagian motivasi dari kisah tersebut adalah bisa saja ekonomi.
Ulama besar Abad ini yang juga sejarawan, Muhammad Ali As Shalabi, menyebutkan bahwa salah satu faktor keruntuhan Daulah Utsmaniyah adalah pertama, ditumbuhkannya sentimen identitas lokal melalui penyebaran kisah-kisah sejarah budaya setempat, sehingga negara tersebut menganggap bahwa identitas mereka berasal dari cerita tersebut dan islam hendak mengubahnya. Seperti di Indonesia yang ditumbuhkan kembali kisah raja-raja Hindu Budha. Mesir ditumbuhkan kembali kisah Ramses dan kejayaannya. Kedua, ditumbuhkannya kerancuan berpikir dan khurafat dalam akidah dan pemikiran.
Quran yang penuh hikmah, mengkhabarkan hal ini. Pendidikan adalah menghindarkan generasi penerus kita dari kerancuan dan angan-angan kosong, dan mengenalkan hakikat-hakikat dan nilai- nilai hidup yang benar yang digariskan oleh Allah swt.
Ketiga, mengajarkan adab kepada anak dan mengajarkan kebenaran mutlak yang ditetapkan Allah swt
Setelah diterangkan mengenai tantangan pendidikan, yaitu adanya upaya pengasingan manusia dari kebenaran sejati, yang menarik adalah dialog Luqman dengan anaknya justru mengenai Adab kepada Allah, bukan mengenalkan kebenaran berupa keesaan Allah itu sendiri.
Dalam QS Luqman Ayat 12, Luqman memberikan hikmah kepada anaknya untuk bersyukur kepada Allah. Sedang dalam ayat 13 Luqman memerintahkan anaknya untuk tidak mempersekutukan Allah, karena hal tersebut adalah kedzaliman yang besar. Mengapa justru mengenalkan adab didahulukan daripada mengenalkan kebenaran?
Hal ini paling tidak dikarenakan dua hal : pertama, konsistensi Quran dan hadits bahwa seorang anak dalam fitrahnya sudah bertauhid, hanya orang tuanyalah yang membuatnya yahudi, nasrani dan majusi. Maka karena sudah ada fitrah tauhid dikenalkanlah dulu adab kepada fitrah iman tersebut berupa syukur.
Syukur menjadikan interaksi anak terhadap fitrah iman tadi lebih tinggi dan nyata. Jadi pendidikan terbaik itu adalah mengembangkan dan merawat fitrah suci anak. Kedua, kita dapat mengambil hikmah bahwa mengajarkan adab itu lebih penting dari mengajarkan ilmu, sekalipun itu ilmu akidah.
Agar anak-anak kita tidak menjadi seperti orang-orang muktazilah, yang mengerti agama, tetapi tidak punya adab mensejajarkan akal dengan syariat. Bahkan muktazilah ekstreem sampai pada tahap tanzih, yang mengetahui Allah, tetapi tak punya adab dengan menafikan sifat-sifat Allah. Atau seperti aliran mujasimah, yang mengetahui Allah, tetapi tak punya adab dengan menyerupakan-Nya dengan makhluk. Naudzubillah min dzalik.
Setelah mengenalkan adab kepada anak, anak diajarkan untuk berpegang teguh pada kebenaran sejati, yaitu tauhid, dan tidak boleh berkompromi dengan hal ini bahkan dengan orang tuanya sendiri. QS Luqman ayat 13, Luqman melarang anaknya agar tidak menyekutukan Allah. Yang menarik adalah QS Luqman ayat 14-15, Allah sendiri yang berbicara, bahwa tidak boleh sama sekali berkompromi dengan hal-hal yang merusak tauhid, walaupun oleh orang tuanya sendiri.
Betapa pentingnya hal ini. Bahwa tauhid ini tidak bisa dibatasi oleh apapun, bahkan oleh orang yang mengklaim paling sayang sekalipun dengan kita, yaitu orang tua kita. Allah sendiri yang langsung berkata, memberinya batasan yang sangat jelas dan tegas. Semoga jadilah anak-anak kita seperti Ali bin abi thalib kecil, yang melihat Nabi dan Khadijah shalat dan bertanya. Lalu nabi menjelaskan perkara keimanan dan mengajaknya beriman.
Ali kemudian pergi untuk minta izin orang tuanya. Tetapi lalu kembai lagi dan mengatakan “untuk urusan yang seperti ini, aku tak perlu ijin orang tuaku”. Betapa dahsyat karakter anak usia 12 tahun ini. Fitrah tauhid masih bersih dan melekat dalam dirinya. Lalu Ali masuk Islam dan menorehkan tinta sejarah yang tak pernah tertandingi dalam islam, sebagai ulama gemilang, pemimpin adil, pribadi zuhud, panglima pemberani, pujangga ulung.
Dalam tafsir Al qurthuby dituliskan kisah Saad bin abi Waqqash yang dipaksa ibunya kembali ke agamanya dahulu, dengan ancaman nyawa ibunya, tetapi berkata, “aAdaikata ibu memiliki 100 nyawapun, dan lepas satu persatu, aku akan tetap memeluk agama islam”. Dan lalu Saad menorehkan tinta emas pula dalam sejarah islam. Jika tauhid menjadi tujuan hidup anak, maka dia telah mendapat tujuan hidup tertinggi, melampaui tujuan dunia. Karakter tauhid ini akan menjadkan anak menjadi penakluk dunia pendamba akhirat.
Tetapi yang menjadi catatan hebat disini bahwa setelah Allah menetapkan untuk bersyukur dan bertauhid kepada – Nya, Allah menetapkan untuk berbuat baik kepada orang tua. Penetapan ini sesuai dengan kaedah kemanusiaan, bahwa orang yang paling layak diberi rasa terimakasih adalah orang tua.
Maka pendidikan terbaik adalah merawat dan menumbuhkan karakter tauhid pada anak, tidak berkompromi dengan hal-hal yang merusak tauhid, dan berbakti kepada kedua orangtua.
Keempat, mengajarkan anak untuk memiliki akuntabilitas personal amal saleh
QS Luqman ayat 16 “Wahai anakku! Sungguh, jika ada (sesuatu perbuatan) seberat biji sawi, dan berada dalam batu atau di langit atau di bumi, niscaya Allah akan memberinya (balasan). Sesungguhnya Allah maha halus maha teliti.”
Setelah menanamkan akidah tauhid, Luqman mengajarkan kepada anaknya bagaimana keimanan kepada Allah seharusnya bekerja. Bahwa puncak keimanan kepada Allah seharusnya berdampak utamanya merasa diawasi Allah setiap waktu. Bahwa Allah menyaksikan segala apa yang kita perbuat. Karena Allah Maha Halus dan Maha Teliti, yang ilmunya dapat menjangkau biji sawi yang terdapat dalam bebatuan, atau di langit atau dibumi. Sungguh dengan pilihan redaksi ini sudah menggambarkan cakupan yang sangat luas tak terbatas mengenai detailnya pengawasan Allah.
Kesadaran ihsan atau muraqabatullah ini mengharuskan kita mendidik anak agar memiliki akuntabilitas amal saleh. Kita harus mendidik anak kita, seperti dalam perkataan Umar ra, agar menghisab dirinya sebelum diakhirat mendapati hisab sebenarnya. Karena dengan hisab itu anak akan tahu keadaan dirinya, seberapa besar kesia siaan yang dia lakukan, amal buruk yang dimiliki dan amal soleh yang dia upayakan, dengan instrumen yang tertulis dan terhayati. Tentunya dengan spirit memperbesar amal soleh, mereduksi kesia-sian dan menghilangkan amal buruk. Bahkan nanti dalam teori-teori psikologi kesuksesan modern, memiliki instrumen kontrol amal adalah fondasi besar menuju kesuksesan.
Jadi pendidikan anak terbaik adalah menanamkan karakter akuntabilitas amal, ihsan dan muraqabatullah, agar anak memperbanyak amal kebaikan menuju sukses dunia dan akhirat.
Kelima, mengajarkan anak fondasi hidup dan untuk turut aktif membentuk masyarakat melalui dakwah
Ayat berikutnya adalah inti dari risalah manusia sebagai khalifatul ard. Meliputi fondasi ke dalam dan misi hidup keluar. Jika ayat ini diamalkan dengan baik, anak akan menjadi penakluk-penakluk dunia, pemakmur-pemakmur bumi, dan petarung-petarung al haq.
Surat Luqman ayat 17 “Wahai anakku! Laksanakanlah shalat dan suruhlah (manusia) berbuat yang makruf dan cegahlah (mereka) dari yang mungkar dan bersabarlah terhadap apa yang menimpamu, sesungguhnya yang demikian termasuk perkara yang penting.”
Dalam ayat ini terdapat fondasi hidup pribadi kuat, fondasi hidup nabi-nabi dan dai-dai sepanjang sejarah kemanusiaan. Inilah fondasi hidup terkuat yang pernah dimiliki kemanusiaan, melampaui nilai-nilai ciptaan manusia yang rapuh, rentan dan palsu. Apa fondasi tersebut? Fondasi itu adalah sholat dan sabar. Sholat dan sabar adalah rahasia para nabi dan dai tegar menghadapi ancaman pembunuhan, cacian dan celaan, kemiskinan panjang, perpisahan dengan keluarga, penghianatan para munafik, makar orang-orang kafir dan penghianatan para pendosa. Sholat dan sabar adalah sumber pertolongan Allah seperti dalam surat Albaqarah ayat.
Shalat adalah mirajnya orang beriman. Dampak Miraj adalah ketenangan setelah kesedian, seperti nabi yang dihibur Allah setelah tahun kesedihan dengan miraj, dan setelah itu nabi semakin giat berdakwah kepada masyarakat. Denga shalatnya orang mukmin memperoleh energi untuk berdakwah.
Dalam ayat ini juga terdapat misi hidup sejati. Misi hidup khalifatul ardi. Misi para nabi, para dai sepanjang sejarah kemanusiaan. Misi tersebut melampaui misi-misi yang digaungkan motivator, penyair, penguasa dan filsuf. Misi inilah pembeda antara umat islam dengan umat ahli kitab, seperti perkataan Syaikh Yusuf Qardhawi, ketika mengomentari QS Ali Imran ayat . Bahwa yahudi dan nasrani juga beriman kepada Allah, tetapi mereka tidak melakukan amar maruf nahi mungkar. Hanya umat islam yang sampai saat ini masih menegakkan amar maruf nahi mungkar. Inilah mengapa islam disebut sebagai umat terbaik.
Jika hal maruf/kebaikan tumbuh berkembang, maka bumi akan termakmurkan dengan baik, penuh kedamaian dan keberkahan. Rahmat Allah akan turun dari langit dan bumi. Rahmat itu akan dirasakan oleh hewan, tumbuhan, sungai sungai dan manusia yang bahkan nonmuslim sekalipun.
Keenam, mengajarkan anak untuk berpegang pada akhlak mulia
Poin-poin sebelumnya jika sudah berhasil dilakukan oleh anak kita, maka sudah pasti sukses di dunia. Mereka menjadi suluh-suluh ditengah kehidupan. Bberapa menjadi akar bagi tegaknya masyarakat. Tapi Quran memerintahkan lebih jauh lagi, karena risalah islam adalah rahmat dan dakwah. Maka kesuksesan terbaik harus diikuti dengan akhlak terbaik. Luqman melalui ayat 18 memerintahkan anaknya untuk tidak sombong dan berjalan dengan angkuh. Lalu melalui ayat 19 memerintahkan anaknya berjalan dengan sederhana dan melunakkan suara.
Ibnu abbas menafsirkan, “ Janganlah takabur dan memandang hina hamba Allah, dsan jangan engkau palingkan muka engkau ke tempat lain ketika bercakap dengan dia.”
Begitu pula pendapat Ikrimah, Mujahid, Yazid bin al Asham dan Said bin Jubair.
Menjadi tabiat manusia yang berhasil mencapai puncak kesuksesan untuk membanggakan dirinya. Kadang sampai terbawa pada cara berjalannya. Seakan hendak menunjukkan bahwa saya orang mulia. Dalam sejarah islam pernah tercatat, dahulu para bangsawan bani umayah bahkan memiliki latihan khusus cara berjalan bangsawan. Yang waktu itu Umar bin Abdul Aziz sebelum menjadi khalifah termasuk yang memiliki cara berjalan bangsawan. Atau dalam sejarah modern, bangsawan inggris punya standar etis cara hidup bangsawan. Mulai dari cara berjalan, cara makan, cara berpakaian dan lain sebagainya. Model seperti ini hendak menuguhkan perbedaan kelas, yang akhirnya memarjinalkan si miskin. Ada kesenjangan yang lebar antara bangsawan dan kaum marjinal.
Karena misi islam adalah dakwah dan rahmat, maka islam hendak memutus kesenjangan seperti itu. Islam ingin para pemeluknya yang telah diangkat derajatnya mudah diakrabi, mudah didekati, dan menjadi bagian tak terpisahkan dari masyarakat, sehingga mudah dalam mengajak masyarakat pada dakwah. Maka dilaranglah sombong dan berjalan angkuh. Dan diperintahkanlah menyederhanakan cara berjalan dan melunakkan suara.
Maka pendidikan terbaik adalah menanamkan ketawadhuan dan akhlak mulia pada anak, dan menghindarkan anak dari akhlak buruk kepada sesama terutama kesombongan.
Ketujuh, mengabarkan urgensi pendidikan anak di dunia, berkaitan dengan akhirat
Menjelang akhir surat Luqman, yaitu ayat 33, Allah menutup surat ini dengan sebuah perintah yang diawali dengan perintah taqwa. Menurut para ulama, perintah yang didahului dengan perintah taqwa menunjukkan betapa pentingnya hal tersebut.
“Wahai manusia! Bertakwalah kepada Tuhanmu dan takutlah pada hari yang (ketika itu) seorang bapak tidak dapat menolong anaknya, dan seorang anak tidak (pula) dapat menolong bapaknya sedikitpun. Sungguh, janji Allah pasti benar, maka janganlah sekali-kali kamu terperdaya oleh kehidupan dunia, dan jangan sampai kamu terperdaya oleh penipu dalam (menaati) Allah”.
Seruan ini untuk seluruh manusia. Lalu diiringi perintah taqwa, yang menandai betapa pentingnya sruan ini. Kemudian Quran mengabarkan hakikat yang mencengangkan hati. Ada hari dimana bapak dan anak tidak dapat saling menolong. Ada adagium seorang Ibu mengandung anaknya di perut, seorang bapak mengandung anaknya di pikiran.
Jadi seorang bapak mencintai anaknya dengan instrumen kepribadian yang lebih progresif. Menjembatani anak dari masa kini ke masa depan yang lebih baik. Lalu ada hari dimana fitrah dan intrumen kepribadian itu tidak berguna. Dan seorang anak tidak membalas pengorbanan bapaknya dihari itu. Betapa menakutkan hari itu.
Maka ayat ini berbicara mengenai prioritas. Bahwa kita dapat menolong anak kita hanya di dunia saja, dengan cara memberikan pendidikan yang benar, yang membuat anak beriman dan beramal sholeh. maka janganlah sekali-kali kamu terperdaya oleh kehidupan dunia. Jangan sampai karena mengejar karir dan posisi kita lalai mendidik anak. Betapa banyak orang terkenal dan kaya, tetapi anaknya tidak mengnal agama dengan baik.
Jangan sampai karena ingin balas dendam kepada kemiskinan, kita mengorientasikan pendidikan anak untuk mengubah nasib dunia saja. jangan sampai kamu terperdaya oleh penipu dalam (mentaati) Allah”. Kita ingin kaya agar banyak bersedekah, tapi waktu interaksi produktif dengan anak habis. Kita sibuk menjadi dai, tapi lalai dalam mengamati kepribadian anak. Kita mendidik anak bangsa dengan menjadi dosen dan guru, dan anak kitapun berprestasi, tapi kadang lalai dalam pendidikan imani anak.
Betapa tega orang tua yang melahirkan seorang anak ke dunia, tapi membiarkannya tak tertolong di akhirat. Dikarenakan tidak memberikan pendidikan iman anak di dunia.
Luqman adalah tauladan terbaik. Luqman hanyalah seorang budak atau tukang kayu. Harta dan kedudukan tak punya. Secara psikologis orang tak berpunya seharusnya berpikir bagaiman dirinya bisa mengubah nasib dunianya. Dan bagaimana agar anaknya tidak merasakan kemiskinan seperti dirinya. Lalu anaknya disekolahkan dikampus terbaik agar mendapatkan pekerjaan terbaik. Tapi Luqman melampaui itu semua, sangat jauh, jernih dan bening.
Kemiskinan tidak membuat dia jerih lalu kehilangan hikmah. Kemiskinan tidak mebuat dia menyimpang dari manhaj rabbani. Luqman justru mendidik anaknya sesuai dengan hakikat yang ditetapkan Allah, garis yang ditetapkan Allah. Tak bergeser sedikitpun. Luqman tidak terperdaya oleh kehidupan dunia dan luqman tidak tertipu. Luqman dengan sadar bertindak, bahwa hanya saat didunia saja dia dapat menolong anaknya.
Wallahualam. []