JAKARTA—Tuti Tursilawati, pekerja migrant asal Majalengka, Jawa Barat, dieksekusi mati di kota Ta’if oleh pemerintah Arab Saudi pada 29 Oktober 2018 lalu.
Eksekusi Tuti menuai kecaman. Betapa tidak. Tanpa pemberitahuan kepada Pemerintah Indonesia, Tuti yang merupakan terpidana kasus pembunuhan berencana terhadap majikannya pada 2010 lalu, dieksekusi.
Tuti divonis mati oleh pengadilan di Arab Saudi pada Juni 2011 dengan tuduhan membunuh majikannya.
Aktivis Migrant Care Anis Hidayah memaparkan, seharusnya Tuti diberikan keringanan hukuman. Karena ada unsur pembelaan diri yang kemudian menjadi latar belakang terjadinya tindakan pidana itu.
Anis mengungkapkan, Tuti kerap mendapatkan pelecehan seksual dari majikannya selama bekerja di Arab Saudi.
“Bahwa ada unsur pembelaan diri dari perlakuan majikan yang tidak layak, pelecehan seksual, seperti di kasus-kasus yang pernah terjadi pada pada PRT migran kita,” ujar Anis, Selasa (30/10/2018).
Pekerja migran, terutama perempuan, menurut Anis, situasinya lebih rentan di Arab Saudi jika dibandingkan dengan pekerja migran laki-laki.
Mereka (pekerja migrant perempuan) acapkali mengalami pelanggaran hak asasi manusia hingga terpaksa membela diri.
Namun sayangnya, dalam berbagai kasus pidana, hal itu tidak menjadi pertimbangan hakim dalam menjatuhkan putusan.
“Justru mereka yang membela diri berujung pada eksekusi mati,” kata Anis.
Sementara itu, Bobi Anwar Ma’arif dari Serikat Buruh Migran Indonesia (SBMI) menyepakati hal tersebut. Untuk diketahui, SBMI adalah organisasi buruh yang melakukan pendampingan terhadap keluarga Tuti selama proses hukum berjalan.
Bobi mengatakan, saat bertemu dengan ibunya, Tuti mengaku sering mengalami pelecehan seksual dari sang majikan.
BACA JUGA: Dieksekusi, Tuti Tursilawati Dikenai Hukuman Mati Paling Berat di Saudi
“Peristiwa-petristiwa itu yang kemudian membuat dia merasa tidak terhormat dan membuat dia melakukan aksi yang di luar dugaannya. Saya yakin Tuti tidak ada niat untuk melakukan perbuatan itu,” kata Bobi.
Bobi menilai tindakan yang dilakukan Tuti merupakan dampak dari buruknya kondisi kerja di Arab Saudi bagi pekerga migran perempuan.
Ia juga mengkritik putusan pengadilan Arab Saudi yang dinilai tidak mempertimbangkan situasi yang dialami Tuti. Menurutnya, putusan pengadilan tidak memiliki perspektif perlindungan terhadap pekerja migran perempuan yang mengalami pelecehan seksual.
“Hakim di Arab Saudi tidak punya perspektif perempuan pekerja migran yang situasinya rentan. Seharusnya bantahan (pembelaan) Tuti bisa meringankan, tapi bantahan itu tidak direspons,” ucap Bobi. []
SUMBER: KOMPAS