JANGAN bersedih ketika ada saudara kita yang menasihati. Tapi bersyukurlah, karena dengan nasihat itu justru ia sedang mencintai kita. Karena nasihat adalah bukti cinta.
Imam Nawawi rahimahullah membawakan suatu Bab dalam kitab fenomenal beliau, yaitu kitab Riyadhus Sholihin, “Bab: Memberi Nasihat. Beliau rahimahullah membawakan beberapa dalil berikut dalam bab tersebut.
“Sesungguhnya orang-orang beriman itu bersaudara.” (QS. Al Hujurat: 10).
“Dan aku memberi nasihat kepadamu.” (QS. Al A’raf: 62).
“Aku hanyalah pemberi nasihat yang terpercaya bagimu.” (QS. Al A’raf: 68).
Dan beberapa hadits yang dibawakan:
1- Dari Abu Ruqoyyah Tamim bin Aus Ad Daari radhiyallahu ‘anhu, ia berkata bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Agama adalah nasihat.” Kami bertanya, “Untuk siapa?” Beliau menjawab, “Bagi Allah, bagi kitab-Nya, bagi rasul-Nya, bagi pemimpin-pemimpin kaum muslimin serta bagi umat Islam umumnya.” (HR. Muslim no. 55).
2- Dari Jarir bin ‘Abdillah radhiyallahu ‘anhu, ia berkata, “Aku pernah berbaiat (berjanji setia) pada Rasul shallallahu ‘alaihi wa sallam supaya menegakkan shalat, menunaikan zakat dan memberi nasihat kepada setiap muslim.” (Muttafaqun ‘alaih. HR. Bukhari no. 57 dan Muslim no. 56).
3- Dari Anas radhiyallahu ‘anhu, ia berkata, “Tidaklah sempurna iman seseorang di antara kalian sampai ia mencintai saudaranya sebagaimana ia mencintai dirinya sendiri.” (Muttafaqun ‘alaih. HR. Bukhari no. 13 dan Muslim no. 45).
Lihat saja di awal bahasan bab, Imam Nawawi menyampaikan ayat bahwa setiap muslim itu bersaudara. Dan di akhir bab, beliau sampaikan hadits yang menunjukkan bahwa di antara bentuk cinta adalah menginginkan kebaikan pada orang lain sebagaimana kita ingin orang lain seperti kita. Ini menunjukkan bahwa saling menasihati itu didasarkan karena kita adalah bersaudara sehingga kita ingin agar saudara kita pun menjadi baik. Dan juga menunjukkan bahwa bentuk kasih dan sayang terhadap sesama muslim adalah dengan saling menasihati.
Maka tidaklah tepat sikap sebagian orang yang berucap, biarkan sajalah saudara kita beramal seperti itu. Padahal amalan yang dilakukan tidak ada tuntunan. Biarlah mereka jadi pengagung kubur para wali. Padahal seperti itu adalah tingkah laku orang musyrik yang Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam perangi di masanya.
Jika memang benar kita mencintai saudara kita sesama muslim, maka nasihatilah mereka supaya terhindar dari syirik, bid’ah, dan berbagai macam maksiat lainnya. Karena arti nasihat -menurut para ulama- adalah menginginkan kebaikan pada orang lain. Sebagaimana kata Al Khottobi rahimahullah,
“Nasihat adalah kalimat ungkapan yang bermakna memberikan kebaikan kepada yang dinasihati” (Jami’ul ‘Ulum wal Hikam, 1: 219).
Imam Nawawi rahimahullah berkata, “Menasihati sesama muslim (selain ulil amri) berarti adalah menunjuki berbagai maslahat untuk mereka yaitu dalam urusan dunia dan akhirat mereka, tidak menyakiti mereka, mengajarkan perkara yang mereka tidak tahu, menolong mereka dengan perkataan dan perbuatan, menutupi aib mereka, menghilangkan mereka dari bahaya dan memberikan mereka manfaat serta melakukan amar ma’ruf nahi mungkar.” (Syarh Shahih Muslim, 2: 35).
Syaikh Muhammad bin Sholih Al ‘Utsaimin saat menerangkan hadits Jabir, yaitu bagaimanakah cara menasihati sesama muslim, maka beliau katakan hal itu sudah dijelaskan dalam hadits Anas: “Tidaklah sempurna iman seseorang di antara kalian sampai ia mencintai saudaranya sebagaimana ia mencintai dirinya sendiri.”
Dikutip dari Rumaysho.com, kata Syaikh Ibnu ‘Utsaimin, “Nasihat adalah engkau suka jika saudaramu memiliki apa yang kau miliki. Engkau bahagia sebagaimana engkau ingin yang lain pun bahagia. Engkau juga merasa sakit ketika mereka disakiti. Engkau bermuamalah (bersikap baik) dengan mereka sebagaimana engkau pun suka diperlakukan seperti itu.” (Syarh Riyadhis Sholihin, 2: 400).
Al Fudhail bin ‘Iyadh mengatakan,
“Seorang mukmin itu biasa menutupi aib saudaranya dan menasihatinya. Sedangkan orang fajir (pelaku dosa) biasa membuka aib dan menjelek-jelekkan saudaranya.” (Jaami’ul ‘Ulum wal Hikam, 1: 225).
Al Hasan Al Bashri berkata,
“Sesungguhnya hamba yang dicintai di sisi Allah adalah yang mencintai Allah lewat hamba-Nya dan mencintai hamba Allah karena Allah. Di muka bumi, ia pun memberi nasihat pada orang lain.” (Jaami’ul ‘Ulum wal Hikam, 1: 224).[]