Oleh: Ustaz Salim A Fillah
DALAM panas maupun deras, dalam terik maupun rintik, dalam gerah maupun basah, dalam susah maupun resah, naungan selalu bermakna kebaikan.
Maka ketika mentari didekatkan sejengkal, ketika dalam telanjang, tanpa alas kaki, dan tak berkhitan semua dicekam ketakutan atas dirinya sendiri, janji Allah untuk memberi naungan terasa manis sekali. Ialah lindungan, penjagaan, kesejukan, keteduhan, ketenangan, ketentraman.
Dari Abu Hurairah, Rasulullah ﷺ bersabda dalam hadits yang disepakati Imam Al Bukhari dan Muslim:
.
سَبْعَةٌ يُظِلُّهُمُ اللهُ فِيْ ظِلِّهِ يَوْمَ لَا ظِلَّ إِلَّا ظِلُّهُ
“Ada 7 golongan yang dinaungi Allah dengan naunganNya, pada hari di mana tiada naungan selain naunganNya.”
Siapa mereka?
اَلْإِمَامُ الْعَادِلُ
“Imam yang adil.”
Tentu saja. Betapa tidak mudah menjadi pemimpin yang terjaga dari menzhalimi. Betapa tidak mudah mengelola kebijakan terhadap sumberdaya dan manusia, yang sengaja ataupun tidaknya bisa menjerumuskan dalam dosa. Betapa tidak sederhana menjadi orang yang dengan satu kata bisa menghilangkan nyawa, bisa mengolah-alihkan harta, bisa menjungkir balik nama baik.
وَشَابٌّ نَشَأَ بِعِبَادَةِ اللهِ
“Dan pemuda yang tumbuh dalam ibadah kepada Allah.”
Alangkah hebatnya dia di puncak kemudaannya, saat syahwat menggelegak namun selalu ingat padaNya, saat hawa nafsu merajuk namun lebih suka berasyik dalam munajat, saat gairah memuncak tapi dia pilih melelahkan diri dalam ‘amal shalih.
وَرَجُلٌ قَلْبُهُ مُعَلَّقٌ فِي الْـمَسَاجِدِ
“Dan seorang yang hatinya selalu terkait pada Masjid.”
Ke rumah Allah hatinya terpaut, karena cintanya pada sujud, karena rindunya akan kemesraan pada Penguasa Segala Wujud, karena dia penanti shalat sebakda shalat, karena dia jadikan Masjid pusat ibadahnya, pusat belajarnya, kemasyarakatannya, kesehatannya, kebudayaannya, siyasahnya, semuanya.
وَرَجُلَانِ تَحَابَّا فِي اللهِ اِجْتَمَعَا عَلَيْهِ وَتَفَرَّقَا عَلَيْهِ
“Dan 2 orang yang saling cinta karena Allah, berjumpa dan berpisah karena Allah.”
Karena cinta akan menjaga mereka dalam kebenaran, lalu membawa mereka pada kedudukan yang tak digapai hanya dengan ‘amal pribadinya.
Saling cinta mereka bukan penghenti saling menasehati; sebab cinta bukan hanya alasan untuk selalu bermesra di dunia, melainkan bekal untuk bersama ke surga.
وَرَجُلٌ دَعَتْهُ امْرَأَةٌ ذَاتُ مَنْصِبٍ وَجَمَالٍ ، فَقَالَ : إِنِّيْ أَخَافُ اللهَ “Dan seorang lelaki yang diajak berzina oleh wanita yang berkuasa lagi jelita, tapi dia berkata, ‘Sungguh aku takut kepada Allah.” Sungguh hawa nafsu memang selalu menyuruh kepada keburukan, kecuali yang dirahmati oleh Allah. Kesempatan bermaksiat ini sungguh hebat; cantik godaannya, terjaga tempatnya, dalam rahasia yang bisa dijaga oleh kekuasaannya; tapi dia takut akan keagungan Rabbnya, dan mencegah diri dari bisik menggebu yang menderu-deru.
وَرَجُلٌ تَصَدَّقَ بِصَدَقَةٍ فَأَخْفَاهَا حَتَّى لَا تَعْلَمَ شِمَالُهُ مَا تُنْفِقُ يَمِيْنُهُ “Dan seseorang yang bersedekah dengan menyembunyikannya, hingga tangan kiri tak tahu apa yang diinfakkan tangan kanannya.” Sebab dia tahu sedekah yang utama lagi rahasia, meski tak terlarang menampakkannya, namun dia malu pada Rabbnya, hendak mendidik hatinya; betapa sedikit yang mampu dia sisihkan dari lautan nikmat yang dilimpahkan padanya.
وَرَجُلٌ ذَكَرَ اللهَ خَالِيًا فَفَاضَتْ عَيْنَاهُ “Dan seseorang yang berdzikir menyebut Allah dalam sepi, lalu meneteslah airmatanya.” Itulah dia yang sebenar-benar mencintaiNya, berharap padaNya, dan takut kepadaNya. Itulah dia yang haru karena rindunya, tapi gentar karena ingat dosa-dosanya. Itulah dia yang terpekur karena syukur, dan tergugu karena malu. Itulah tanda hati yang taqwa. []