NAZIAH, begitu akhwat dari Aceh ini disebut. Baginya menghafal Al-quran adalah sebuah kebutuhan yang harus dilakukan. Naziah tergiur dengan apa yang Allah SWT janjikan kepada mereka yang menghafal al-Quran, mengamalkan dan mengajarkan lagi kepada orang lain.
Saat ini Naziah adalah santri dari Pesantren At-Tartil Sukabumi. Setelah setahun pesantren di At-Tartil, Naziah bekeinginan untuk meneruskan kuliah di Al-Hanif Kelaten. Sebagai anak peasantren, aktivitasnya sehari-hari tak jauh dari Al-Quran. Hingga ketika mendengar ada daurah Al-Quran di pesantren Adh-Dhuha Purwakarta di tahun 2014, Naziah telah menghafal 27 Juz.
Naziah merasa tertarik untuk mengikuti daurah tersebut. Baginya jarang ada daurah yang singkat, namun dengan capaian yang banyak. Naziah sangat senang dan bertekad menyelesaikan hafalan Qurannya.
Naziah berkisah, bahwa ia tahu ada pesantren tahfidz itu dari sahabatnya yang juga mengikuti pesantren tahfidz di Ad-Dhuha. Mengetahui hal itu, ia langsung mengabarkan kepada sang umu (panggilan sayang Naziah kepada ibunya). Umu langsung menyetujui dan menyuruh Naziah cepat berangkat.
Tapi apa harus dikata, Naziah saat itu merasa tak bisa. Ia tak bisa meninggalkan pesantren begitu saja. Apalagi saat itu adalah musim ujian.
“Tapi Umu terus memotivasi Naziah, Umu bilang, ‘Kalau kamu gak percaya sama Umu, Umu sendiri yang akan datang untuk belajar tahfidz,’ saat itu Naziah merasa tidak percaya, mana mungkin Umu jauh-jauh datang ke Purwakarta di tengah padatnya kesibukan Umu. Tapi ternyata Umu benar-benar datang,” kata Naziah dengan semangat.
“Umu datang lebih dulu ke Purwakarta bersama Abang. Namun kasian, dari Aceh datang ke Purwakarta malam hari, dan hujan. Umu tiba dengan keadaan yang tidak sehat, trombositnya sempat turun. Tahu keadaan Umu, Naziah langsung nyusul dari Sukabumi. Setelah Seminggu di pesantren tahfidz akhirnya Umu harus dibawa pulang ke rumah saudara di Jakarta. Subhanallah Umu real jauh-jauh demi keinginannya menghafal Al-Quran,” ujarnya.
Ditanya soal tantangan dalam menghafal Al-Quran, Naziah mengatakan menghapal Al-Quran pasti banyak godaannya.
“Namanya juga beribadah kepada Allah SWT, pasti banyak syaitan yang mengganggu. Baik itu dalam bentuk rasa kantuk, lapar, apalagi dibulan Ramadhan, hingga suara menjadi serak,” kata Naziah.
Selain itu ia mengatakan bahwa ia kesulitan ketika menemukan ayat-ayat yang sama tapi ternyata beda. Seperti banyak potongan ayat yang hampir mirip tapi ternyata beda harakat.
“Kebosanan pasti datang tapi kalau sudah bosan ingat kembali tujuan awal. Karena untuk mencapai akhirat itu tidak mudah. Orang kafir dan mukmin, mereka sama-sama bersusah payah. Cuma bedanya mau pilih yang baik atau yang buruk. Kalau kita bersusah payah kepada hal yang baik apa salahnya,” tambahnya.
Awalnya Naziah mengaku sempat kaget ketika mengetahui sistem thfidz ini memiliki enam kali setoran dalam sehari.
“Gak bisa dibayangkan gak masuk akal. Tapi ternyata setelah dijalani kok bisa… gak percaya. Benar-benar keajaiban. Memang Allah SWT selalu memudahkan,” katanya.
“Alhamdulillah, menghapal Naziah lumayan cepat tapi harus dibarengi terjemahan. Diulang-ulang per-ayat,” kata Naziah saat ditanya metode menghapalnya.
Naziah berpesan bahwa menghapal Al-quran itu mudah dan dimudahkan bagi mereka yang benar-benar mau menghapal. Orang bisa hafal Al-Quran bukan karena kecerdasannya, bukan karena IQ nya yang terlalu tinggi tapi karena kemauan.
“Kita liat sendiri faktanya, ada hafidz orang tuna netra. Hafalan Qurannya bahkan lebih lancar dia daripada kita. Dengan itu Allah membuktikan, menghafal Al-quran itu mudah tapi bagi mereka yang mau!” demikan Naziah. [ds/islampos]