Oleh: Newisha Alifa, newishaalifa@gmail.com
DARI pelajaran hari ini, ada sesuatu hal yang mengganggu batin saya.
Saya malu menjadi wanita.
Bagaimana tidak? Di saat sudah berusaha menutup aurat semampunya, eh di sekitar justru bertebaran wanita-wanita lain berpakaian minim.
Bukan.
Bukan karena saya merasa lebih baik dari mereka. Mungkin ilmu kewajiban menutup aurat belum sampai pada perempuan-perempuan itu. Atau jika sekilas dilihat dari ciri-cirinya, sepertinya mereka memang bukan muslimah, jadi mana ‘kena’ aturan wajib menutup aurat?
Bu, Tante, Mba, Neng cantik …
Busana kalian kurang bahan dan sungguh membahayakan.
Tolong camkan, yang mungkin kena getahnya bukan cuma kalian.
Tapi perempuan lain bisa saja jadi korban.
Itu mengapa …
Hati saya teriris-iris jika melihat aurat wanita diumbar-umbar, baik secara live maupun tidak. Baik cetak maupun online.
Maluuuuuuu sekali rasanya menjadi bagian dari kaum ini, kalau hanya dijadikan objek pemuas hawa nafsu semata.
Tidak.
Saya tidak memaksa kalian untuk berhijab. Karena harus diakui bahwa sebagian wanita yang merasa ‘sudah berhijab’ pun, bahkan bisa jauh lebih menarik perhatian dibandingkan mereka yang tidak.
Hanya saja sebagai sesama wanita, saya minta tolong… berpakaianlah dengan santun. Iya, saya mengerti itu hak asasi kalian. Kalian mau pakai busana apa kek, itu hak kalian, belinya pun juga nggak minta duit saya. Tapi, duh… jika saya yang sudah berhijab saja risih sekali melihat pria-pria itu memandangi tubuh mulus kalian sambil cekikikan dan tatapan penuh makna, kok yaa kalian bisa yaa, anteng-anteng aja ditatap seperti itu?
Apakah rasa malu kini sudah benar-benar langka bahkan punah dan tinggal cerita? []