Oleh: Chandra Purna Irawan, SH., MH.
Ketua Eksekutif Nasional BHP KSHUMI (Komunitas Sarjana Hukum Muslim Indonesia)
Since last year, hundreds of thousands — and perhaps millions — of innocent Uighurs and other ethnic minorities in the Xinjiang region in northwest China have been unjustly arrested and imprisoned in what the Chinese government calls “political re-education camps.” Thousands have disappeared.
There are credible reports of torture and death among the prisoners. The government says it is fighting “terrorism” and “religious extremism.” sumber: https://www.washingtonpost.com/opinions/global-opinions/ethnic-cleansing-makes-a-comeback–in-china/2018/08/02/55f73fa2-9691-11e8-810c-5fa705927d54_story.html?noredirect=on&utm_term=.75fa72ff33f2
BERDASARKAN berita di atas, ada dugaan kuat bahwa Pemerintah China telah menahan sekitar satu juta orang dari muslim Uighur dalam tempat “serupa kamp interniran berukuran besar”. Penahanan massal itu dilakukan atas nama melawan “terorisme” dan “ekstrimis keagamaan”.
Sejak tahun lalu, ratusan ribu dan mungkin jutaan – orang-orang Uighur yang tidak bersalah dan etnis minoritas lainnya di wilayah Xinjiang di Cina barat laut telah ditangkap secara tidak adil dan dipenjarakan dalam “kamp pendidikan ulang politik/“political re-education camps.”
Diduga dipaksa bersumpah setia kepada Presiden Xi Jinping, ditahan tanpa batas waktu yang jelas, diperlakukan layaknya sumber penyakit, sampai didorong menyerukan slogan-slogan Partai Komunis. Selain itu, pemerintah Cina juga mengawasi gerak-gerik masyarakat Uighur secara ketat lewat pemantauan kartu identitas, pos pemeriksaan, identifikasi wajah, serta pengumpulan DNA dari jutaan warga. Pemenjaraan itu tak jarang berujung pada penyiksaan, kelaparan, kematian dan pemerkosaan.
Tindakan tersebut dilakukan agar muslim Uighur melupakan identitas mereka sebagai orang Islam. Orang-orang yang tinggal di kamp tidak diizinkan untuk menjalankan sholat. Mereka secara khusus diperintahkan bahwa ibadah ritual dalam Islam adalah berbahaya, dan diperintahkan untuk tidak mengikuti hal-hal yang telah disebutkan dalam Quran. Mereka harus menyanyikan lagu-lagu pro-Cina untuk mendapatkan makanan. Pihak berwenang memastikan bahwa mereka belajar propaganda China dan melupakan budaya mereka sendiri. Para penjaga kamp membuat mereka takut dan melemahkan para tahanan, baik secara fisik maupun mental, sehingga mereka menjadi patuh.
Jika fakta itu benar, saya menyebut nya “Neo Inqusition” dengan 2 (dua) alasan yaitu pertama, muslim dipaksa untuk melupakan dan/atau meninggalkan ajaran agama Islam dan budaya bersumber dari Islam. Kedua, Jika tidak akan mengalami penyiksaan, kelaparan, kematian dan pemerkosaan.
Hal ini tentu mengingatkan sejarah kelam yang menimpa umat Islam di Spanyol, mereka diberikan pilihan melupakan agama/pindah agama atau menghadapi kematian dengan cara mengerikan.
Hukum Internasional
KSHUMI mendorong agar negara-negara untuk menghentikan kejahatan kemanusiaan, menjamin mereka untuk hidup aman, menjalankan hak asasinya. Sebagaimana Deklarasi Hak Asasi Manusia, “Whereas recognition of the inherent dignity and of the equal and inalienable rights of all members of the human family is the foundation of freedom, justice and peace in the world,”.
KSHUMI mendorong Perserikatan Bang-Bangsa (PBB/UN) untuk segera melakukan investigasi menyeleruh serta menyeret negara Tiongkok/China ke Internasional Criminals Court (ICC). Saya berpendapat bahwa hal tersebut merupakan kejahatan internasional.
Berdasarkan Pasal 6 Statuta Roma, Based on article 6 of the Rome Statute of The International Criminal Court. “means any of the following acts committed with intent to destroy, in whole or in part, a national, ethnical, racial or religious group, as such:
(a) Killing members of the group;
(b) Causing serious bodily or mental harm to members of the group;
(c) Deliberately inflicting on the group conditions of life calculated to bring about its physical destruction in whole or in part;
(d) Imposing measures intended to prevent births within the group;
(e) Forcibly transferring children of the group to another group”.
Terkait hukum internasional, Insyaallah KSHUMI akan mengirimkan kajian lengkap dan akan disampaikan kepada PBB/UN, ICC, ASEAN, OKI dll.
Di Mana Kita?
Apa hujjah/alasan pembelaan kita kelak di akhirat, jika saudara seiman di Uighur mengadu kepada Allah SWT “Ya Allah, ketika kami mengalami kepedihan yang sangat. Mereka saudara seiman tidak menolong? Di mana mereka Ya Rabb? Apakah mereka tidak tahu? Atau mereka acuh?”
Saya belum mendengar dan membaca berita terkait tidak adanya kepala negara Muslim yang membuat pernyataan publik untuk mendukung orang-orang Uighur. Politisi dan banyak pemimpin agama yang mengaku berbicara atas nama iman terdiam menghadapi kekuatan politik dan ekonomi China.
Tetangga dekat Xinjiang, seperti Pakistan, Afghanistan, dan Kazakhstan, menghadapi situasi yang sangat sulit. Penganiayaan yang sedang berlangsung telah terjadi pada sebagian dari warga mereka sendiri, atau keluarga mereka. Namun dengan hubungan ekonomi dan geopolitik yang erat dengan China, negara-negara ini sangat enggan untuk angkat bicara. Pakistan menganggap China sebagai penyeimbang vital untuk melawan India, dan hubungan mereka, kadang-kadang disebut sebagai “persaudaraan yang erat,” sejak puluhan tahun lalu.
Termasuk Indonesia, saya belum mendengar dan membaca berita kecaman dan upaya untuk membantu agar penindasan terhadap Muslim Uighur atau Xinjiang dihentikan.
Pada sisi ini, saya berpendapat bahwa ikatan nasionalisme berbahaya bagi persatuan dan persaudaraan kaum muslimin, yang seharusnya kita semua bersaudara diikat oleh ikatan aqidah. Ikatan aqidah menghilangkan sekat-sekat kebangsaan.
Rasulullah Shallallahu Alayhi wa Sallam bersabda;
“Orang-orang beriman itu seperti satu tubuh; jika matanya, seluruh tubuhnya terasa sakit, dan jika kepalanya sakit, seluruh tubuhnya terasa sakit.” (HR Muslim). Wallahu alam bishawab. []
Solo-Jawa tengah, 16 Desember 2018.
OPINI ini adalah kiriman pembaca Islampos. Kirim OPINI Anda lewat imel ke: redaksi@islampos.com, paling banyak dua (2) halaman MS Word. Sertakan biodata singkat dan foto diri. Isi dari OPINI di luar tanggung jawab redaksi Islampos.